:
Jakarta, InfoPublik - Pemerintah menetapkan evakuasi korban bencana, dan masa tanggap darurat bencana gempa Sulawesi Tengah (Sulteng) berakhir pada 11 Oktober 2018.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pada acara Diskusi Media FMB 9 di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (7/10).
Disebutkan berdasarkan data terakhir BNPB, sampai Minggu (7/10) pukul 13.00 WIB tercatat jumlah relawan dan personel yang membantu penanganan pascabencana di Sulawesi Tengah sebanyak 8.223 orang.
"Mereka terdiri dari kalangan militer 6.338 orang, kalangan sipil 1.560 orang dan dari kalangan militer asing sebanyak 325 orang. Sebenarnya fakta di lapangan, relawan yang bekerja lebih dari 8.223 orang. Karena beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non Governmental Organization belum melapor ke posko darurat," kata Sutopo.
Untuk itu BNPB mengimbau agar seluruh LSM/NGO maupun ormas untuk segera mendaftar ke posko agar terdata kemana saja sebarang wilayah kerjanya.
"Sejauh ini, sudah ada 51 alat berat digunakan. Alat berat juga masih dalam perjalanan untuk di wilayah likuifaksi yang memerlukan eksavator amfibi. Karena lumpurnya masih basah, maka diperlukan 6 unit khususnya di daerah Jono Oge (Kabupaten Sigi). Karena di wilayah itu diperkirakan ada 366 unit bangunan rusak. Area terdampak likuifaksi mencapai 202 ha," papar Sutopo.
Lalu untuk evakuasi, ternyata banyak masyarakat yang ingin pindah ke kota lain. Ada 8.110 orang yang telah meninggalkan Palu menuju kota-kota lain seperti Makassar, Manado hingga ke Jakarta. Sebanyak 6157 orang telah dievakusi dengan pesawat. Kondisi evakuasinya sudah tidak padat lagi, semua kondisi tertib.
"Warga yang ingin keluar sementara menumpang ke rumah sanak saudaranya. Pemerintah memfasilitasi lewat darat dan laut. Fokus untuk evakuasi korban terutama daerah terdampak luas. Hal ini terdapat di perumnnas Balaroa, karena mengalami amblesan dan kenaikan tanah sekaligus," ujar Sutopo.
Dia menyebutkan menurut kepala desa Patobo, hingga kemarin (6/10) ada 155 orang ditemukan tewas, dan masih ada 5 ribu belum ditemukan.
Untuk penanganan medis ada 146 tim yang totalnya berjumlah 1175 orang tenaga medis. "Pemerintah juga sudah menyediakan RS terapung yaitu KRI Dr, Suroso dan sudah melayani korban, bahkan sudah ada yang dioperasi," ungkapnya.
Dalam penanganan terkait kesehatan, ada 3 sub klaster. Pertama, subklaster gizi. Kedua sub klaster kebutuhah lingkungan, dalam pelayanan masyarakat ada yang sifatnya statis dan ada yang sifatnya mobile (bergerak), juga ada juga sub klaster pelayanan gizi. Total ada 9 RS yang telah beroperasi. Sedangkan distribusi logistik, untuk 4 kecamatan terisolir diberikan dengan bantuan dropping dari helicopter.
"Terisolir karena akses ke lokasi rusak, dalam hal ini dari PUPR terus berupaya membuka akses tadi. Untuk bantuaan penanganan kondisi pelabuhan Pantoloan sudah normal, dioperasikan baik untuk penumpang maupun penerimaan," pungkasnya.