Negara Perlu Membatasi Konsumsi Gula Warganya

:


Oleh Fajar Wahyu Hermawan, Kamis, 29 September 2022 | 08:51 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 3K


Jakarta, InfoPublik - Sebuah cuitan soal es teh kekinian ramai menjadi perbincangan di twitter, akhir pekan lalu. Dalam cuitannya pemilik akun @Gandhoyy mengatakan minuman Chizu Red Velvet dari Es Teh terlalu manis. Saking manisnya ia menganalogikan seolah-olah minuman itu mengandung 3 kilogram gula.

Pihak Es Teh terganggung dengan cuitan @Gandhoyy itu. Mereka pun mengancam akan mensomasi @Gandhoyy. Merasa bersalah dengan cuitannya, @Gandhoyy langsung meminta maaf kepada Es Teh Indonesia.

Netizen mengecam somasi yang bakal dilayangkan pihak Es Teh Indonesia itu. Ada juga nitizen yang meminta agar perusahaan minuman memaparkan informasi kandungan gula dalam minuman tersedia bagi publik.

Gula memang banyak diperbicangkan dalam dunia kesehatan. Karena gula ini menjadi salah satu penyebab diabetes. Data International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia bisa dapat mencapai 28,57 juta pada 2045. Jumlah ini membengkak 47% dibandingkan pada 2021 yang mencapai 19,47 juta.

Dalam 10 tahun terakhir jumlah penderita diabetes memang terus membengkak. Penderita diabetes melejit 167% dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 yang mencapai 7,29 juta.

Angka kematian yang diakibatkan oleh diabetes pada 2021 di Indonesia mencapai 236.711 jiwa. Jumlah ini meningkat 58% dibandingkan dengan 2011 yang mencapai 149.872 jiwa.

Secara umum, IDF memperkirakan jumlah penderita diabetes di dunia dapat mencapai 783,7 juta orang pada 2045. Jumlah ini meningkat 46% dibandingkan jumlah 536,6 juta pada 2021.

Menurut IDF Diabetes Atlas edisi 10 pada 2021, 537 juta orang dewasa dengan rentang usia 20-79 tahun menderita diabetes atau 1 dari 10 orang menderita diabetes di seluruh dunia. Diabetes menyebabkan 6,7 juta kematian pada tahun 2021.

IDF mencatat, sebanyak 541 juta orang dewasa memiliki Gangguan Toleransi Glukosa (IGT), yang menempatkan mereka pada risiko tinggi diabetes tipe 2.

Diabetes merupakan penyakit kronis yang paling tinggi kenaikan angka prevalensinya. Penyakit ini masuk 10 besar penyebab kematian di dunia.

IDF mencatat, lebih dari 4 dari 5 atau sekitar 81 peren orang dewasa penderita diabetes tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukkan, tren prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia meningkat dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen.

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi karena peningkatan kadar glukosa akibat resistensi insulin atau kekurangan insulin

Silvia Nurvita dalam Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (2022) menyebut penyakit diabetes melitus tipe II merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan yang disignifikan di Indonesia. Hasil Riskesdas Tahun 2018 menjelaskan, prevalensisi penyakit hipertensi meningkat dari 25,8% menjadi 34,1% pada kelompok umur 18 tahun ke atas. Sedangkan prevalensisi penyakit diabetes melitus meningkat dari 6,9% menjadi 10,9% pada rentang usia di atas 15 tahun.

Karena menjadi penyakit yang mematikan, sejumlah negara mulai mengeluarkan kebijakan pembatasan konsumsi gula. Australia misalnya. Sejak 2018, lembaga Australian Beverages Council, yang membawahi industri minuman non-alkohol, mengumumkan komitmen mereka untuk mengurangi kandungan gula hingga 20 persen pada 2025.

Pun pemerintah Belgia yang mengeluarkan kebijakan pembatasan konsumsi gula pada 2015. Untuk mengurangi konsumsi itu, pemerintah setempat memberlakukan pajak tinggi terhadap produk yang mengandung gula.

Bagaimana dengan Indonesia?(*)

(Gula putih. Foto: Myriams-Fotos/Pixabay)