Hilirisasi Industri di Aceh untuk Penguatan Keseimbangan Hulu hingga Hilir

:


Oleh Wandi, Selasa, 22 Februari 2022 | 11:45 WIB - Redaktur: Untung S - 613


Jakarta, InfoPublik - Program hilirisasi di Provinsi Aceh tengah dilaksanakan sebagai upaya peningkatan ekonomi. Hal itu, menjadi penting karena komoditas yang diekspor tidak berupa bahan mentah, namun komoditas yang memiliki nilai tambah lebih.

Penguatan dari hulu hingga hilir juga diharapkan membuat ekonomi Provinsi Aceh semakin berdaya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil, mendukung upaya hilirisasi di Provinsi Aceh. Ia menyebut, hilirisasi hakikatnya menciptakan nilai tambah di bagian hilir, namun juga perlu adanya penguatan di bagian hulu.

“Seperti kebijakan pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor komoditas sektor hulu berupa raw material, saat ini ekspor kita terhadap negara-negara lain sudah mulai balance malah beberapa sudah surplus. Itu salah satu dampak positif program hilirisasi dari pemerintah,” jelas Sofyan A. Djalil pada forum diskusi daring yang bertajuk Percepatan Pembangunan Industri Hilir di Aceh dalam Rangka Peningkatan Kemandirian Aceh yang diadakan oleh Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Aceh, sebagaimana siaran resminya dilansir Kementerian ATR/BPN, Senin (21/2/2022).

Terkait program hilirisasi di Aceh, Sofyan A. Djalil menyebut bahwa Aceh memiliki sektor hulu yang kuat di bidang pertanian, yang paling terkenal yaitu produksi kopi. Namun, potensi tersebut masih memerlukan beberapa pengembangan, salah satunya di bidang produktivitas.

Begitu pun dalam sektor perikanan, Sofyan A. Djalil mengimbau perlu adanya peningkatan dan penataan di beberapa hal, mengingat hasil ikan di Aceh memiliki pangsa pasar di Jepang. “Karena jika nanti penerbangan pesawat komersial yang langsung terkoneksi ke Jepang sudah berhasil dan terjadi peningkatan permintaan, tentu akan ada keteteran di sektor supply,” ujarnya.

Sofyan A. Djalil juga berkata bahwa upaya hilirisasi ini adalah tentang bagaimana meningkatkan kompetensi, khususnya dalam meningkatkan perekonomian. “Bagaimana menata industri perikanan di Aceh, mulai dari sistem penangkapan ikan, memberdayakan nelayan, juga bagaimana produk ikan beku yang diekspor ke luar negeri memenuhi standar internasional, itu yang perlu didorong,” kata Sofyan A. Djalil.

Selain itu, Sofyan A. Djalil membahas terkait peran kebijakan yang memberikan dampak ke sektor ekonomi. Menurutnya, ekonomi tidak bisa diatur oleh kebijakan yang distortive.

“Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memfasilitasi. Sebelum adanya UUCK (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cipta Kerja, red), ekonomi kita banyak diatur regulasi, para pelaku bisnis menghabiskan waktu di bidang birokrasi. Melalui UUCK sekarang, meski belum pulih namun secara garis besar sudah terlihat target-target investasi yang dicanangkan,” pungkasnya.

Lebih lanjut, Sofyan A. Djalil juga mengimbau agar qanun di Provinsi Aceh benar-benar dipikirkan secara cermat agar qanun yang ada dapat memfasilitasi dengan baik. “Kebijakan yang baik menentukan kemajuan ekonomi. Juga dependensi Aceh dengan daerah lain tidak sepenuhnya buruk asalkan saling ketergantungan. Produk Aceh bisa ke luar daerah dan produk daerah tersebut bisa masuk ke Aceh. Karena depedensi adalah keniscayaan,” tutup Sofyan A. Djalil.

Foto: Biro Humas Kementerian ATR/BPN