:
Oleh Endang Kamajaya Saputra, Minggu, 16 Februari 2020 | 12:41 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 3K
Jakarta, InfoPublik – Capaian menggembirakan itu diungkap Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurutnya, sektor industri pengolahan nonmigas selalu menjadi sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB. Industri pengolahan misalnya, selama periode 2015-2019 menyumbang pertumbuhan di kisaran 20 persen.
Sektor industri, masih kata Menperin Agus, memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Kontribusi industri pengolahan pada triwulan III tahun 2019 sebesar 19,62 persen merupakan yang terbesar dibandingkan sektor ekonomi yang lain. Sektor industri pengolahan nonmigas sendiri menyumbangkan kontribusi sebesar 17,56 persen.
Sementara itu, nilai ekspor sektor industri periode Januari-Oktober 2019 sebesar USD105,11 miliar. Nilai investasi sektor industri periode Januari-September 2019 sebesar Rp147,3 triliun.
Jumlah tenaga kerja sektor industri mengalami peningkatan sejak tahun 2015, tercatat pada bulan Agustus 2019 jumlah tenaga kerja sektor industri sebanyak 18,93 juta orang dengan sektor industri makanan memberikan penyerapan terbesar sebanyak 4,74 juta orang; industri pakaian jadi sebanyak 2,65 juta orang; dan industri kayu sebanyak 1,69 juta orang.
Selain itu, investasi sektor industri tahun 2019 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2018, investasi sektor industri mencapai Rp1.068,9 triliun sedangkan pada Januari-September 2019 mencapai Rp1.216,2 triliun.
Menurut Menperin, lima besar industri dengan nilai investasi terbesar pada periode tersebut adalah industri makanan dengan angka Rp41,43 triliun, kemudian industri logam sebesar Rp37,61 triliun, diikuti industri kimia dan farmasi yang mencapai Rp22,10 triliun, serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar Rp8,39 triliun. “Selain itu, investasi di industri mesin dan elektronika mencapai Rp8,22 triliun,” ujar Menperin.
Iklim Investasi yang Kondusif
Menurut Menperin, pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui beberapa upaya strategis. Misalnya, memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal.
Ia mengatakan dengan adanya investasi masuk, bisa memperkuat struktur industri manufaktur di dalam negeri. Dari investasi itu juga bisa memacu produktivitas dan menghasilkan produk substitusi impor.
Perbaikan rantai pasok yang terintegrasi dari hulu hingga hilir juga menjadi upaya pemerintah untuk menggenjot daya saing industri nasional. Selain itu dukungan ketersediaan bahan baku, sumber daya manusia kompeten dan suplai energi yang cukup dengan harga yang kompetitif.
Pemanfaatan teknologi industri 4.0 juga akan ditingkatkan. Mengingat teknologi mampu meningkatkan produktivitas sektor industri secara lebih efisien. Hal ini karena telah terbangunnya konektivitas melalui teknologi digital hingga menggunakan internet of things atauartificial intelligence.
Pertumbuhan Industri Manufaktur
Selanjutnya pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang (IBS) pada 2019 yang naik hingga 4,01%, disebabkan oleh meningkatnya produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, sebesar 19,58%.
Melihat pertumbuhan tersebut, Kementerian Perindustrian menyatakan akan memacu produktivitas industri manufaktur dalam negeri agar mampu memenuhi permintaan domestik hingga mengisi pasar ekspor. Oleh karena itu, implementasi kebijakan strategis perlu segera diakselerasi, di antaranya adalah yang terkait dengan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi.
“Terjaganya kebutuhan bahan baku dan energi bagi sektor industri, tentu membawa dampak positif bagi keberlangsungan produksi mereka. Apalagi, bisa didukung dengan harga yang kompetitif, seperti gas industri,” kata Menperin lagi.
Menperin menjelaskan, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar, sehingga bisa memberikan peluang bagi pengembangan bisnis sektor industri manufaktur. Terlebih lagi ditopang dengan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Upaya untuk memperluas pasar ekspor sektor industri, pemerintah terus mempercepat penyelesaian perjanjian kerja sama yang komprehensif dengan sejumlah negara potensial. “Kami juga mendorong agar bisa menembus ke pasar-pasar nontradisional seperti ke Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi terbesar terhadap total produksi IBS selama 2019, disumbangkan oleh industri makanan, yang mencapai 23,57%. Kemudian diikuti kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, yang berada di angka 10,54%.
Agus menambahkan, langkah lainnya yang perlu dipacu guna mendongkrak kapasitas dan daya saing industri, antara lain melalui peningkatan investasi, penguatan struktur manufaktur dari hulu sampai hilir, pemanfaatan teknologi terkini, mengintegrasikan rantai pasok, dan kelancaran arus logistik.“Selain itu, pemerintah telah siap memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” tuturnya.
Pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada triwulan IV tahun 2019, juga naik mencapai 3,62% (y-on-y) terhadap kuartal IV/2018. Lonjakan tersebut, terutama didukung oleh meningkatnya produksi industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, sebesar 18,58%.
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada tahun 2019, juga menggembirakan. Kenaikannya menyentuh angka 5,80% terhadap tahun sebelumnya.
Kenaikan terbesar di sektor IMK terjadi pada industri komputer, barang elektronika dan optik, yakni 22,03%. Berikutnya, industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 18,76%, serta industri minuman yang naik hingga 8,57%.
Dari sisi kontribusi, sektor yang menyumbang nilai tertinggi terhadap total produksi IMK, adalah industri makanan sebesar 20,44%. Selanjutnya, disusul oleh kelompok industri barang galian bukan logam dengan kontribusi sebesar 10,57%.
Optimis Capai Target Pertumbuhan
Menperin optimistis dengan target pertumbuhan ekonomi, serta kinerja industri manufaktur Tanah Air yang akan terus membaik, bahkan mampu mencapai target pertumbuhan hingga 5,3%. Terlebih bila didukung dengan penetapan harga gas untuk industri yang diharapkan maksimal sebesar USD6 per million metric british thermal unit (MMBTU).
“Sebelumnya, kami menyampaikan tujuh isu di sektor industri yang harus ditindaklanjuti, apabila isu harga gas untuk industri bisa diselesaikan, pemerintah optimistis dengan target pertumbuhan sektor industri,” sebut Menperin.
Menperin mengungkapkan, selain itu kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri pengolahan nonmigas terhadap total PDB 2019 mencapai 17,58%. Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor industri masih terus konsisten memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian nasional.
“Terlebih, aktivitas industri membawa efek ganda yang luas bagi peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor,” ucapnya.
Sementara itu, ekspor sektor industri pada Januari-Desember 2019 tercatat sebesar USD126,57 miliar dan menyumbang 75,5% dari total ekspor Indonesia.
Lima Sektor Produksi Unggulan Ekspor
Berdasarkan data Kemenperin, ada lima sektor yang memberikan sumbangsih paling besar terhadap capaian nilai ekspor industri pengolahan sepanjang tahun 2019, yaitu industri makanan yang menyetor hingga USD27,16 miliar atau berkontribusi sebesar 21,46%.
Selanjutnya, industri logam dasar USD17,37 miliar (13,72%). Berikutnya, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia tercatat USD12,65 miliar (10%), industri pakaian sebesar USD8,3 miliar (6,56%), serta industri kertas dan barang dari kertas yang menyetor USD7,27 miliar (5,74%).
Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kinerja industri manufaktur, Kemenperin tengah menjalankan berbagai langkah strategis sebagai upaya meningkatkan nilai ekspor dari sektor industri pengolahan.
Di antaranya melalui peningkatan daya saing dan penyiapan produk unggulan. Kemudian, pemanfaatan free trade agreement(FTA) seperti percepatan negosiasi FTA, perluasan ke pasar nontradisional, dan inisiasi FTA bilateral sesuai kebutuhan industri.
“Kami juga melaksanakan program promosi internasional melalui pendampingan promosi dan ekspor, meningkatkan kapasitas produsen untuk ekspor, serta melakukan link and match dengan jejaring produksi global. Selanjutnya, memberikan dukungan fasilitas seperti fasilitasi pembiayaan ekspor, pendampingan kasus unfair trading, dan penurunan hambatan ekspor (NTMs),” tegas Menperin.
Disamping itu, pada April 2020 mendatang Indonesia juga menjadi official partner country pada ajang Hannover Messe 2020 di Jerman. Kesempatan ini merupakan momentum baik untuk memperkenalkan kesiapan industri Indonesia di era industri 4.0, mempromosikan kerja sama investasi dan ekspor sektor industri, serta memperkuat kerja sama bilateral dengan Jerman maupun dengan negara-negara lain yang berorientasi pada inovasi teknologi.
“Kehadiran pada perhelatan tersebut tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di ASEAN yang menjadi official partner country,tetapi juga mendukung upaya national branding atas posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan baru ekonomi dunia dan pemain manufaktur global,” tandasnya.