- Oleh Untung Sutomo
- Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:30 WIB
: Ilustrasi galon sekali pakai berlabel BPA Free/Foto: Istimewa
Jakarta, InfoPublik - Pakar ilmu pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengkritisi label Bisfenol A (BPA) Free yang dicantumkan pada galon sekali pakai. Pasalnya, itu akan merugikan konsumen karena menyembunyikan informasi senyawa lain yang berbahaya tapi tidak diklaim.
“Kalau produsen galon sekali pakai mengklaim produknya BPA Free, itu artinya sebenarnya bagi konsumen dirugikan, karena ada informasi yang disembunyikan. Ada senyawa lain yang berbahaya tapi tidak diklaim,” ujar Pakar Ilmu Pangan IPB, Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., D.E.A. dalam keterangan tertulisnya yang diterima InfoPublik, Rabu (1/11/2023).
Sebelumnya, Pakar Ilmu Pangan itu sudah menyampaikan paparannya mengenai BPA Free di Webinar World Food Day 2023 yang diselenggarakan Forum Mahasiswa Ilmu Pangan atau Formasip IPB baru-baru ini.
Dia menegaskan, bahwa sebetulnya klaim BPA Free terhadap galon sekali pakai itu itu belum menjamin bahwa kemasan tersebut sudah aman. “Kecuali, kalau klaim BPA Free-nya itu dipakai untuk plastik-plastik lain yang benar-benar aman dan bahan plastiknya itu ada bahan BPA-nya,” tukasnya.
Karenanya, dia mengusulkan agar pemakaian klaim BPA Free galon sekali pakai itu perlu dipertimbangkan atau ditinjau kembali. “Saya kira sudah urgen ya, karena banyak yang sudah menggunakan klaim BPA Free padahal plastiknya dari bahan PET yang mestinya ada jenis migrasi lain yang juga beresiko terhadap kesehatan,” katanya.
Apalagi sekarang, menurut Nugraha, sudah sering muncul iklan-iklan galon sekali pakai yang dengan sangat masif menyebutkan produknya BPA Free di berbagai televisi.
Sebenarnya, lanjut Nugraha, kalau mengacu peraturan tentang label pangan olahan, tidak boleh ada yang mengklaim bebas dari suatu bahan kalau memang produk tersebut itu secara alami tidak menggunakan bahan atau tidak terdapat senyawa tersebut. Dia mencontohkan seperti minyak goreng sawit jika mencantumkan keterangan “non kolesterol”.
“Itu di dalam BPOM saya ambil persis, saya copy paste. Keterangan ‘tanpa kolesterol’ pada produk disilang (dilarang). Artinya, klaim BPA Free ini juga salah sebenarnya pada galon PET (sekali pakai), karena secara alami memang sama sekali tidak perlu BPA untuk membuat plastik PET,” ucapnya.
Jadi, tegasnya, tidak boleh plastik yang secara teknis atau practical yang tidak memerlukan itu mengklaim bebas BPA Free, apalagi untuk PET. Dia mengatakan PET itu sebenarnya ada resiko lain dari senyawa-senyawa yang terdapat pada kemasannya seperti Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), Asetaldehid dan Antimon.
“Jadi, kesannya seperti menutupi dengan mengkampanyekan dianya sehat tapi sebenarnya ada resiko lain bagi konsumen yang mereka harus tahu juga. Harus dikasih tahu bahwa sebenarnya di PET pun ada resiko lain dari senyawa EG, DEG, antimon trioksida dan asetaldehida,” ujarnya.
Dia mengkhawatirkan apa yang dilakukan produsen galon sekali pakai ini dengan melabeli BPA Free terhadap kemasannya yang jelas-jelas tidak terbuat dari bahan BPA, ini juga akan diadopsi untuk plastik lain juga, misalkan PVC, PS dan melamin yang semuanya memiliki senyawa-senyawa yang beresiko terhadap kesehatan.
Di acara yang sama, Pakar Pangan lainnya dari IPB, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. mengatakan regulasi keamanan pangan diskriminatif yang hanya diberlakukan pada satu produk tertentu saja bukan prinsip regulatory yang baik. Menurutnya, hal itu bisa menyebabkan tujuan dari kebijakan yang mau dibuat itu tidak tercapai.
“Jadi, penelitiannya harus lengkap agar efektif dan efisien. Karena, kalau hanya parsial, bisa jadi tujuan dari kebijakan itu tidak tercapai,” ungkapnya.