Ketika Deru Mesin Manufaktur Kembali Menggeliat

:


Oleh DT Waluyo, Rabu, 19 Mei 2021 | 12:16 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 1K


Jakarta, InfoPublik - Masa libur Lebaran 1442 H (13 Mei 2021) telah usai. Kini saat pula mesin manufaktur kembali berputar. Deru mesin yang terdengar di hampir seluruh pelosok negeri itu pun menjadi tanda produktivitas yang kian meningkat.

Gerak cepat industri itu, bisa dilihat dari angka Purchasing Managers’ Index (PMI). Sebagaiman dirilis IHS Markit, angka PMI Manufaktur Indonesia berhasil menembus level 54,6 pada bulan April. Capaian tersebut naik signifikan dibanding bulan Maret yang berada di posisi 53,2.

Apa arti angka PMI itu? Sebagaimana disampaikan Direktur Ekonomi HIS Markit Andrew Harker, PMI di atas angka 50 itu mencerminkan sektor industri yang sedang ekspansif. Dari data yang ada, PMI Manufaktor Indonesia mulai menembus level 50 sejak November 2020. Kala itu angkanya 50,6 dari sebelumnya di level 47,8 pada Oktober 2020.

Menurut Harker, memeningkatnya indeks PMI itu didorong peningkatan produksi manufaktur Indonesia di tengah-tengah ekspansi permintaan baru yang sangat kuat. “Yang menggembirakan, total bisnis baru didukung oleh kenaikan pertama pada ekspor sejak pandemi COVID-19 melanda karena permintaan internasional menunjukkan tanda-tanda perbaikan,” tutur Harker.

Geliat sektor Industri itu juga dicatat dengan baik oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Merujuk data yang dirilis di situs bps.go.id, pada Januari-Maret 2021, nilai ekspor industri pengolahan menembus hingga USD38,96 miliar atau tumbuh 18,06% dibanding periode yang sama di tahun lalu. Sektor manufaktur ini menjadi kontributor terbesar pada nilai ekspor nasional, yakni mencapai 79,66%.

Terkait PMI manufaktur Indonesia di bulan keempat, IHS Markit juga mencatat, output, permintaan baru, dan pembelian semua naik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama periode survei sepuluh tahun, sementara permintaan ekspor baru kembali tumbuh setelah 16 bulan periode penurunan

Momentum yang baik itupun tidak dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. “Alhamdulillah, para pelaku industri kita mulai bangkit lagi. Sebab, kalau kita melihat ke belakang, pada April 2020 adalah kondisi PMI manufaktur Indonesia saat jatuh ke titik terendahnya, yaitu di level 27,5,” ungkap Menteri Perindustrian (menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, dalam satu kesempatan di awal Mei 2021.

Menperin pun optimis, sektor manufaktur mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik, maupun ekspor. Terlebih di tengah hantaman dampak pandemi COVID-19, Kemenperin terus mendorong laju aktivitas industri guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Perekonomian yang Membaik

PMI manufaktur Indonesia berada di tingkat ekspansif merupakan salah satu indikator perekonomian yang semakin membaik. Hal ini juga menjadi tanda pulihnya kepercayaan dunia usaha dan industri terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sudah on the track.

“Kami memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih banyak kepada para pelaku industri yang terus semangat menjalankan usahanya. Hal ini tentu akan membawa multiplier effect yang luas bagi perekonomian, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga penerimaan devisa,” papar Menperin Agus.

Guna menjaga kinerja gemilang di sektor industri, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif. Langkah strategisnya antara lain melalui pemberian kemudahan izin usaha dan stimulus insentif. Misalnya dengan penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja untuk semakin memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri di tanah air.

Selain itu juga adanya banyak kebijakan insentif berupa perpajakan seperti PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) dan PPN (pajak pertambahan nilai) yang banyak menguntungkan masyarakat sekaligus dapat mendorong konsumsi.

Geliat industri itu, dalam catatan Kemenperin juga tergambar dari utilisasi industri pengolahan nonmigas hingga 61,30%, meningkat signifikan dibanding dua bulan sebelumnya.

Di sektor nonmigas ini, sesuai hasil pemetaan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, ada delapan industri andalan;  tersebut a.l. otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), produk kimia, elektronik, makanan dan minuman (mamin), perikanan, permesinan, serta produk kayu (furnitur).

Ilustrasi, aktivitas industri manufaktur (dok. Kemenperin.go.id)