Menanti UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang Jadi Prioritas di 2023

:


Oleh Ahmed Kurnia, Minggu, 5 Februari 2023 | 07:36 WIB - Redaktur: Untung S - 9K


Jakarta, InfoPublik – Tak lama lagi para pekerja rumah tangga di Indonesia boleh tersenyum. Hak-hak mereka sebagai pekerja akan dilindungi. Tak ada lagi eksploitasi pekerja rumah tangga yang harus bekerja terkadang lebih dari 10-15 jam sehari dan tak mengenal hari libur atau cuti.

Pemerintah berkomitmen dan berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga,  dengan mempercepat penetapan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

“Untuk mempercepat penetapan UU PPRT, saya perintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” ujar Presiden dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 18 Januari 2023 lalu.

Menurut Presiden, hingga saat ini hukum ketenagakerjaan yang ada di Indonesia tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Sudah lebih dari 19 tahun RUU PPRT belum disahkan alias mangkrak. RUU PPRT, kata Presiden lagi, kini sudah masuk daftar RUU prioritas di 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR.

Presiden berharap regulasi tersebut dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada PRT yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta jiwa di Indonesia – ada data lain yang memperkirakan jumlah PRT mencapai 6 juta. “UU PPRT ini nantinya bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja rumah tangga dan kepada pemberi kerja, serta kepada penyalur tenaga kerja,” ujar Presiden.

Dari jumlah tenaga kerja di sektor pembantu rumah tangga di Indonesia, sekitar 84 persen di antaranya perempuan dan sekitar 20 persen pemabntu rumah tannga yang berumur di bawah 18 tahun.

RUU PPRT nantinya memang akan melindungi kepentingan relasi/hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga (majikan). Tidak hanya mengatur terkait perlindungan dan jaminan kepada PRT tetapi juga kepada Pemberi Kerja (majikan).

Secara umum RUU itu akan mencakup berbagai hal seperti hak-hak pembantu rumah tangga, pengaturan gaji, perlindungan terhadap diskriminasi, serta pengaturan masa kerja yang adil. Salah satu hak yang diatur dalam RUU ini adalah hak pembantu rumah tangga untuk mendapatkan gaji yang sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah, hak untuk mendapatkan cuti, hak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan, serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan.

Memang kerap terdengar banyak berita miris mengenai nasib pembantu yang mengalami diskriminasi dan kekerasan – bahkan termasuk kekerasan seksual. Bentuk diskriminasi dan kekerasan yang sering terjadi antara lain seperti penganiayaan, dan pembatasan gerak. Ada juga dalam bentuk intimidasi, penghinaan serta diskriminasi terhadfap gaji dan kondisi kerja yang tidak layak. Ada laporan pembantu rumah tangga yang dikurung di rumah majikannya selama berbulan-bulan tanpa diberikan hak untuk pulang ke keluarganya. Ada juga pembantu rumah tangga yang dibayar gaji yang sangat rendah atau tidak dibayar sama sekali.

Namun, mereka kebanyakan tidak melaporkan peristiwa itu kepada aparat hukum, karena mereka berpendidikan rendah dan tidak memahami seluk beluk hukum.

Hasil survei yang dilakukan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) sampai akhir tahun 2021 lalu ada lebih dari 400-an pekerja pembantu rumah tangga mengalami beragam tindak kekerasan. “Mereka mengalami berbagai aspek kekerasan seperti psiks, fisik, ekonomi, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia,” ujar Lita Anggraini, Koordinator JALA PRT, dalam sebuah diskusi online yang dikutip dari VOA 16 Jamuari 2023)

Terkait masalah gaji atau upah bagi pembantu rumah tangga di Indonesia memang sangat mengenaskan – upah mereka masih di bawah UMR. Jangan lagi dibandingkan dengan upah pembantu rumah tangga yang bekerja di negara lain. Saat ini belum ada standar gaji resmi untuk pembantu rumah tangga di Indonesia. Namun, umumnya pembantu rumah tangga dibayar antara kisaran Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan tergantung pada tingkat kualifikasi dan lokasi. Dan ada juga yang menerima upah ala kadarnya sekitar Rp1 juta dengan masa kerja yang tak tentu, artinya harus siaga 24 jam. Ingat dengan upah sebesar itu, mereka tak menerima hak cuti dan hak-hak lainnya sebagainya sebagaimana hak pekerja di sektor formal.

Ada pepatah yang mengatakan hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Itulah nasib pekerja rumah tangga di negeri ini. Kalau bekerja di negeri jiran – dikutip dari berbagai sumber – misalnya di Taiwan, para pembantu rumah tangga (di sana disebut domestic worker) mendapat upah sekitar Rp10 juta. Sementara kalau di Singapura bisa mendapat upah Rp7,2 juta (ini baru gaji pokok, belum tunjangan lainnya). Di Hong Kong bisa mendapat Rp10 juta sampai Rp15 jutaBahkan kalau di Qatar bisa upahnya mencapai kisaran Rp15 juta/bulan. Mereka bekerja diatur dalam standar perjanjian kerja yang mencakup hak dan kewajiban.

Namun begitu memang masih ada beberapa kendala dalam pembahasan tentang RUU PPRT yang sudah dimulai sejak 19 tahun silam. Yaitu masih adanya perbedaan pendapat yang cukup tajam – khususnya yang mencakup kepentingan tenaga pembantu rumah tangga dan para majikan. Problematik sosiologis masih mewarnai latar belakang sulitnya membuat aturan main yang jelas antara pekerja rumah tangga dan majikan. Sebagian besar dari mereka adalah masih terikat dalam tali kekerabatan. Sehingga para pekerja rumah tangga seolah menjadi bagian dari anggota keluarga tetapi memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang besar untuk membenahi urusan rumah tangga. Namun biang keladinya adalah kemiskinan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga mengambil langkah untuk upaya percepatan pengesahan RUU PPRT. Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengungkapkan bahwa UU itu nantinya akan mewujudkan perlindungan yang komprehensif terhadap pekerja rumah tangga sebagai bagian dari upaya menegakkan prinsip hak asasi manusia.

Menteri Bintang menegaskan, untuk mengawal pengesahan RUU PPRT, kementerian yang dipimpinnya akan segera membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PPRT yang salah satu tugasnya adalah memetakan langkah dan strategi yang harus dilakukan untuk mewujudkan keadilan bagi pekerja rumah tangga di negeri ini.

Keterangan Foto: Aksi massa menuntut pembahasan RUU PPRT/Media Indonesia