Pemerintah Siapkan Tiga Skenario untuk Mencukupi Kebutuhan Garam Nasional

:


Oleh DT Waluyo, Senin, 15 Februari 2021 | 16:28 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 785


Jakarta, InfoPublik –  Bulan Ramadan tahun 2021 sudah di depan mata. Berdasarkan kalender Islam 1442 H, puasa 2021 akan dimulai pada 13 April 2021. Sementara itu, Idul Fitri akan jatuh pada 13 Mei 2021.

Menjelang bulan suci itu, selain kebutuhan bahan pangan utama (beras, daging dan lain-lain) yang melonjak, kebutuhan garam pun ikut melonjak, khususnya untuk garam industri. Angkanya? Dalam catatan Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), tiga bulan menjelang Ramadan kebutuhan garam akan meningkat hingga 30 persen.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memprediksi, total kebutuhan garam secara nasional sepanjang 2021 ini sebesar 4,6 juta ton. “Dari total 4,6 juta ton kebutuhan garam nasional tersebut, sebanyak 2,4 juta ton atau 53% merupakan kebutuhan untuk sektor chlor alkali plant (CAP) yang meliputi industri petrokimia, pulp dan kertas,” jelas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Muhammad Khayam saat kunjungan kerja di PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (10/2/2021).

Berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya berupa natrium klorida dan dapat mengandung unsur lain, seperti magnesium, kalsium, besi, dan kalium dengan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan iodium.

Berdasarkan fungsinya, garam dibedakan sebagai garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi merupakan jenis garam yang biasa dikonsumsi sebagai pemberi rasa asin dan gurih pada makanan. Garam jenis ini sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk mendukung fungsi organ tubuh.

Jenis garam kedua adalah garam industri yaitu garam yang digunakan baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan tambahan untuk industri lain. Garam banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan gas klorin, soda kaustik, dan berbagai produk lainnya.

Dari data yang ada, garam terhitung sebagai komoditas strategis. Dari waktu ke waktu, kebutuhannya terus meningkat. Tiga tahun lalu (2018) kebutuhan garam masih sekitar 3 juta ton, tahun ini sudah meningkat hingga 4,6 juta ton. Peningkatan kebutuhan garam, lantaran penggunaannya sangat luas.

Di industri pengolahan logam garam digunakan sebagai pemurni alumunium, di industri sabun sebagai pemisah gliserol dari air, di industri karet sebagai pemisah karet dari getahnya, dan industri – industri lain seperti industri tekstil, minyak, keramik, farmasi, kertas, dsb. Berbagai manfaat yang terkandung di dalam garam membuat permintaan garam khususnya di Indonesia cukup tinggi.

Di sektor industri kertas, kata Dirjen IKFT, kebutuhan garam juga terhitung tinggi. Sekedar mengambil contoh PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia misalnya, sebagai salah satu industri chlor alkali yang membutuhkan bahan baku garam sebesar 100 ribu ton setiap tahun.

Industri eksisting saat ini yang juga membutuhkan garam, berdasar data BPS tahun 2020, untuk industri makanan sebesar 1,58%, industri kimia dan farmasi sebesar 9,39%, industri kertas dan barang dari kertas sebesar 0,22%. Selain itu, adanya rencana penambahan industri baru di 2021 yang juga membutuhkan garam sebagai bahan baku, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan garam akan terus meningkat setiap tahun.

Sejauh ini, besaran kebutuhan garam nasional ditutup dengan garam impor. Angka impornya, tiap tahun pun cenderung meningkat, pada 2014 misalnya kuota impor garam industri mencapai 2,26 juta ton. Kemudian, pada tahun 2015 impor garam menurun dan mencapai angka 1,86 juta ton. Tahun 2016, impor garam kembali meningkat mencapai 2,14 juta ton. Sedangkan, di tahun 2017 impor garam berada dalam angka 2,55 juta ton. Dalam lima tahun terakhir, impor garam tertinggi berada di tahun 2018 yang mencapai 3,77 juta ton.

Mengantisipasi peningkatan kebutuhan garam (khususnya garam industri), pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah; Pertama, Pemerintah terus meningkatkan luas area pembuatan garam. Hingga 2020, dalam penjelasan Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin (31 Mei 2020), lahan tersedia telah mengalami penambahan hingga di atas 30 ribu hektare. Untuk  tahun 2021 Pemerintah akan meneruskan membuka lahan pembuatan garam seluas 5.270 hektar di Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan kapasitas produksi 800.000 ton.

Dari luasan lahan,  produksi garam yang dilakukan secara tradisional, menghasilkan garam sekitar 50-60 ton per hektare per tahun. Karena itu, pemerintah mendesak produsen, BUMN PT Garam yang sudah berusia 75 tahun bisa memelopori metode yang lebih intensif, yang mampi berproduksi 100-150 ton per hektare per tahun. Dengan angka produksi seperti itu dan luasan lahan yang ada, bukan mustahil Indonesia bisa swasembada garam.

Kedua, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga membangun enam unit gudang baru di sejumlah sentra produksi garam tahun 2021 ini untuk menambah 18 gudang yang sudah ada. Ketiga, Pemerintah mengatur harga eceran garam konsumsi guna mencegah anjloknya harga yang dapat merugikan para petani.

Kemenperin pun sigap bergerak. Untuk menjaga ketersediakan pasokan garam sehingga dapat memacu pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi COVID-19, selain menutup kekurangan dengan impor, juga mengupayakan peningkatan pemakaian garam lokal. “Untuk itu diperlukan aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga untuk beberapa sektor industri,” tutur Dirjen IKFT.

Dalam upaya tersebut, Kemenperin terus mendorong perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi, baik di lahan maupun di industri pengolah garam. “BPPT di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal oleh sektor industri, termasuk industri CAP, yaitu dengan rencana pembangunan pilot plan implementasi teknologi garam tanpa lahan atau garam dari rejected brine PLTU di PLTU Suralaya,” imbuh Dirjen Khayam.

Sejak tahun 2018, Kemenperin juga telah memfasilitasi kerja sama antara industri pengolahan garam dengan petani garam melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Lokal. Realisasi program tersebut, untuk periode Agustus 2019-Juli 2020 mencapai 95% dari target 1,1 juta ton.

Di tahun 2021, Kemenperin juga telah berkoordinasi dengan KKP terkait data stok garam lokal saat ini, yang sebagian besar terdapat di delapan lokasi sentra, yaitu Kabupaten Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, dan Kab. Bima.

Berdasarkan data dari KKP tersebut, Kemenperin akan mengawal penyerapan stok garam lokal oleh industri pengolah garam di bawah koordinasi AIPGI, tentunya dengan memperhatikan kualitas dari stok garam yang tersedia. “Kami bertekad untuk terus mengoptimalkan penyerapan garam lokal di tahun 2021 ini, serta dapat mencari solusi terbaik dalam memperlancar proses penyerapan garam lokal oleh industri,” tegas Khayam.

Keterangan foto: Ladang garam PT Garam Persero (foto: dok. KKP)