- Oleh Isma
- Senin, 4 November 2024 | 20:52 WIB
: Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (26/8/2024)/Foto : Humas Bapanas
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Selasa, 27 Agustus 2024 | 02:14 WIB - Redaktur: Untung S - 271
Jakarta, InfoPublik – Dalam melaksanakan penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2022, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menekankan pentingnya peran BUMN bidang pangan sebagai standby buyer terhadap hasil produksi dalam negeri.
Hal tersebut disampaikan selepas mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (26/8/2024). Arief menyebut, melalui penyerapan oleh BUMN diyakini dapat menjaga harga di tingkat petani, serta dijadikan stok teragregasi yang bisa digunakan pemerintah dalam upaya pengendalian kondisi pangan pokok strategis.
“Kita sudah ada Perpres 125 Tahun 2022 mengenai CPP, jadi yang diperlukan hari ini adalah anggaran, karena apabila Bapak Menteri Pertanian dan jajaran sudah melakukan produksi, kita harus sudah siap dengan ada yang menjadi standby buyer-nya. Itu peran BUMN pangan. Kita tugaskan untuk serap, tetapi juga harus perkuat dengan diberikan anggaran untuk offtake. Tapi ini tentu bukan habis pakai. Misalnya Rp30 triliun, katakanlah itu untuk 3 juta ton beras. Jadi itu dikonversi ke beras dan ada jual beli, jadi bukan uang hilang, tapi anggaran untuk CPP,” jelas Arief dalam keterangan pers yang diterima InfoPublik.
Kepala Bapanas tersebut menambahkan bahwa pemerintah perlu membuat kebijakan yang menguntungkan segala pihak, salah satunya adalah petani. Dengan mengetahui standby buyer, maka akan mampu menaikan produksi dalam negeri dengan para petani menjadi pelaku utama nya.
“Kita harus punya ketahanan pangan yang semakin baik. Peningkatan produksi dari Kementan, harus satu paket dengan offtaker atau standby buyer dan itu untuk CPP. Kalau mau menaikkan produksi, petaninya harus diberikan ruang profit. Pangan yang sustain itu, apabila kita sudah tahu siapa market nya. Jadi kalau kita petani tanam, sudah ada standby buyer-nya. Kalau belum ada, kita harus create sesuai dengan kebutuhan. Petani ini sekarang menikmati gabah yang bisa di atas Rp6.000 per kilo dan Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 100,” tandasnya.
Dilansir data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Juli 2024, indeks NTP bertumbuh positif 0,84 poin menjadi 119,61 dari bulan sebelumnya yang 118,77. Sementara untuk NTP subsektor tanaman pangan (NTPP) menjadi 108,32. Pemerintah pun berhasil jaga indeks NTPP terus stabil di atas 100 poin sejak Oktober 2022.
Selanjutnya apabila dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), subsektor tanaman pangan di triwulan kedua tahun 2024 ini tercatat menorehkan angka tertinggi sebesar 69,09 secara kuarter dibandingkan subsektor lapangan usaha lainnya. Sementara laju pertumbuhan secara tahunan, pertumbuhan subsektor tanaman pangan kembali positif menjadi 12,50 setelah pada triwulan sebelumnya -5,50.
“Pokoknya jangan nanti sudah memproduksinya susah-susah, dengan effort kita semua, lalu misal kalau produksi berlimpah berhasil capai target, terus nanti yang beli siapa? Jadi tidak boleh parsial, end to end saling terhubung. Tadi Pak Mentan bilang kalau importasi masih di bawah 10 persen dari kebutuhan, itu sebenarnya kita masih swasembada. Karena dalam 10 persen itu termasuk beras khusus. Importasi yang dulu dikhawatirkan akan menjatuhkan harga petani, hari ini tidak terjadi,” tegas Arief.
Arief menyampaikan bahwa perlu adanya kesiapan infrastruktur yang terintegrasi dalam upaya meningkatkan program cetak sawah baru. Hal itu dilakukan guna mengakomodasi penyaluran hasil pangan dari hulu hingga hilir.
“Tadi waktu bicara Merauke yang 40 ribu hektare (ha), kita harus siapkan infrastruktur, ada jalan tani, saluran irigasi tersier, pelabuhan untuk kapal untuk pengangkutannya. Ini program untuk cetak sawah baru. Kita dukung di pasca panennya. Kalau produksinya meningkat, maka pasca panennya seperti apa? Nah harus satu paket dari produksi sampai standby buyer. End to end sampai dengan produk ini bisa ter- deliver ke daerah sekitar, misalnya sampai ke Timika, Biak, dan lainnya. Produksi Indonesia Timur diutamakan untuk Indonesia Timur,” kata Arief.
Kepala Bapanas itu menyebut pihaknya memiliki peran dalam menghubungkan para petani dan peternak dengan masyarakat. Selain itu, Bapanas juga berfungsi dalam mengatur harga acuan pembelian dan penjualan agar seluruh pihak dapat diuntungkan.
“Nah tugas Bapanas sebenarnya menghubungkan antara produksi petani dan peternak, sehingga dapat di offtake dengan harga yang baik. Kami itu kan organisasi yang ramping, tapi mengatur regulasi harga acuan pembelian dan penjualan, berapa stok yang harus dimiliki pemerintah, itu kami. Kalau keinginan Bapak Presiden Joko Widodo itu, jangan sampai harga di petaninya jatuh, jangan sampai daya beli masyarakatnya turun. Inflasi hari ini 3,63 untuk volatile food, lalu total inflasi hanya 2,13 (tahunan). Ini keren. Ini kerja keras dan karya secara bersama-sama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arief mengatakan pihaknya turut berfokus pada membantu penanganan pangan yang masa simpannya pendek atau cepat busuk seperti cabai, bawang merah, dan daging ayam. Dengan menyalurkan sarana prasarana (sarpras) logistik pangan total sebanyak 42 unit mampu membuat masa simpan pangan jadi lebih panjang tanpa mengurangi kualitas.
Sejak tahun 2022, Bapanas telah menyalurkan 19 sarpras ke 8 provinsi antara lain 7 cold storage chiller, 6 reefer container, 3 air blast freezer, dan 3 heat pump. Di 2023 kembali dilanjutkan penyaluran 11 sarpras di 8 provinsi berupa 4 cold storage chiller, 3 reefer container, 3 air blast freezer, dan 1 heat pump dryer. Sementara di 2024, telah ada alokasi sebanyak 12 unit antara lain 2 cold storage chiller, 5 reefer container, dan 5 air blast freezer.