Vaksin Merah Putih dan Kedaulatan Nasional

:


Oleh Ahmed Kurnia, Minggu, 31 Januari 2021 | 06:08 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik – Sektor farmasi dan Kesehatan harus tetap berjalan di tengah kepungan berbagai pembatasan akibat dari pandemi Covid-19. Ketika diberlakukan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) dan kemudian menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) maka produksi, pengadaan dan distribusi obat-obatan, alat pelindung diri, serta pendukung alat kesehatan lainnya, tak boleh terhenti. Termasuk dalam hal penyediaan vaksin.

Pada awal Januari 2021 lalu, Pemerintah RI diwakili Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangani formulir permintaan vaksin bagian B (Vaccine Request Form Part B) untuk melengkapi formulir permintaan COVAX Facility.  Penandatanganan tersebut – meski dilakukan dilakukan secara virtual – menunjukkan bukti komitmen Indonesia yang bergabung dalam GAVI COVAX Facility dan sekaligus Pemerintah RI terus berupaya menjamin ketersediaan vaksin.

Ini merupakan tindak lanjut langkah politik luar negeri Pemerintah RI di kancah global dalam upaya mengamankan perolehan vaksin yang telah menjadi barang langka, yang diperebutkan oleh banyak negara non produsen vaksin.

Sebelumnya Menlu Retno Marsudi sudah bergerak cepat sejak medio 2020 silam. Menurut dia, salah satu elemen penting dari upaya pengadaan vaksin ini adalah melalui “diplomasi vaksin”, baik lewat jalur bilateral dengan berbagai negara produsen vaksin di dunia, maupun melalui kerjasama multilateral. “Diplomasi aktif untuk mendukung upaya ketersediaan vaksin dengan tugas utama membuka akses, meratakan jalan, dan mengatasi berbagai kendala yang muncul,” kata Menteri Retno.

Salah satu implementasi “diplomasi vaksin” yang dilakukan Menteri Retno ketika pada Agustus 2020 bersama Menteri BUMN ditugaskan untuk membuka akses kerjasama dengan beberapa pengembang vaksin, termasuk Sinovac dari Tiongkok. “Pada Oktober 2020 menjajaki kerjasama dengan AstraZeneca dan kerjasama vaksin multilateral melalui Gavi COVAX Facility,” tambahnya lagi.

Indonesia kini tercatat menjadi salah satu negara yang tergabung dalam AMC92 (Advance Market Commitment). yang berkesempatan untuk mendapatkan vaksin dengan subsidi penuh untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi 20% dari total populasi Indonesia, yaitu sekitar 54 juta orang. Pengiriman vaksin melalui COVAX Facility akan dilakukan secara bertahap yaitu 3% pada kuartal pertama tahun 2021 – dan juga secara proporsional kepada negara AMC92 lainnya. Hingga saat ini, terdapat 17 portofolio kandidat vaksin dalam COVAX Facility, termasuk vaksin AstraZaneca, Moderna, dan Novavax.

Saat ini, Indonesia sudah mengantongi komitmen untuk pengiriman 125 juta dosis dari Sinovac, 50 juta dosis dari AstraZeneca, dan 50 juta dosis dari Novavax. Total ada 225 juta dosis vaksin COVID-19 yang dalam waktu dekat akan masuk ke Indonesia. “Ini berita baik untuk seluruh masyarakat Indonesia. Melalui penandatanganan form B dari COVAX Facility tersebut, kita dapat memperoleh akses hingga maksimal 108 juta dosis vaksin gratis dari GAVI,” ujar Menteri Budi Gunadi Sadikin.

PT Bio Farma (Persero) – dari mengawal distribusi menjadi produsen vaksin

Sementara itu, Pemerintah juga tidak hanya mengandalkan vaksin dari luar. Adalah PT Bio Farma (persero) sudah mendapatkan penugasan untuk mengawal program vaksinasi Covid-19 melalui produksi dan distribusi vaksin. Perusahaan yang bermarkas di Bandung itu sudah memiliki pengalaman lebih dari 100 tahun dalam menanggulangi penyakit menular.

Sejarah PT Bio Farma bermula dari berdirinya Parc Vaccinogene atau Lembaga Pengembangan Vaksin Negara di masa Pemerintahan Hindia Belanda pada 6 Agustus 1890 silam. Di awal pendiriannya, Lembaga ini diberi tugas khusus untuk memberantas penyakit cacar yang bermula menjangkit di Eropa (di abad ke-15) dan kemudian menjalar ke seluruh dunia – termasuk ke Kawasan Hindia Belanda.

Di Hindia Belanda, Parc Vaccinogene diberi tugas mengupayakan distribusi vaksin cacar dari Belanda menuju ke Batavia dan kemudian dikirim ke berbagai penjuru nusantara. Dalam proses selanjut, Parc Vaccinogene yang awalnya hanya mendistribusikan vaksin cacar, kemudian berubah menjadi produsen vaksin untuk mempercapat penanganan wabah. Sejak 1895, Lembaga ini berubah nama menjadi Parc Vaccinogene en Instituut Pasteur. Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga ini beberapa kali berganti nama, hingga akhirnya sejak 1977 memakai nama PT Bio Farma (persero).

Perusahaan pelat merah itu kini bertanggungjawab mengelola dan mendistribusikan 3 juta dosis vaksin Sinovac asal Tiongkok yang dibeli Pemerintah Indonesia – yang pengirimannya sudah dilaksanakan di penghujung tahun 2020 silam. Tahap selanjutnya Bio Farma bekerja sama dalam proses transfer teknologi dengan Sinovac Biotech Ltd dalam mengimpor bahan baku pembuatan vaksin yang produksinya di Bandung. Dari skema kerja sama ini, Bio Farma mengantongi target memproduksi 250 juta dosis vaksin dalam setahun. Atau sekitar menyediakan sekitar 16 juta hingga 17 juta dosis vaksin per bulannya.

Untuk memproduksi vaksin hasil kerja sama dengan Sinovac ini, Bio Farma sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebelumnya, Bio Farma juga sudah ditetapkan sebagai produsen potensial dalam penyediaan vaksin Covid-19 oleh The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) – merupakan koalisi global antara pemerintah, swasta, dan filantropis yang bermarkas di Oslo, Norwegia.

Sebelumnya, Bio Farma sejak tahun 1997 sudah menjadi salah satu dari 29 produsen vaksin di dunia yang memperoleh pra-kualifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Vaksin yang selama ini sudah diproduksi oleh perusahaan farmasi pelat merah itu antara lain vaksin influenza, polio, campak, dan Hepatitis B.

Pra-kualifikasi ini tentu menjadi modal untuk memenuhi persyaratan good manufacturing practices (GMP) sesuai ketentuan WHO. Maka vaksin Covid-19 produksi Bio Farma – yang kini menjadi prioritas produksi tanpa mengganggu pembuatan vaksin lainnya – menjadi layak dan dijamin aman untuk didistribusikan di seluruh dunia. Dirut PT Bio Farma Honesti Basyir menyampaikan bahwa untuk memenuhi pesanan dari CEPI yang mencapai 100 juta dosis per tahun dengan produksi akan dimulai akhir kuartal IV-2021. Jumlah ini masih jauh di bawah kemampuan Bio Farma yang pernah menghasilkan 3,9 miliar dosis vaksin setahun pada tahun 2016 silam.  

 

Vaksin Merah Putih

Sementara itu, Pemerintah juga sedang mengembangkan vaksin COVID-19 buatan dalam negeri – disebut vaksin Merah Putih – yang dikembangkan oleh Lembaga Biomolekuler Eijkman (LBME). “Vaksin Merah Putih ditargetkankan memasuki uji klinis pada Juni 2021 mendatang,” kata Menteri Budi. Diperkirakan vaksin ini siap edar di akhir tahun 2021 mendatang.

Ia menjelaskan vaksin Merah Putih harus melewati tiga tahapan, sebelum diedarkan ke masyarakat. Saat ini, vaksin buatan anak bangsa tersebut masih dalam tahap pertama yakni riset dan pengembangan (R&D) yang akan menghasilkan bibit atau seed. Tahapan kedua, karakterisasi atau pembersihan bibit vaksin. Tahapan ketiga, filling (pengisian) dan finishing (penyelesaian) dengan mencampur sedikit cairan sehingga menjadi vaksin jadi dan siap edar.

Setelah tahap pertama selesai, bibit vaksin (seed) nantinya akan diserahkan LBME ke Bio Farma untuk kemudian dilakukan pengembangan tahap selanjut, termasuk uji praklinis dan klinis.

"Vaksin Merah Putih akan memberikan kepada kita kedaulatan nasional. Pengembangan vaksin adalah proses yang kompleks. Saat ini kami menggunakan metode paling efisien dengan percepatan, yaitu tidak melakukan satu per satu tapi paralel. Kuncinya: proses ini tidak yang dapat berdiri sendiri, semuanya harus berkolaborasi,” ujar Prof. Herawati Sudoyo -Supolo, Wakil Kepala LBME Bidang Penelitian Fundamental. Lebih lanjut ia menambahkan, upaya yang sudah dilakukan Lembaga Eijkman agar semuanya dengan cepat dapat memproduksi vaksin yang aman dan manjur.

Proses pengembangan vaksin Merah Putih oleh para ilmuwan asal Indonesia ini bukan hanya untuk kemandirian dalam produksi vaksin Covid-19 tetapi juga sekaligus menjaga kedaulatan nasional.

 

Keterangan Foto: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, 9 Desember 2020/Antara.