Omnibus Law dan Percepatan Perijinan, Cara Pemerintah Dukung UMKM Lebih Kompetitif

:


Oleh Endang Saputra, Selasa, 17 Desember 2019 | 13:22 WIB - Redaktur: Admin - 262


JPP, JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa salah satu cara mengubah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) jadi lebih kompetitif yaitu dengan dukungan kebijakan omnibus law penciptaan lapangan kerja, dan penyederhanaan perizinan. Sehingga kalau suatu usaha mikro atau kecil itu registrasi dapat sekaligus memiliki ijin UMKM antara lain seperti izin usaha, izin edar, industri rumah tangga. 

“Mikro dan kecil ini adalah jenis usaha yang punya beberapa karakteristik. Makin mikro, makin informal juga tantangannya. Selain akses pendanaan yang mungkin fintech ini berusaha diterobos, tapi juga ada aspek lain dari informality itu yang kemudian dia nggak pernah punya dudukan yang tegas untuk berhubungan dengan birokrasi, regulator, dan, dengan banyak pihak (perbankan/pemerintah daerah). Jadi, registrasi yang komplit sekaligus dianggap sudah mendapatkan izin. Dulu kan terpisah, registrasi urus sendiri izin urus sendiri ke masing-masing. Ini mau kita ubah," ungkap Wamenkeu pada acara Kopi Darat Jaringan Bisnis Alumni Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (ILUNI FEB UI) di Ciputra World 1, Jakarta pada Sabtu (14-12-2019).

Wamenkeu menambahkan bahwa akses pendanaan untuk UMKM yang biasanya diyakini bahwa usaha mikro dan kecil ini kemampuannya, ketangguhannya itu tinggi tetapi karena informal, aksesnya menjadi terhambat. Padahal kemampuannya dalam banyak hal usaha mikro dan kecil itu keuntungannya (profitability) bisa di atas perusahaan besar.

Ia senang mendengar berbagai macam inisiatif kreativitas bagaimana memberikan akses yang lebih baik kepada usaha mikro dan kecil pada acara bertema Digital Financing Innovations for SME ILUNI FEB UI yang diselenggarakan oleh Direktorat UMKM & Entrepreneurship ILUNI FEB UI ini. Namun, Wamenkeu juga menegaskan agar memperhatikan Non Performing Loan (NPL).  

Sebagai informasi, walaupun kontribusi ekspor Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) masih relatif rendah (sekitar 14-16% terhadap PDB). Saat ini hanya 6,3 persen dari total UMKM yang ada di Indonesia yang mampu terlibat dalam rantai perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya daya saing produk UMKM atau kurangnya akses peluang untuk memasarkan produk di pasar ekspor. (keu)