76 Tahun Kisah FIR Kepri

:


Oleh DT Waluyo, Senin, 31 Januari 2022 | 15:35 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna resmi  kembali ke pangkuan RI. Kesepakatan terbaru itu ditandatangani Selasa (25/01/2022), oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PM Singapura Lee Hsien Loong.

Atas kesepakatan itu, Pemerintah pun memastikan siap mengelola wilayah udara yang selama ini dikelola Negeri Singa. Ruang udara ini selanjutnya  akan dilayani oleh Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).

Mengutip Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional, FIR adalah suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) diberikan.

Lantas, sejauh mana kesiapan RI mengelola FIR di atas Kepri dan Natuna? Jawabannya disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto.

Kepada pers di Jakarta,  Sabtu (29/01/2022), Novie menyampaikan ada beberapa persiapan yang sudah dilakukan Kemenhub. Yang pertama kesiapan dari peralatan. Terkait ini, Kemenhub sudah melakukan verifikasi 2018-2019.

Verifikasi didimaksud dilakukan bersama-sama dengan TNI AU, juga dengan penerbangan yang lain. Selain itu juga dilakukan pengecekan peralatan-peralatan yang sebelumnya sudah terpasang. Antara lain radio, sistem pengawasan, radar, dan sebagainya.

Kesiapan yang kedua, terkait sumber daya manusia (SDM). Dimana dalam dua tahun terakhir, sudah dilakukan simulasi untuk melatih SDM untuk mengelolanya.

Kesiapan ketiga adalah prosedur. Dalam hal ini, RI  dan Singapura telah membuat LOCA/Letter of Operational Coordination Agreement. Kedua belah pihak sepakat berkoordinasi dalam melakukan transfer pesawat dan sebagainya yang dibuat dengan detail. Dengan kata lain, disepakati siapa bertanggung jawab apa.

Dalam LOCA tersebut ada beberapa kesepakatan; LOCA untuk met service yang dilakukan oleh BMKG; LOCA untuk SAR/Search And Rescue Operation, yang ditandatangani oleh Kabasarnas dengan Kabasarnas Singapura; kemudian ada air traffic services.

Dengan LOCA seperti itu, dapat disimpulkan bahwa RI secara operasional sudah matang. Sehingga para pengguna layanan pesawat tidak perlu khawatir atas adanya peralihan wilayah udara dari Singapura ke Indonesia. "Nggak usah khawatir karena semuanya ini hanya berubah saja yang tadinya dilayani Singapura sebagian, akan bisa dilayani kita semua," tambah Novie.

76 Tahun Kisah FIR Kepri

Pengelolaan FIR di Kepri oleh Singapura, telah berjalan lebih dari 76 tahun. Persisnya, sejak 1946. Kala itu berlangsung Konvensi International Civil Aviation Organization (ICAO) di Dublin, Irlandia. 

Sebagai negara yang baru merdeka,  Indonesia kala itu tidak hadir dalam konvensi yang membicarakan pengelolaan udara. Tanpa suara Indonesia, konvensi memutuskan pengelolaan FIR di wilayah Kepri oleh Singapura dan Malaysia. Singapura memegang kendali sektor A dan C, sedangkan Malaysia mengendalikan Sektor B.

Singapura yang kala itu masih dikuasai Inggris, dianggap mumpuni secara peralatan dan SDM. Pengelolaan FIR tersebut diperkuat lewat perjanjian RI-Singapura  pada 1995. Dengan perjanjian itu, Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia. Wilayah itu mencakupi kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Natuna, Sarawak dan Semenanjung Malaya.

Upaya serius pengelolaan FIR di atas Kepri, dimulai pada 2009. Langkah itu berpayung hukum  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 458 UU itu menjelaskan bahwa Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan. 

Beleid tersebut juga mengamanatkan agar hal itu bisa terwujud paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang itu berlaku, berarti hingga 2024.

Sebagai tindak lanjut, terbitlah Instruksi Presiden tertanggal 18 September 2015. Isinya, pengambilalihan FIR dari Singapura dilakukan lebih cepat, yaitu pada 2019.

Selanjutnya, pada 12 September 2019, Indonesia - RI menandatangani Kerangka Negosiasi FIR. Kemudian, pada 7 Oktober 2019, pertemuan intensif tim teknis kedua negara pun dimulai. 

Setelah diskusi panjang,  persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura pun ditandatangani per 25 Januari 2022

Dengan penandatanganan kesepakatan ini, demikian website Menko Marves menyampaikan, bahwa kedua negara masih harus secara bersama menyampaikan kesepakatan batas FIR ini kepada ICAO untuk segera disahkan.

"Persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura telah turut menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Sebagai negara pihak UNCLOS 1982, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan," kata Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. (*)

Ilustrasi, FIR RI (DOK. AirNav Indonesia)