Pemerintah Tetap Targetkan Harga Daging Sapi Rp80 Ribu/Kg

:


Oleh Irvina Falah, Rabu, 8 Juni 2016 | 10:38 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 549


Jakarta, InfoPublik - Memasuki minggu pertama Ramadhan, Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah  tetap berpegang pada target penurunan harga daging sapi hingga Rp80 ribu perkilogram. 

Hal tersebut disampaikan Presiden usai menghadiri Rapat Kerja Pemerintah dengan seluruh Pejabat Eselon II Kementerian/Lembaga di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/6).

Ketika diminta tanggapannya oleh para jurnalis mengenai harga daging sapi yang dinilai masih tinggi, Presiden menyampaikan bahwa sebagian daging yang diimpor masih belum sampai, sehingga untuk saat ini hasil kebijakan tersebut masih belum dapat dilihat. "Nanti dilihat. Ini kan sudah dimulai, tidak mungkin turun dalam satu, dua, atau tiga hari. Nanti kalau harganya sudah pada posisi yang kita inginkan, saya akan ke pasar. Sebagian daging kan belum sampai. Nanti kalau sudah sampai saya baru bicara," jawab Presiden.

Presiden juga mengutarakan usaha yang sedang dilakukan pemerintah untuk menindaklanjuti harga daging sapi yang tinggi di bulan Ramadhan ini. Presiden mengatakan, di bulan Ramadhan ini, permintaan pasar akan daging sapi semakin meningkat. Oleh karena itu, pemerintah akan menaikkan persediaan stok daging sapi di pasaran.

"Ya perbanyak supply. Ini kan supply dan demand. Kalau demand-nya naik sementara supply tidak dinaikkan, harga pasti akan merangkak naik. Tapi kalau dipasok dengan jumlah yang lebih dari cukup, harga pasti turun. Tapi nanti dilihat ya," terang Presiden.

Sebelumnya, Presiden telah memberikan instruksi kepada sejumlah menteri terkait agar berupaya menurunkan harga daging sapi hingga di bawah Rp80 ribu perkilogram sebelum Lebaran tiba. Presiden mengeluhkan tingginya harga daging sapi di pasar domestik yang mencapai Rp120-130 ribu perkilogram. Setiap menjelang Lebaran, inflasi pada komoditas ini malah bisa menaikkan harganya hingga Rp15 ribu perkilogram. "Bertahun-tahun ini terjadi dan dianggap biasa. Bagi saya, ini tak biasa," ujar Jokowi saat itu.