Gairah Investasi di Kawasan Ekonomi Khusus 2021

:


Oleh DT Waluyo, Selasa, 23 Februari 2021 | 15:25 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 1K


Jakarta, InfoPublik - Status baru itu kini disandang proyek MNC Lido City. Sidang Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada 10 Februari 2021 lalu, memutuskan kawasan yang diinisiasi pengusaha Harry Tanoe (MNC Grup) itu menjadi KEK Lido. Bersama dengan KEK Java Integrated Industrial and Post Estate (JIIPE) di Provinsi Jawa Timur, KEK Lido di Jawa Barat, disetujui dan direkomendasikan kepada Presiden. Kedua KEK, sebagaimana disampaikan  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang juga merupakan Ketua Dewan Nasional KEK, diharapkan akan mampu menghadirkan investasi premium, juga mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang signifikan.  

Dalam sidang KEK diungkapkan, KEK Lido diusulkan sebagai KEK Pariwisata dengan rencana bisnis pengembangan atraksi (theme park kelas dunia, lapangan golf, serta retail and dining), pengembangan akomodasi (six stars luxury resort, hotel berbintang lainnya, serta pengembangan perumahan berbasis transportasi atau transit oriented development (TOD), dan pengembangan ekonomi kreatif (studio film dan festival musik).

Kehadiran theme park yang akan dibangun di dalam KEK Lido diprediksi akan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) hingga mencapai 63,4 juta orang sampai 2038 atau rata-rata 3,17 juta wisatawan per tahun. Inflow devisa dari wisman serta penghematan outflow devisa dari wisnus dapat mencapai US$4,1 miliar selama 20 tahun.

Sementara untuk KEK JIIPE yang berlokasi di Kota Gresik Provinsi Jawa Timur, diproyeksikan akan mampu menghadirkan investasi senilai US$16,9 miliar dengan serapan tenaga kerja mencapai hampir 200 ribu orang pada saat beroperasi penuh, sedangkan usulan KEK Lido diproyeksikan akan menarik investasi hingga mencapai US$2,4 miliar dan menyerap tenaga kerja sekitar 30 ribuan orang di tahun ke-20.

KEK JIIPE direncanakan untuk pengembangan bisnis industri metal, elektronik, kimia, energi, dan logistik. Hasil produksi pelaku usaha di dalamnya, diproyeksikan akan mampu memberikan kontribusi ekspor senilai US$10,1 miliar per tahun ketika beroperasi penuh, serta substitusi impor pada produk industri metal dan kimia. Pengusul KEK JIIPE menyatakan kesiapannya melalui ketersediaan infrastruktur wilayah dan kawasan, serta telah adanya komitmen dari anchor investor untuk mengembangkan smelter tembaga di dalam lokasi KEK.

Atas rekomendasi KEK anyar itu, kedua pemerintah daerah (Jawa Barat dan Jawa Timur) pun menyatakan kesiapan mereka mendukung aksesibilitasnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur misalnya, menyatakan kesiapannya dengan menginisiasi tol Krian Legundi Bunder Manyar.

Menko Airlangga pun optimis, kedua KEK (Lido dan JIIPE), dapat memberikan nilai lebih bagi Indonesia terhadap trade off yang diberikan berupa fasilitas dan kemudahan. Lebih lanjut, sidang Dewan Nasional KEK, juga meyakini kedua KEK tersebut bisa memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Namun begitu, mereka juga mewanti-wanti agar pembangunan kedua KEK itu dapat mendukung ekosistem usaha di sekitar kawasan dan tidak sebaliknya.  

 Pengembangan KEK Berdaya Saing

Persetujuan 2 (dua) usulan KEK baru tersebut, melengkapi 15 KEK yang telah ada. Ke-15 KEK yang telah lebih dulu ditetapkan terdiri dari: 9 KEK industri dan 6 KEK pariwisata. Yakni: KEK Arun Lhokseumawe (Aceh), KEK Sei Mangkei (Provinsi Sumatera Utara), KEK Tanjung Api-Api (Provinsi Sumatera Selatan), KEK Galang Batang (Provinsi Kepulauan Riau), KEK Tanjung Kelayang (Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), KEK Tanjung Lesung (Provinsi Banten), KEK Mandalika (Provinsi Nusa Tenggara Barat), KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (Provinsi Kalimantan Timur), KEK Palu (Provinsi Sulawesi Tengah), KEK Bitung (Provinsi Sulawesi Utara), KEK Morotai (Provinsi Maluku Utara), KEK Sorong (Provinsi Papua Barat), KEK Singhasari (Provinsi Jawa Timur), KEK Likupang (Provinsi Sulawesi Utara), dan KEK Kendal (Provinsi Jawa Tengah). 

Dalam catatan Dewan Nasional KEK, keberadaan KEK telah memberikan dampak positif. Selain mendatangkan investasi, juga mampu menciptakan lapangan kerja. Tercatat, hingga 2020, komitmen investasi di 15 KEK sebesar Rp70,4 triliun. Dari angka tersebut yang sudah terealisasi sebesar Rp23,1 triliun. Realisasi investasi terbesar ada di KEK Galang Batang yang secara resmi beroperasi pada akhir 2018, kemudian KEK Sei Mangkei, dan juga KEK Kendal yang baru saja ditetapkan menjadi KEK pada akhir 2019.

Di samping menarik investasi dan penciptaan lapangan pekerja, beberapa pelaku usaha di KEK telah melakukan produksi dan berkontribusi menyumbang devisa negara melalui ekspor yang sudah dilakukan ke lebih dari 30 negara senilai Rp5,2 triliun pada 2020.

Sesuai ketentuan, setelah suatu kawasan ditetapkan sebagai KEK, maka pengelola KEK mendapat waktu paling lama 3 tahun sampai KEK siap beroperasi. Selain itu, setiap tahun Dewan Nasional KEK akan melakukan evaluasi pembangunan.

Perbaikan Regulasi

Berdasarkan perhitungan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dibutuhkan investasi Rp1.200 triliun per tahun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 6-7 persen. Sementara, BKPM sendiri baru bisa menarik investasi sekitar Rp800 triliun per tahun. Artinya ada kekurangan investasi yang cukup besar. Kehadiran KEK, demikian Dewan Nasional KEK menilai, hingga sejauh ini menjadi jalan keluar sumbatan investasi.

Hanya saja, laju pengembangan KEK di tahun 2020, ikut terdampak pandemi COVID-19 yang melanda tanah air per Maret 2020. Menyusul adanya pembatasan operasional dan pelarangan perjalanan internasional, sebagaimana terjadi pada sektor yang lain, gerakan para pengelola KEK pun  tersendat. Hal itu tercermin dari realisasi investasi yang belum mencapai target. Selain itu, hasil evaluasi Dewan Nasional KEK juga mencatat adanya permasalahan lain, antara badan usaha pengelola, dan realisasi dukungan dari pemerintah (baik dari daerah dan pusat).

Mencermati hal itu, Pemerintah pun telah melakukan sejumlah terobosan di bidang regulasi terkait KEK. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya saing KEK, juga sekaligus dalam kerangka dapat menarik lebih banyak investasi, sehingga dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Pertama, menerbitkan Omnibus Law (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ) sebagai penyempurnaan Undang-Undang No 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Penyempurnaan ini meliputi perluasan ruang lingkup kegiatan utama sektoral di KEK, penyederhanaan prosedur pengusulan KEK, penegasan Administrator sebagai penyelenggara perizinan dan pelayanan berusaha di KEK, penegasan percepatan pelayanan pemberian hak atas tanah, perpanjangan dan pembaharuannya, kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan insentif daerah, serta peningkatan kapasitas kelembagaan di KEK.

Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Aturan baru ini menyempurnakan prosedur pengusulan pembentukan KEK, termasuk pengusulan dari Pemerintah; simplifikasi dan memperjelas prosedur pengusulan KEK; perluasan zona yang ada di KEK; adanya opsi pengusulan brown field area untuk dijadikan KEK; dan pengaturan transisi KEK dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK. Aturan terbaru ini memberikan kepastian mengenai besaran dan jangka waktu pemberian fasilitas pengurangan PPh; memperjelas lingkup barang modal yang mendapat fasilitas; menambahkan fasilitas PPN tidak dipungut untuk Jasa dan Barang Kena Pajak tidak Berwujud; penetapan sebagian atau seluruh KEK sebagai Kawasan Pabean.

Menambah dan memperjelas fasilitas Perdagangan, Ketenagakerjaan, Keimigrasian, dan Pertanahan; memberikan kemudahan dalam perizinan sesuai dengan PP No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik; dan memperjelas persyaratan untuk memperoleh berbagai fasilitas dan kemudahan yang masih multitafsir.

Berbagai langkah regulasi itu diyakini menjadi daya tarik pengembangan KEK. Selain menarik bagi investor masuk di area KEK, minat pengusaha membentuk KEK pun ikut mekar. Sebab, sejumlah keuntungan menanti di sana. Sebagaimana tergambar  dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang KEK. Beleid yang merupakan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, memberikan sejumlah insentif yang bakal diperoleh pengusaha. Antara lain, lahan yang diusulkan menjadi KEK telah dikuasai paling sedikit 50% dari yang direncanakan.

Dalam Pasal 71 RPP tentang KEK menyebutkan, badan usaha atau pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa perpajakan, kepabeanan, dan cukai, lalu lintas barang, ketenagakerjaan, dan keimigrasian. Selanjutnya, fasilitas dan kemudahan pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, serta fasilitas dan kemudahan lainnya. Fasilitas dan kemudahan lainnya tersebut kemudian akan diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tidak hanya itu, sejumlah fasilitas yang menggiurkan pun menanti. Diantaranya, fasilitas dan kemudahan atau diskon perpajakan, kepabeanan, dan cukai mencakup empat aspek. Meliputi, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM). Selanjutnya, bea masuk dan pajak dalam rangka impor dan cukai. Pasal 73 ayat (2) RPP tersebut berbunyi, bea masuk itu meliputi  bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan.

Keterangan Foto: KEK Mandalika (Sumber: Kementerian PUPR)