Tiga Tantangan Percepatan Pembangunan di Papua

:


Oleh Ahmed Kurnia, Kamis, 4 Februari 2021 | 05:04 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 5K


Jakarta, InfoPublik – Tantangan percepatan pembangunan di Papua mendapat perhatian khusus pemerintah. Untuk itu, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, pihaknya  telah memetakan tantangan mendasar di Papua dan Papua Barat tahun 2020-2024.

Pemetaan tersebut, jelas Suharso, setidaknya menjadi basis dalam upaya untuk percepatan pembangunan di dua provinsi tersebut. “Ada sejumlah tantangan yang dihadapi, dan kami sudah memetakannya,” katanya dalam sebuah rapat kerja yang dipimpin Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin, Jakarta (28/1/2021).

Rapat bersama di Istana Wapres itu diikuti sejumlah menteri dan pimpinan lembaga. Rapat membahas sejumlah isu;  Politik, Hukum, dan Keamanan terkait Inpres No. 9/2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Menurut Suharso ada tiga tantangan yang dihadapi oleh Provinsi Papua dan Papua Barat. Yaitu, tantangan yang dihadapi dalam konteks global yaitu target Sustainable Development Goals (SDG’s) 2030, isu lingkungan hidup, dan perhatian internasional terkait isu hak-hak asasi manusia (HAM). Sementara dalam konteks nasional, Papua dihadapkan pada tantangan berakhirnya kebijakan Dana Otsus (yang jumlahnya 2% dari DAU Nasional) pada tahun 2022 serta perlunya keterpaduan kebijakan dan program Kementerian/Lembaga untuk Papua dan Papua Barat.

Dari perspektif konteks daerah, Papua dihadapkan pada tantangan kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah. Angka kemiskinan di Papua yaitu sebesar 26,55% dan Papua Barat 21,51% atau merupakan angka kemiskinan tertinggi se-Indonesia, IPM pada 2019 adalah 60,84 atau terendah se-Indonesia, lemahnya manajemen pelaksanaan otonomi khusus, kesenjangan ekonomi antar wilayah di pantai dan di pegunungan di Papua, masalah keamanan di wilayah pegunungan dan tuntutan dialog dengan Jakarta.

Agar program percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat tersebut tidak terhambat maka diperlukan situasi politik, hukum, dan keamanan (Polhukam) yang kondusif. “Oleh karena itu, saya minta melalui pertemuan ini kita dapat memastikan bahwa Bidang Polhukam di Papua dan Papua Barat dapat tertangani dengan baik dan selaras dengan upaya percepatan pembangunan kesejahteraan sesuai amanat Inpres 9/2020,” ujar Wapres K.H. Ma’ruf Amin.

Sebelumnya, pada 29 September 2020 lalu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Inpres No. 9/2020 dan dalam instruksi tersebut ada perintah khusus bagi jajaran menteri, TNI, Polri dan lembaga negara, serta pemerintah daerah (pemda). Mereka diminta mengambil langkah-langkah terobosan, terpadu, tepat, fokus dan sinergi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi. Tujuannya, mempercepat pembangunan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat yang mencakup ttujuh bidang prioritas, yaitu kemiskinan, pendidikan, kesehatan, UMK, ketenagakerjaan, pencapaian SDGs, dan infrastruktur.

Dalam forum rapat tersebut Kepala Bappenas menyampaikan ada empat pendekatan untuk mendukung pelaksanaan Inpres No.9/2020 itu. Pertama menggunakan Pendekatan Kesejahteraan, yakni dengan memastikan kebijakan percepatan pembangunan dengan berbasis pada tujuh wilayah adat dan memilih kegiatan prioritas sebagai "window" yang bersifat quick wins dan terpadu.

Kedua, Pendekatan Politik dan Keamanan, yaitu memantapkan pelaksanaan UU 21/2001 Tentang Otsus melalui revisi UU Otsus, menjajaki dan melaksanakan pembentukan provinsi baru, kebijakan keagamaan yang menghormati kearifan lokal dan HAM dalam semangat NKRI.

Ketiga, Pendekatan Dialog Kultural, yaitu memetakan kelompok sosial strategis Papua, melaksanakan dialog kultural dengan kelompok-kelompok sosial strategis, melaksanakan kegiatan quick wins di aspek sosial-budaya yang menyentuh kebutuhan segmen sosial Papua.

Keempat, Pendekatan Komunikasi dan Diplomasi, yaitu memperkuat narasi tunggal terobosan pembangunan Papua, membangun kolaborasi dengan berbagai institusi, tokoh dan kaum muda sebagai influencer, memperkuat diplomasi publik ke komunitas internasional.

“Empat pendekatan inilah yang akan kami implementasikan supaya dapat mempercepat pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat,” ujar Suharso lagi.

Otonomi Khusus

Sementara itu kelanjutan pemberian Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua akan berakhir pada tahun 2021 ini – seperti yang diatur dalam UU No. 21/ 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Seperti diketahui, sepanjang periode 2002 hingga 2020, Kementerian Keuangan mencatat penyaluran Dana Otsus ke Papua sudah mencapai Rp93,05 triliun dan Papua Barat sebesar Rp33,95 triliun. Secara keseluruhan, total dana Otsus Papua yang telah disalurkan dari APBN sepanjang periode tersebut mencapai Rp126,99 triliun.

Kelanjutan pemberian Dana Otsus untuk Papua tampaknya masih dalam kajian. Sinyal dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menganggap dana tersebut masih dibutuhkan oleh masyarakat Papua. 

Dengan berakhirnya pelaksanaan Otsus ini, banyak kalangan yang berharap akan lahir sebuah keputusan yang lebih baik, tidak sekadar memperpanjang Dana Otsus, tetapi kebijakan pembangunan yang lebih tepat dan sesuai dengan masyarakat Papua. Tentunya Pemerintah diharapkan memiliki konsep pembangunan yang sesuai dengan kearifan lokal yang tergambar dalam kondisi masyarakat, budaya serta lingkungan setempat yang sesuai dengan kerangka NKRI.

Harapannya adalah perlunya sebuah terobosan dan pendekatan yang lebih komunikatif, partisipatif, dan terbuka. Inilah yang menjadi basis kebijakan Presiden Joko Widodo yang meminta para pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah-langkah terobosan, terpadu, tepat, fokus dan sinergi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi – untuk kesejahteraan warga Papua.