Cerita Orang Tua yang Kehilangan Anaknya Usai Minum Paracetamol

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Minggu, 23 Oktober 2022 | 14:18 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 9K


Jakarta, InfoPublik - Soliha kaget, panas anaknya tak kunjung turun setelah diberi minum paracetamol sirop. Padahal, dari pengalaman sebelumnya, jika anak panas, obat sirop penurun panas itu menjadi andalannya. Obat itu juga cespleng menurunkan panas sang anak. Tapi kali ini ternyata tidak.

Sehari setelah minum obat itu, panas sang anak yang berusia 3,5 tahun sempat turun tapi kembali naik keesokannya dan semakin parah. Pada Ahad (9/10/2022), dini hari anaknya muntah hebat. Kurang lebih 15 kali sang anak muntah. "Isi perutnya keluar semua. Muntahnya berwarna kuning kehijauan," kata Soliha, di Depok, Sabtu (22/10/2022).

Soliha kalut. Pagi harinya, ia membawa anaknya ke klinik terdekat untuk segera mendapat penanganan. Di klinik, dokter memberi obat mual, panas, pilek, dan oralit. Setelah dikonsumsi, kondisi sang anak mulai menunjukkan kemajuan. Sang anak mulai nafsu makan dan minum. Tapi lagi-lagi sang anak kembali muntah. Bahkan sejak hari itu anaknya tak pernah buang air kecil.

Karena masih muntah dan tak bisa buang air kecil, Soliha membawanya ke RS Bunda Aliyah, Depok. Dokter menyarankan sang anak cek darah. Hasilnya mengagetkan. Sang anak divonis mengalami gagal ginjal akut stadium 3. Dokter merekomendasikan putrinya untuk dibawa ke ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Di masukkan ke PICU Rumah Sakit Bunda Aliyah, Depok, kondisi putrinya tetap memburuk. Semalam di ruang PICU, tingkat stadium gagal ginjal akut anaknya meningkat dari 3 menjadi 6. Karena stadiumnya meningkat, dokter menyatakan sang anak harus cuci darah. Karena rumah sakit itu tak memiliki fasilitas Hemodialisa (HD), dokter menyarankan sang anak dipindah ke rumah sakit yang ada fasilitas Hemodialisa (HD).

Sang anak akhirnya dipindah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada, Selasa (11/10/2022). Di RSCM kondisi anaknya tak kunjung membaik. Ingatannya sempat hilang dan sempat tidak mengenali orangtuanya. Penglihatannya juga mulai kabur. "Dia sempat tidak mengenali saya," kata Soliha, di Depok, Sabtu (22/10/2022).

Saat hendak dipasang peralatan HD guna cuci darah pertama, detak jantung anaknya sempat berhenti. Dokter akhirnya memasang alat pacu jantung dan ventilator. Pada Jumat (14/10/2022), sang anak akhirnya mulai menjalani cuci darah. Selama 5 jam proses cuci darah, kondisi sang anak naik turun.

"Setelah kena cuci darah itu, tetap di selang pipisnya enggak keluar sama sekali air kencingnya," kata Soliha.

Sabtu malamnya, kondisi anaknya memasuki masa kritis. Saturasi oksigennya di bawah 40. Ventilator kembali dipasang. Doa tak henti-hentinya dipanjatkan agar kondisi anaknya membaik. Namun, takdir berkata lain. Minggu (16/10/2022) sekitar pukul 08.20, dokter menyatakan nyawa sang anak tak bisa diselamatkan. Sang anak dipanggil sang Khalik. Soliha terpukul hebat.

Cerita serupa tak hanya dialami keluarga Soliha. Puluhan orang tua juga menceritakan kepedihan serupa. Anak-anak mereka yang semula mengalami panas tinggi diberi paracetamol sirop. Namun fatal. Obat yang panas yang diduga mengangdung senyawa kimia berhaya itu malah berujung pada kematian. Obat yang masih dalam penelitian itu diduga menjadi penyebab anak-anak terkena gagal ginjal akut.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, hingga Jumat (21/10/2022) kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) telah mencapai 241 kasus. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya, yaitu 206 kasus pada Selasa (18/10/2022). Kasus itu sudah menyebar di 22 provinsi.

Dari 241 kasus itu sebanyak 133 orang atau 55 persen meninggal.(*)

(Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers di Kantor Kementrian Kesehatan, Jakarta, Jumat (21/10/2022). Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan berdasarkan data per 21 Oktober 2022, jumlah kasus gangguan ginjalÊakut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak sebanyak 241 kasus di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari jumlah kasus. Kasus gagal ginjal akut itu diduga disebabkan senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di atas ambang batas pada obat-obatan yang dikonsumsi. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz.)