- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Kamis, 2 Januari 2025 | 20:21 WIB
: Hadirkan Akademisi hingga Praktisi, Talkshow Unair Diskusikan Kunci Ketahanan Pangan - Foto:Mc.Jatim
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Selasa, 31 Desember 2024 | 02:50 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 229
Surabaya, InfoPublik - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar diskusi bersama dalam talkshow bertajuk “Ketahanan Pangan dan Budaya Makan Bergizi”. Kegiatan tersebut berlangsung di Hall Lantai 1 Kantor Manajemen Kampus MERR-C Unair, pada Senin (30/12/2024).
Bersama para akademisi dari Unair, turut hadir Pemilik Usaha Ayam Bakar Pak D Erik Marsudi Hutomo; Pimpinan Wilayah Perum Bulog Jawa Timur Awaludin Iqbal; dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Jawa Timur Dr Adriyanto SH MKes.
Berangkat dari perspektif berbeda, ketiganya sepakat bahwa kunci ketahanan pangan perlu dimulai dari masyarakat. Adriyanto, salah satunya, menyampaikan ketahanan pangan harus dimulai dengan perubahan cara pandang masyarakat terhadap budaya makan bergizi. Menurutnya, gizi bukan hanya perihal kesejahteraan, hak asasi, serta pangan dan konsumsi saja.
Lebih lanjut, ia memaparkan pemenuhan gizi pada anak layaknya investasi. “Gizi merupakan investasi. Dan meningkatkan gizi masyarakat akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Investasi itu bisa dilakukan dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama dua tahun dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang bergizi,”imbuhnya.
Langkah sederhana tersebut, katanya, dapat membantu menyelesaikan permasalahan lainnya, seperti stunting. Untuk itu, pola pikir mengenai gizi buruk akibat kemiskinan harus diubah. “Menurut data, faktor kemiskinan itu hanya 30 persen, yang paling tinggi itu adalah faktor salah asuh,” ujarnya.
Dirinya menekankan,seorang ibu harus paham bagaimana dampak kurangnya gizi bagi tumbuh kembang anak. Gizi buruk akan memengaruhi kerusakan otak yang akhirnya membuat kemampuan belajar anak rendah. Dengan kemampuan belajar rendah, maka akan menciptakan angka pendidikan yang rendah.
“Jadi, untuk mewujudkan ketahanan pangan itu bukan hanya pemberian makan gratis, tapi memberikan pemahaman mengenai manfaat gizi yang terpenuhi bagi anak. Karena dari sana, akan menyelesaikan permasalahan lainnya, seperti stunting dan peningkatan SDM,” tutur pimpinan BRIDA Jatim itu.
Pada kesempatan yang sama, Erik Marsudi selaku pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), berpendapat bahwa realisasi ketahanan pangan di Indonesia menghadapi banyak tantangan. Hal itu mulai dari distribusi dan ketersediaan pangan yang tidak merata, kualitas pangan yang kurang baik, dan masih banyak lagi. Pelaku usaha pun tidak dapat bergerak sendirian. “Untuk itu, bagi pelaku usaha itu perlu adanya kolaborasi, pemanfaatan teknologi, dan digitalisasi,”imbuhnya.
Selain itu, baik pemerintah maupun masyarakat harus berkontribusi untuk mendukung UMKM dalam negeri. Karena menurutnya, UMKM dalam negeri adalah penggerak ekonomi. “Kunci ekonomi maju, ya utamakan dengan membeli produk buatan Indonesia. Kalau ada yang kurang dari kesediaan bahan di Indonesia, ya pemerintah harus bisa meningkatkan kesediaan tersebut, bukan malah impor. Dari Indonesia untuk Indonesia,” ujar Alumnus Unair itu.
Di sisi lain, Indonesia adalah negara agraris dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Persawahan di berbagai wilayah di Indonesia terbentang sangat luas. Namun nyatanya, impor beras dan gandum pada beberapa tahun belakang mengalami peningkatan.
Hal itu menurut Pimpinan Wilayah Perum Bulog Jatim Awaludin Iqbal, pengaruhnya ada banyak faktor. Di antaranya masyarakat yang lebih selektif terhadap beras dan meningkatnya konsumsi tepung terigu.
“Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang mendorong aktivitas impor beras dan gandum di Indonesia. Peningkatan konsumsi gandum dan tepung terigu meningkatkan ketergantungan Indonesia akan impor yang akhirnya memengaruhi ketahanan pangan Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mendorong diversifikasi pangan dengan mempromosikan konsumsi sumber karbohidrat lokal. Cara tersebut dapat mengurangi ketergantungan masyarakat akan gandum impor. “Perlu mendorong diversifikasi pangan, yang kemudian diimbangi dengan penguatan di sektor hulu dan hilir untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas pangan,”tambahnya. (Mc Prov Jatim /hjr-mad/eyv)