Mengungkit Peran Perempuan dalam Pemulihan Ekonomi

:


Oleh DT Waluyo, Senin, 26 April 2021 | 13:21 WIB - Redaktur: Untung S - 1K


Jakarta, InfoPublik – Bonus demografi berupa banyaknya jumlah penduduk usia produktif, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada 2020 mencapai 70,72 persen penduduk pada usia 15-64 tahun. Dari jumlah tersebut, merujuk data Danareksa,  tingkat partisipasi angkatan kerja berdasarkan gender, laki-laki (82,41 persen) dan perempuan (53,13 persen).

Tingkat partisipasi yang timpang tersebut, selayaknya menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. Mengingat, demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, kaum perempuan Indonesia, sejatinya memiliki peran penting dalam dunia kerja. Data yang ada menunjukkan sekitar 64,5 persen pengusaha UMKM dipimpin perempuan Indonesia. Mereka dipastikan memberikan  andil cukup memadai dalam perekonomian nasional.

Kontribusi kaum perempuan di luar rumah tangga juga menjadi potret bahwa perempuan memiliki peranan dan potensi yang sangat besar. Mengutip studi McKinsey, kontribusi perempuan jika memiliki kesempatan yang sama bisa mengangkat perekonomian global. Bahkan pada 2025, kontribusi perempuan terhadap perekonomian global bisa mencapai USD12 triliun.

"Apabila sebuah perekonomian memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk bisa berkontribusi, maka perekonomian global akan mendapatkan manfaat sebesar USD12 triliun pada 2025," ujar Sri Mulyani dalam webinar Srikandi Ekonomi Syariah Bersinergi Mendukung Pemulihan Ekonomi, Rabu (21/4/2021).

Besarnya peran perempuan digambarkan pula dalam studi yang dilakukan Unwomen. Dalam rilisnya, disebutkan bahwa perempuan memiliki porsi yang besar dalam pekerjaan sektor informal. Persentasenya di negara berkembang yaitu 4.6 kali lebih tinggi daripada laki-laki.

Disebutkan pula bahwa pada 2017, tingkat pengangguran global untuk laki-laki dan perempuan masing-masing mencapai 5.5 persen dan 6.2 persen. Data ini diproyeksikan tidak berubah hingga tahun 2021.

Sementara di kawasan Asia Pasifik, peran perempuan yang sama akan berkontribusi bagi perekonomian sekitar USD4,5 triliun. Hal ini, kata Menkeu Sri Mulyani, menjadi peluang tersendiri agar tercipta kesetaraan peran perempuan dengan laki-laki dalam perekonomian.

"Kesempatan yang inklusif dan sama baik bagi laki-laki dan perempuan, maka dia akan memberikan suatu manfaat dalam bentuk daya tahan dan juga bahkan secara nilai tambah bagi perekonomian akan meningkat sebesar 26 persen. Sebuah angka yang luar biasa," jelasnya.

Untuk itu, Sri Mulyani menuturkan bahwa peran perempuan dalam perekonomian perlu lebih ditingkatkan. Terlebih dalam situasi pandemi COVID-19 saat ini, diperlukan upaya agar bisa melibatkan perempuan untuk ikut membantu pemulihan ekonomi nasional.

"Bagaimana upaya mendukung pemulihan ekonomi bagi para perempuan di dalam konteks ekonomi syariah juga menjadi sangat penting. Karena peranan perempuan sungguh nyata dan memberikan nilai tambah dari berbagai sudut yang muncul," tambahnya.

Perempuan di Sektor Perikanan

Situs https://www.kemenkopmk.go.id/optimalisasi-peran-perempuan-dalam-pembangunan, juga menyajikan data besarnya peran perempuan di dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Di sektor perikanan, data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) 2015 menyebutkan, perempuan mengerjakan 70 persen pekerjaan produksi perikanan dengan waktu kerja hingga 17 jam.

Mulai dari menyiapkan bahan bakar, perbaikan alat menangkap ikan, memasak bahan makanan untuk nelayan laki-laki. Setelah ikan tiba di dermaga, perempuan kemudian berperan sebagai penjual atau pengupas kerang. Mereka juga ahli dalam mengolah ikan menjadi makanan siap saji, seperti tekwan, sambal,ataupun kerupuk sehingga harga jual harga jual produk ikan menjadi naik.

Demikian juga keterlibatan perempuan pada bidang-bidang lain, termasuk politik dan pemerintahan. Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla pada 2014-2019, perempuan kian diberdayakan dengan ditetapkannya peraturan mengenai kuota 30 persen untuk keterwakilan perempuan dalam politik.

Dalam sebuah forum Trading Development and Gender Equality yang berlangsung di sela Asian Development Bank Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, pada Sabtu (4/5/2019), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ Bappenas) menyebutkan kaum perempuan adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan sesuai kapabilitas dan kemampuannya.

Lebih mengerucut, dalam konteks pembangunan, pengarusutamaan gender, dan pemberdayaan perempuan begitu erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa. Mengingat, perempuan adalah pendidik pertama di dalam keluarga.

Indeks IPG

Berdasarkan prediksi BPS 2015 lalu, populasi Indonesia pada 2018 mencapai tak kurang dari 264,2 juta jiwa atau 50,2 persen adalah laki-laki sementara 131,5 juta jiwa atau 49,8 persen adalah perempuan. Sedangkan, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia diketahui mengalami kenaikan dari 90,82 pada 2016 menjadi 90,99 di 2018.

IPG yang mendekati 100 itu secara jelas mengindikasikan bahwa semakin kecil kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan.

Sementara, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia ikuttercatat naik dari 71,39 pada 2016 menjadi 71,74 di 2017. IDG adalah indikator yang menunjukkan apakah perempuan dapat memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, tingkat pendidikan perempuan rata-rata lebih tinggi dari laki-laki. Akan tetapi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan justru sebaliknya lebih rendah dibanding TPAK laki-laki yakni hanya di angka 55 persen.

Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional 2018 yang dirilis oleh BPS, proporsi laki-laki dalam sektor kerja formal hampir dua kali lipat dibanding perempuan. Mirisnya, dalam 10 tahun terakhir, tren proporsi tersebut cenderung stagnan dan bahkan perempuan bekerja masih sangat rentan untuk terpapar economic shocks.

Masih dari data BPS, sekitar 26 persen pekerja perempuan adalah pekerja sektor rumah tangga, selain itu, sebagian besar pekerja perempuan adalah pekerja dengan keterampilan menengah hingga rendah yang proporsinya mencapai 89 persen atau sekitar 43,8 juta jiwa.

Keterangan foto: Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020). Kunjungan Menaker tersebut guna memastikan pekerja perempuan pada sektor industri tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif serta untuk mengecek fasilitas laktasi dan perlindungan kesehatan bagi pekerja terutama saat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.