:
Oleh Irvina Falah, Senin, 25 Juli 2016 | 10:31 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 531
Jakarta - Kebijakan pengampunan pajak yang telah berlaku sejak 18 Juli 2016 tidak hanya ditujukan untuk para pelaku usaha besar atau pihak-pihak yang menyimpan dana di luar negeri, tapi juga berlaku bagi pelaku usaha kecil dan juga semua Warga Negara Indonesia. Kebijakan tersebut juga berlaku bagi warga yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal tersebut diterangkan oleh Presiden Joko Widodo pada sosialisasi kebijakan tersebut di Ballroom Hotel Santika, Medan, Jumat 22 Juli 2016.
"UMKM yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 Miliar hanya kena 0,5 persen, cepat ikut. Jangan telat," tambah Presiden.
Presiden Joko Widodo menyebut, saat ini merupakan kesempatan terbaik bagi seluruh warga untuk mengikuti kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan pengampunan pajak yang digulirkan kali ini telah mendapatkan dukungan baik secara sosial dan politik.
"Sudah, semuanya seperti meyakinkan saudara-saudara semua. Kapolri baru juga mendukung," ucap Presiden.
Jika melihat ke belakang, Indonesia pernah menggulirkan kebijakan serupa pada tahun 1964. Namun, pergolakan situasi politik saat itu tidak mendukung kebijakan tersebut untuk berlangsung. Sementara di tahun 1984, Indonesia kembali mengadakan program Tax Amnesty tapi tidak optimal karena saat itu tengah terjadi 'booming' minyak dan penjualan kayu.
"Banyak negara gagal, banyak juga yang berhasil. Saya ingin amnesti pajak berhasil dan pengawasnya saya sendiri, lewat intelijen dan BPKP," terangnya.
Sementara itu, terkait pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yang turut memberikan paparan, mendorong mereka untuk mengikuti kebijakan ini. Hal tersebut dimaksudkan agar timbul rasa tenang dan dapat memfokuskan diri pada keberlangsungan usahanya.
"Dengan mengikuti tax amnesty, Bapak dapat berusaha dengan tenang. Tidak perlu khawatir bertanya-tanya apakah laporan pajak saya sudah benar. Dengan profil lengkap, Bapak bisa berusaha dengan tenang. Lebih mudah mendapatkan akses besar dan menjadi pengusaha besar," ucap Bambang Brodjonegoro menjawab pertanyaan seorang pengusaha UMKM.
Kebijakan pengampunan pajak juga merupakan sebuah momentum yang tepat bagi para pemilik aset yang selama ini menggunakan nama pihak lain. Dengan mengikuti kebijakan ini, pemilik akan mendapatkan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) untuk balik nama harta tambahan.
"Kalau seseorang membeli rumah memakai nama pembantunya atau supirnya, maka dengan tax amnesty, ada pembebasan PPh kalau aset itu diubah dengan nama pemilik asli aset tersebut," tambah Menteri Keuangan.
Sosialisasi Dibanjiri Peminat
Sampai dengan saat ini, Presiden Joko Widodo sudah dua kali menggelar sosialisasi mengenai pengampunan pajak. Animo masyarakat terhadap keduanya sangatlah besar. Di Surabaya misalnya, panitia telah menyiapkan sekitar 2.000 undangan. Namun ternyata, peserta yang hadir pada sosialisasi pertama tersebut sekitar 2.700 orang.
Di Medan sendiri, sekitar 3.700 orang menghadiri sosialisasi tersebut dari 3.000 undangan yang telah disiapkan sebelumnya. Sekitar 200 orang di antaranya bahkan terpaksa harus menyaksikan dari luar ruangan karena kapasitas ruangan yang tidak mencukupi.
"Ini menunjukkan partisipasi Warga Negara Indonesia kelihatan di sini. Akibatnya, IHSG kita naik karena sentimen positif dalam sosialisasi Tax Amnesty. Apalagi kalau nanti orang berbondong-bondong (daftar)," kata Presiden.
Tidak hanya sosialisasinya saja yang dibanjiri peminat, tercatat hingga hari ke-3 pelaksanaan amnesti pajak (20 Juli 2016), Ditjen Pajak telah menerima pelaporan aset sebesar Rp100 miliar. Kebijakan ini diperkirakan akan terus dibanjiri peminat seiring dengan berjalannya sosialisasi.
Payung Hukum yang Jelas untuk Repatriasi Modal
Dalam sosialisasi tersebut, Presiden turut mengajak peran serta seluruh warga Indonesia untuk bersama-sama pemerintah membangun bangsa. Sebagai warga yang hidup dan mengusahakan kehidupannya di Indonesia, selayaknya memiliki kesadaran diri untuk turut berperan serta.
"Kok ada uang yang ditempatkan di luar negeri. Tidak apa-apa sebetulnya, dalam bisnis hal seperti itu tidak apa-apa. Tapi, saat ini negara membutuhkan partisipasi Bapak/Ibu semua. Sehingga kita carikan payung hukumnya," terang Pesiden sembari menyinggung payung hukum yang dimaksud tentu saja berupa Undang-Undang Amnesti Pajak yang saat ini gencar disosialisasikan.
Presiden tidak lupa berterima kasih kepada sembilan anggota Komisi XI DPR RI yang hadir pada acara tersebut. Sebab, kesemuanya berperan besar dalam memberikan persetujuan bagi UU Pengampunan Pajak agar Indonesia dapat mengejar negara lainnya.
"Beliau inilah yang memberikan persetujuan dan dengan kecepatan yang sangat cepat menyelesaikan UU Tax Amnesty. Begitu momentum hilang, tidak tahu kapan lagi kita bisa menarik uang itu," ucap Presiden.
Amesti pajak merupakan sebuah penghapusan pajak yang seharusnya terhutang. Amnesti pajak turut menghapus sanksi-sanksi administrasinya. Selain itu, amnesti pajak juga membebaskan sanksi pidana perpajakan dan penghentian proses pemeriksaan serta penyidikan tindak pidana perpajakan. Namun, kebijakan ini hanya dapat diikuti bagi mereka yang tidak sedang berperkara dan sedang menjalani hukuman pidana perpajakan.
Syarat untuk mengikuti kebijakan amnesti pajak ini sangatlah mudah. Presiden memberikan contoh, bila seseorang memiliki uang di bawah bantal yang belum dilaporkan, agar segera dilaporkan. Demikian pula bila memiliki simpanan di luar negeri, juga harus segera dilaporkan.
"Disampaikan mumpung ada Undang-Undang Tax Amnesty. Kemudian bayar tebusan. Uang tebusan juga sangat rendah sekali. Yang kita inginkan adalah agar uang ini masuk," terangnya.
Mengenai kerahasiaan data wajib pajak, Presiden Joko Widodo menyebut, Undang-Undang Tax Amnesty menjamin data para wajib pajak yang mengikuti program ini tidak bisa disebarkan. Data-data tersebut juga tidak dapat dijadikan dasar untuk penuntutan.
"Data Tax Amnesty tidak bisa dijadikan dasar untuk penuntutan, tidak dapat diminta oleh siapapun, dan tidak diberikan kepada siapapun. Hati-hati, kalau membocorkan bisa terkena pidana maksimum lima tahun," lanjut Presiden.
Kebutuhan Dana Pembangunan Infrastruktur
Fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo ialah pembangunan infrastruktur sebagai kesiapan modal menghadapi persaingan global. Untuk membangunnya, negara diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp4.900 triliun. Sedangkan kemampuan APBN hanya sanggup menganggarkan sebesar Rp1.500 triliun.
"Artinya kurang Rp3.400 triliun. Dari mana uangnya? Dari Bapak/Ibu semua dikumpulkan sehingga bisa kita pakai dan infrastruktur rampung. Kalau rampung, pertarungan bisa kita mulai. Pasti nanti biaya logistik transportasi jauh lebih murah," tambah Presiden.
Dana yang masuk melalui kebijakan amnesti pajak ini akan digunakan pemerintah untuk investasi jangka menengah dan panjang. Misalnya, membangun pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, dan beragam fasilitas penunjang lainnya.
"Bangun infrastruktur, misalnya aiport, jalan tol, pembangkit listrik karena kita semua sedang butuh 35.000 MW lima tahun ke depan. Coba taruh di luar, dapat berapa sih (bunganya)? Bandingkan kalau di sini," tanyanya kepada hadirin.
Terkait dengan kesiapan perbankan untuk menampung dana repatriasi, Presiden menyebut bahwa saat ini Perbankan nasional telah siap untuk menerimanya.
"Perbankan saya kira semua siap, ada 18 bank yang juga bisa menerima dan menampung dana-dana tersebut," ujar Presiden.
Hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo di antaranya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri BUMN Rini Soemarno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi.