Memahami Pengenaan Tarif PPN 11 Persen

:


Oleh DT Waluyo, Jumat, 1 April 2022 | 12:22 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 1K


Jakarta, InfoPublik – Penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10%  menjadi 11%, resmi berlaku hari ini, Jumat (1/4/2022). Sebagaimana keterangan resmi Kementerian Keuangan (https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-penyesuaian-tarif-ppn-11-mulai-1-april-2022/) ketentuan tarif PPN tersebut merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.

PPN adalah pemungutan pajak terhadap tiap transaksi atau perdagangan berupa jual beli produk atau jasa kepada wajib pajak orang pribadi, badan usaha maupun pemerintah.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, naiknya tarif PPN untuk menambah penerimaan negara. Pasalnya, selama pandemi APBN sudah bekerja sangat keras. “Kenapa ini dilakukan? waktu itu kan kita lihat APBN kerja ekstrim selama pandemi ini kita ingin menyehatkan. Jadi, kita lihat mana mana yang masih bisa space-nya,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam acara Bincang Bijak Soal Pajak yang berlangsung pada 23 Maret 2022.

Tarif PPN 11%, sejatinya masih terbilang rendah. Itu jika dibandingkan dengan negara-negara Anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Rata-rata PPN dunia mencapai 15 persen, seperti di Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Islandia, Jermal, Perancis dan lainnya.

“Kalau rata-rata PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di dunia itu ada di 15 persen, kalau kita lihat negara OECD dan yang lain-lain. Indonesia ada di 10 persen kita naikkan 11 persen dan nanti 12 persen pada tahun 2025,” ujar Menkeu.

Pemberlakukan tarif PPN 11 persen, diprediksi akan meningkatkan harga barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan sifat pajak ini yang adalah dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi.

Artinya jika kita membeli barang atau jasa maka akan langsung dikenai PPN sebesar 11 persen sehingga harga barang dan jasa akan lebih mahal. Namun demikian, pemberlakukan PPN sebesar 11 persen, tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Artinya, tidak semua barang dan jasa dikenakan tarif 11%, bahkan bebas PPN.

Mengutip penjelasan  tertulis Kemenkeu, tarif baru PPN 11%, tidak berlaku untuk sejumlah barang dan jasa tertentu;

  1. barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;
  2. jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;
  3. vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;
  4. air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);
  5. listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);
  6. rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;
  7. jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
  8. mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;
  9. minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi; 
  10. emas batangan dan emas granula;
  11. senjata/alutsista dan alat foto udara.

Adapun barang tertentu dan jasa tertentu yang dikenakan PPN sebesar 11 persen, diantaranya adalah:

  1. a) barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
  2. b) jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;
  3. c) uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;
  4. d) jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

Dengan kata lain, barang-barang yang berpotensi mengalami kenaikan harga, lantaran pemberlakukan PPN 11 persen per 1 April 2022 antara lain:

  1. Barang elektronik
  2. Baju atau pakaian
  3. Sabun dan perlengkapan mandi
  4. Sepatu
  5. Berbagai jenis produk tas
  6. Pulsa telepon dan tagihan internet
  7. Rumah atau hunian
  8. Motor/mobil atau kendaraan dan barang lainnya yang dikenakan PPN

Sekalipun ada penyesuaian, Pemerintah juga melakukan sejumlah reformasi perpajakan:

  1. penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp60 juta dari 15% menjadi 5%;
  2. pembebasan pajak untuk pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta;
  3. fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2% atau 3%;
  4. layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Milyar tetap diberikan.

Di samping memberikan dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional.

Menurut Kemenkeu, Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan.

Adapun pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam:

  1. PMK tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE;
  2. PMK tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;
  3. PMK tentang PPN atas LPG Tertentu;
  4. PMK tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau;
  5. PMK tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu;
  6. PMK tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas;
  7. PMK tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian;
  8. PMK tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu;
  9. PMK tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN;
  10. PMK tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah;
  11. PMK tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;
  12. PMK tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial;
  13. PMK tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;
  14. PMK tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

Seiring dengan penyesuaian tarif baru PPN, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu juga melakukan penyesuaian aplikasi layanan perpajakan, seperti: e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund, dan e-Nofa Online.(*)

Ilustrasi, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, naiknya tarif PPN untuk menambah penerimaan negara. Pasalnya, selama pandemi APBN sudah bekerja sangat keras.(Dok. Kemenkeu)