- Oleh MC PROV GORONTALO
- Jumat, 15 November 2024 | 05:19 WIB
: Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Yayan Hikmayani bersama FAO dan Pemda Jawa Barat melepasliarkan 2,5 persen hasil budi daya sidat pada Proyek IFish/Foto: Dok KKP
Oleh Baheramsyah, Minggu, 28 Januari 2024 | 21:11 WIB - Redaktur: Untung S - 228
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) dan Pemda Jawa Tengah melepasliarkan 2,5 persen hasil budi daya sidat pada Proyek IFish 'Mainstreaming Biodiversity Conservation and Sustainable Use into Inland Fisheries Practices in Freshwater Ecosystems of High Conservation Value'.
Pelepasliaran sidat hasil budidaya sebanyak 20 kilogram ke Bendung Cijalu tersebut merupakan bentuk komitmen untuk menjaga kelestarian sidat di habitat alamnya.
Komitmen tersebut, juga merupakan bagian dari upaya mendukung pemerintah daerah untuk melaksankan restocking sidat dari hasil budidaya, yang tertera dalam peraturan daerah yang mengatur pengelolaan perikanan darat.
“Melalui peran dan komitmen dari KKP, FAO dan para pemangkau kepentingan di daerah, telah disepakati untuk setiap hasil budidaya sidat, 2,5 persen akan dilepas ke perairan umum sebagai upaya mejaga kelestarian sidat di habitat alamnya," terang Kepala Pusat Riset Perikanan, KKP, Yayan Hikmayani, dalam keterangan resmi KKP, Minggu (28/1/2024).
"Upaya tersebut tentunya akan diperkuat dengan peran Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokwasmas) Perikanan serta pendampingan dari penyuluh perikanan untuk memastikan sumber daya sidat dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan penuh tanggung jawab,” lanjutnya.
Sidat merupakan ikan ekonomis penting dengan nilai ekspor mencapai USD10 juta (2021) sehingga perlu upaya pengelolaan secara baik agar sumber daya di alamnya dapat lestari dan berkelanjutan. Salah satu wilayah pusat pengembangan budi daya sidat terdapat di Kabupaten Cilacap, khususnya di Kampung Sidat Kaliwungu dengan kegiatan budi daya pembesaran glass eel hingga ukuran konsumsi dengan produksi sekitar 3,3 ton untuk kebutuhan restoran dan ekspor.
Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, menuturkan bahwa aktivitas proyek IFish di Cilacap memiliki lima dampak inovatif, pertama, perbaikan koleksi data dari level bawah hingga level pusat; kedua, dampak perputaran eknomi untuk masyarakat sekitar; pengembangan teknologi RAS yang berkelanjutan; pendekatan nol limbah dalam pascaproduksi sidat dan produksi pakan sidat independen yang menyediakan 80 persen dari seluruh pakan; dan kelima, bagaimana masyarakat memasarkan produk secara bersama-sama.
“Proyek itu merupakan model teladan yang diharapkan dapat diadaptasi tidak hanya di desa-desa lain di Indonesia, tetapi juga negara-negara lainnya," ucap Rajendra.
Dalam kunjungan lapangan ke Kampung Sidat Kaliwungu, Yayan Hikmayani yang juga menjabat sebagai National Project Coordinator IFish; beserta Rajendra Aryal; Sekretariat GEF Operational Focal Point; beserta Pj Sekretaris Daerah Cilacap mewakili Pj Bupati; dan Kadis Perikanan Kab. Cilacap, turut melakukan pelepasan sidat hasil budidaya ukuran 150 gram sebanyak 20 kilogram ke Bendung Cijalu yang merupakan salah satu jalur migrasi sidat.
Pelepasan simbolis itu merupakan tindak lanjut dan langkah nyata atas komitmen bersama untuk memastikan ketersediaan sumber daya sidat secara berkelanjutan. Melalui komitmen pelepasliaran 2,5 persen hasil budidaya sidat ke perairan umum, juga membantu meningkatkan tingkat keberlangsungan hidup sidat menjadi lebih dari 90 persen.
Tidak hanya mengedepankan budi daya berkelanjutan, Proyek IFish juga mengajak peran serta koperasi perempuan di Kampung Sidat Kaliwungu untuk dapat mengolah sidat melalui pendekatan nol limbah (zero waste) yang komprehensif. Sehingga memastikan semua bagian sidat digunakan secara efektif untuk mengatasi tantangan gizi, seperti stunting.
Turini, salah satu anggota koperasi perempuan kelompok binaan IFish, yang mengolah produk sidat pada kelompok Mina Sidat Bersatu, mengatakan bahwa dirinya dan kelompoknya mendapat bimbingan dan pendampingan dari dalam mengelola sidat.
“Saya dan perempuan anggota koperasi berperan di pengolahan sidat menjadi Unagi Kabayaki. Proyek IFish mengajarkan kami cara membuat olahan sidat, seperti memanfaatkan tulang dan sirip yang tidak dipakai menjadi keripik,” terang Turini.
Tidak hanya berhenti di pengolahan keripik, melalui proyek Ifish juga berupaya mengenalkan berbagai menu olahan dari produk sampingan produksi unagi kabayaki di Kabupaten Cilacap. Dengan memanfaatkan produk sampingan tersebut, gizi tinggi sidat dapat lebih mudah diakses oleh masyarakat dan diharapkan dapat membantu menuntaskan permasalahan stunting yang masih terjadi di kabupaten tersebut. Upaya ini juga diharapkan dapat membuka akses lebih luas terhadap pendapatan yang adil bagi kaum perempuan di Cilacap.
Proyek IFish senilai USD6,1 juta itu merupakan ikhtiar dan inisiatif KKP dan FAO untuk mengarusutamakan konservasi keanekaragaman hayati dan penggunaan berkelanjutan dalam praktik perikanan darat, terutama di ekosistem air tawar bernilai konservasi tinggi yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF).
Kabupaten Cilacap sendiri merupakan salah satu dari lima area demonstrasi di Indonesia dalam proyek Ifish yang dipilih karena populasi sidat yang signifikan. Di mana saat ini sidat berada di bawah status perlindungan terbatas. Lokasi itu berfungsi sebagai model penting untuk mencapai tujuan proyek dalam melindungi ekosistem air tawar bernilai konservasi tinggi dan keanekaragaman hayatinya serta berkontribusi pada ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat lokal.
Upaya pelepasliaran itu tentu sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, yang terus mendorong pengembangan budidaya perikanan berkelanjutan. Dalam berbagi kesempatan Menteri Trenggono juga menyampaikan pentingnya praktik budidaya yang dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya dan kesehatan lingkungan.