Konsep Blue Economy Jadi Masa Depan Negara Kepulauan

: Rektor IPB University Prof. Arif Satria menyampaikan keterangan kepada wartawan tentang penandatanganan MoU yang dilakukan pada saat 5th Ministrial Meeting Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 di Media Center KTT AIS Forum, Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (10/10/2023). Kerja sama tersebut terkait Menjaga keseimbangan antara pengembangan sosio-ekonomi di kawasan laut dengan lingkungan hidup harus tetap dijaga dan menjadi kesepakatan AIS Forum. Infopublik/Amiriyandi


Oleh Tri Antoro, Rabu, 11 Oktober 2023 | 09:30 WIB - Redaktur: Untung S - 134


Badung, InfoPublik - Penerapan konsep ekonomi biru atau blue economy berpeluang menjadi medium yang efektif dalam melindungi masa depan negara-negara pulau dan kepulauan di dunia.  Sehingga, masyarakat di wilayah tersebut dapat meraih kesejahteraan. 

Oleh karena itu, isu yang berkaitan dengan penerapan ekonomi biru harus masif digaungkan dalam puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island State (AIS) Forum 2023 di BNDCC, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali pada Rabu (11/10/2023). 

Dari ajang itu, dapat membuka peluang kerja sama ekonomi biru antarnegara peserta KTT AIS Forum 2023, termasuk bagi negara yang sudah berhubungan diplomasi dengan Indonesia dapat diperkuat peningkatan kerja sama yang dilakukan. 

“Soal blue economy bisa menjadi kendaraan bersama negara-negara kepulauan menuju kesejahteraan menghadapi tantangan dunia,” kata Rektor Institute Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria saat  saat memberikan keterangan pers di Media Center KTT AIS Forum  2023 di BNDCC, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali pada Selasa (10/10/2023).

Menurut Arif, kemampuan Indonesia menjalin kerja sama pengembangan ekonomi biru sudah mulai dilakukan dalam beberapa waktu belakangan. Contohnya, saat IPB berkolaborasi dengan Universitas Padjajaran (Unpad) pada 29 Agustus 2023 untuk memberikan peningkatan kapasitas nelayan di perairan di negara Madagaskar.  

Peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah memulai penggunaan teknologi fishing aggregative device (fad) 4.0 pada setiap nelayan melakukan  aktivitas memancing. Sehingga, hasil tangkapan ikan dapat terus ditingkatkan secara masif di masa depan kelak. 

Penggunaan berbasis teknologi  tersebut, lanjut Arif, tentunya dapat membuat kegiatan memancing lebih efisien dengan mengutamakan hasil tangkapan. Dampaknya, dapat menjaga keberlangsungan perikanan di wilayah Madagaskar. 

“Ada peningkatan capacity building bagi nelayan di Madagaskar,” kata Arif. 

Arif menjelaskan, pola kerja alat tersebut, adalah perangkat yang digunakan dalam industri perikanan untuk menarik dan mengumpulkan ikan di suatu area tertentu dalam perairan laut. Alat tersebut, dirancang untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan dengan menciptakan lingkungan yang menarik bagi ikan untuk berkumpul.

Alat itu, ditempatkan di perairan laut dengan diikat ke dasar laut dengan tali atau rantai. Rumpon sering ditempatkan di lokasi-lokasi di mana ikan berkumpul secara alami, seperti di dekat perairan yang lebih dalam atau di sekitar struktur alami seperti terumbu karang.

Penggunaan alat rumpon perikanan adalah topik yang penting dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Upaya dilakukan dalam rangka mengembangkan teknologi dan praktik yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan ala itu,  mengurangi dampak negatifnya terhadap ekosistem laut.

“Rumpon didesain sedemikian rupa, untuk mendukung aktivitas nelayan,” pungkas Arif. 

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Dian Thenniarti
  • Jumat, 6 September 2024 | 21:43 WIB
Kemenhub Ingatkan Pentingnya Penggunaan AIS di Perairan Indonesia
  • Oleh Fatkhurrohim
  • Senin, 2 September 2024 | 23:57 WIB
Luhut dan Presiden Zanzibar Bahas Kerja Sama Blue Economy di Bali
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Jumat, 26 Juli 2024 | 22:39 WIB
Indonesia Siap Gelar Dua Forum Asia-Afrika di Bali pada September 2024
  • Oleh Tri Antoro
  • Senin, 18 Desember 2023 | 21:02 WIB
Presiden Jokowi Pimpin Empat Agenda KTT ASEAN-Jepang