BI Kembali Pangkas Suku Bunga Acuan untuk Dongkrak Ekonomi Nasional

:


Oleh DT Waluyo, Senin, 22 Februari 2021 | 12:12 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 804


Jakarta, InfoPublik - Kabar baik kembali disampaikan Bank Indonesia (BI). BI kembali memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin, menjadi 3,5 persen. Sehingga total penurunan suku bunga acuan mencapai 150 basis poin sejak 2020 hingga dua bulan pertama 2021.

Penurunan suku bunga acuan ini didorong kondisi perekonomian nasional yang masih mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19. Pemangkasan suku bunga acuan kali ini, juga diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen. "BI mengharapkan perbankan dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong kredit pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (17/2/2021).

Dalam kerangka mendongkrak pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pula, BI juga meluncurkan insentif kredit sektor otomotif. Yakni, dengan pelonggaran uang muka pembelian kendaraan bermotor menjadi 0% atau DP 0% untuk semua jenis kendaraan baru. Ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif.

Insentif juga diberikan untuk sektor properti. BI akan melonggarkan aturan Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit sektor properti menjadi 100%. Artinya seluruh kebutuhan dana dalam memperoleh kredit properti terutama rumah ditanggung oleh bank sehingga konsumen tidak perlu membayar uang muka. DP 0% kendaraan bermotor dan properti ini akan berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.

Langkah BI, tidak lepas dari bagian besar upaya Indonesia memulihkan ekonomi nasional yang terdampak akibat pandemi COVID-19.

Menurunnya Suku Bunga Kredit

Secara psikologis, penurunan suku bunga acuan BI, bakal mendorong penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Ujungnya, akan merembet pada turunnya suku bunga deposito. Pada saat bersamaan, juga akan mempengaruhi turunnya biaya dana perbankan (cost of fund) dan memberikan peluang untuk menurunkan suku bunga kredit perbankan.

Hal itu juga yang menjadi harapan BI. Meski untuk itu tidaklah mudah. Masalahnya ada pada soal waktu. Perlu waktu yang lama (6 hingga 9 bulan) agar penurunan suku bunga acuan BI berdampak pada bunga kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Yang kedua, kalaupun turun, besarannya seringkali tidak sebesar penurunan suku bunga acuan BI.

Data di BI sepanjang 2020 menjadi bukti. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan suku bunga kredit perbankan hanya turun 83 basis poin sepanjang tahun 2020. Padahal pada saat yang sama, bank sentral ini sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin.

Lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan, masih menurut Gubernur BI, disebabkan masih tingginya Suku Bunga Dasar Kredit ( SBDK ). Selama 2020 misalnya, SBDK perbankan baru turun 75 basis poin menjadi 10,11 persen di tengah penurunan suku bunga acuan BI dan penurunan suku bunga deposito satu bulan. Akibatnya, spread SBDK dengan suku bunga acuan BI dan deposito, pun masih tinggi. “Spread SBDK dengan suku bunga acuan BI dan deposito satu bulan masing-masing sebesar 6,36 persen dan 5,84 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.

Dari sisi kelompok bank, sesuai penjelasan Gubernur BI, SBDK tertinggi terjadi di Bank BUMN sebesar 10,79 persen, diikuti BPD sebesar 9,80 persen, dan bank umum swasta nasional 9,67 persen, serta kantor cabang bank asing 6,17 persen.

Sedangkan berdasarkan jenis kredit, SBDK kredit mikro mencapai 13,75, kredit konsumsi non-KPR sebesar 10,85 persen, kredit konsumsi KPR 9,70 persen, kredit ritel 9,68 persen, dan kredit korporasi 9,18 persen.

Tingginya SBDK, ditambah lesunya perekonomian berdampak pada pertumbuhan kredit sepanjang 2020 yang masih terkontraksi (minus), yaitu sebesar 2,41 persen year on year pada bulan Desember 2020 di tengah likuiditas yang masih tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan  pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) yang tetap tinggi yaitu sebesar 11,11 persen year on year.

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Sejak awal 2020 Bank Indonesia secara konsisten menurunkan suku bunga acuan. Total penurunkan sebesar 125 basis poin. Hal ini mendorong rendahnya rata-rata suku bunga Pasar Uang Antar Bank ( PUAB ) overnight mencapai 3,04 persen, suku bunga deposito satu bulan turun 181 basis poin ke level 4,27 persen pada Desember 2020.

Langkah penurunan suku bunga acuan itu berlanjut di 2021. Yakni, sebesar 25 basis poin menjadi 3,5 persen (Februari 2021). Sehingga total penurunan suku bunga acuan dari 2021- Februari 2021, sebesar 150 basis poin.

Dengan adanya penurunan suka bunga ini, BI berharap lending rate dari perbankan semakin kompetitif dan memicu pertumbuhan kredit. Secara umum kebijakan ini diharapkan mampu merangsang daya beli yang berujung kepada peningkatan konsumsi masyarakat di dalam negeri. Sebagaimana diketahui, konsumsi domestik masih menjadi tulang punggung dan kontributor utama bagi perekonomian Indonesia.

Muara dari semua kebijakan BI di bulan Februari 2021 ini, adalah pada pemulihan ekonomi, dan syukur mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang lesu dihantam pandemi. Dalam proteksi BI ekonomi nasional di tahun 2021 akan tumbuh pada kisaran 4,3% - 5,3%. Angka tersebut merupakan revisi dari prakiraan sebelumnya pada kisaran 4,8% - 5,8%. Revisi proyeksi itu dilakukan, lantaran realisasi target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 sebesar -2,07% YoY.

Akankah proyeksi pertumbuhan ekonomi BI (4,3-5,3 persen) bakal terwujud? Suku bunga acuan BI, jelas bukan satu-satunya cara mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Ada sektor fiskal yang juga punya peran penting. Selain itu, langkah tepat pemerintah dalam menangani COVID-19, akan berperan besar dan fundamental dalam ekonomi yang terbelit pandemi ini. Namun, yang jelas, dari sisi moneter, BI telah menunjukkan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Keterangan Foto: Suana di Bank Indonesia/ANTARAFOTO