BI Melonggarkan uang muka pembelian rumah dan kendaraan bermotor hingga 0 Persen

:


Oleh DT Waluyo, Selasa, 2 Maret 2021 | 20:41 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 1K


Jakarta, InfoPublik - Bank Indonesia (BI) kembali memainkan ruang kebijakan di sektor moneter. Guna mendongkrak ekonomi di tengah pandemi ini,  bank sentral itu melakukan relaksasi alias memberikan kelonggaran kredit pemilikan rumah (KPR). Persisnya pemberian kelonggaran uang muka (down payment/ DP) hingga 0 persen. Relaksasi kredit ini mulai berlaku, Senin (1/3/2021).

Tidak hanya di sektor kredit perumahan, BI juga memberi kelonggaran untuk kredit kendaraan bermotor. Tidak menutup kemungkinan juga nasabah penerima restrukturisasi mendapat fasilitas tersebut. Dalam hal ini, BI menyerahkan mekanismesnya ke dunia perbankan. "Berlaku sampai 31 Desember 2021, nanti dievaluasi di akhir tahun. Diharapkan segera meningkatkan permintaan kredit dan mendorong pemulihan ekonomi,"  jelas Gubernur BI Perry Warjiyo.

Khusus untuk pelonggaran pinjaman sektor perumahan, BI mengatur secara lebih rinci. Pada dasarnya, demikian penjelasan Gubernur BI dalam konferensi video, Kamis (18/2/2021), kelonggaran DP pembelian rumah berlaku untuk semua jenis properti, baik rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan, namun dengan ketentuan khusus.

Selain memberlakukan DP 0 persen, BI juga menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Artinya, BI tidak serta merta mengizinkan semua bank bisa memberikan KPR DP 0 persen.

Ketentuan pelonggaran DP 0 persen hanya berlaku untuk bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di bawah 5 persen. Syarat lainnya, bank tersebut memiliki rasio kredit properti (KP) bermasalah atau rasio pembiayaan properti (PP) bermasalah secara bruto kurang dari 5 persen.

Bagaimana dengan bank yang NPL-nya di atas 5 persen? BI memberikan kesempatan kepada bank tersebut membuat pelonggaran DP antara 90-95 persen dari normal sesuai dengan tipe properti. Namun hal itu tidak berpengaruh pada pembelian rumah tapak dan rumah pertama untuk tipe 21. Maksudnya, pembelian rumah tapak dan rumah pertama untuk tipe 21, BI membolehkan semua bank memberlakukan pemberian KPR dengan  DP 0 persen.

Bagi bank yang boleh memberi kelonggaran DP hingga 0 persen, BI mengingatkan untuk tetap prudent. Nantinya, bank-bank akan mereview calon debitur yang layak mendapat DP 0 persen ini. Rumah yang dapat DP 0 persen Mengutip ketentuan Bank Indonesia, pelonggaran LTV/FTV paling tinggi 100 persen alias DP 0 persen ini berlaku untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan, baik berdasarkan akad murabahah, akad istishna, akad MMQ, maupun akad IMBT. 

Rumah tapak yang mendapat kelonggaran DP adalah rumah tapak berdimensi kurang dari 21 meter persegi, antara 21 meter persegi hingga 70 meter persegi, dan lebih dari 70 meter persegi. Ketentuan LTV/FTV 100 persen untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan ini juga berlaku bagi properti berwawasan lingkungan. 

Saatnya Membeli Rumah

Apa artinya KPR DP 0 persen? Kalangan perbankan menyambut baik kebijakan BI ini. Mereka berkeyakinan DP nol persen ini akan meningkatkan animo masyarakat membeli rumah, sekaligus menjadi momentum pengembang membangun rumah. Di sisi lain, KPR pun diharapkan akan meningkat.

Sebagaimana juga dijelaskan otoritas bank sentral, pelonggaran DP nol persen ini akan memberikan ruang bagi bank menyalurkan KPR lebih banyak. Dalam catatan BI, total penyaluran kredit KPR/KPA pada Desember 2020 sebesar Rp521,6 triliun atau tumbuh 3,4% yoy. Pertumbuhan kredit KPR/KPA pada Desember 2020 tercatat melambat dibandingkan pertumbuhan pada November 2020 sebesar 3,6% yoy.

Di sisi nasabah, adanya relaksasi DP pembelian rumah ini akan memudahkan mereka untuk memiliki rumah. Nasabah tidak perlu menunggu waktu untuk mengumpulkan besaran DP yang biasanya dipatok sekitar 30 persen. Meski, untuk itu akan membawa konsekwensi tersendiri.

Dengan KPR DP 0 persen, berarti nasabah akan menanggung beban pinjaman yang lebih besar. Artinya, nasabah memindahkan DP di awal, menjadi di belakang (pinjaman). Besaran utang ini, selanjutnya bisa dikonversi ke cicilan yang semakin besar atau waktu pelunasan yang lebih lama.

Karena itu, sebagaimana diingatkan Gubernur BI, relaksasi ini tetap membutuhkan kecermatan. Pihak perbankan, diminta mengelolanya dengan prinsip kehati-hatian. Artinya kemampuan nasabah membayar cicilan harus dipertimbangan. Secara umum, perbankan mensyarakatkan rasio kemampuan membayar cicilan pinjaman dengan penghasilan nasabah berkisar pada angka 30 persen.

Keterangan Foto: Program Pembangunan Sejuta Rumah Kementerian PUPR