- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Rabu, 18 Desember 2024 | 21:43 WIB
: Prof Helmy Yusuf Inovasi Vaksin Berbentuk Tablet - Foto: Mc.Jatim
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Rabu, 18 Desember 2024 | 21:35 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 31
Surabaya, InfoPublik - Prof Helmy Yusuf SSi Apt MSc PhD yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Teknologi dan Formulasi Sediaan Solida Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa (18/12/2024), menginovasikan vaksin berbentuk tablet.
Ia menyampaikan orasi ilmiah tentang “Inovasi Formulasi Sediaan Padat Menggunakan Bahan Amfifilik dalam Pemenuhan Kebutuhan Obat dan Vaksin yang Stabil dan Efisien.”Ia mengawali penjelasannya dengan paparan permasalahan pengembangan obat dan vaksin di masa kini.
Permasalahan tersebut mencakup tren pengembangan obat yang menunjukkan bahwa 70 persen pipeline pengembangan obat baru berfokus pada Biopharmaceutics Classification System (BCS) Kelas II yang memiliki karakteristik sifat kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi.
Prof Helmy juga menyampaikan bahwa terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan vaksin di wilayah tropis. Terutama dalam hal rantai pasok, masa simpan, dan efektivitas vaksin. “Stabilitas vaksin dipengaruhi oleh suhu sehingga memerlukan sistem rantai dingin yang kuat, dan diperlukan penyederhanaan rantai pasok supaya dapat terdistribusi ke daerah terpencil,” tutur Prof Helmy, di Surabaya, Rabu(18/12/2024)
Berangkat dari kedua tantangan tersebut, Prof Helmy mengusulkan untuk melakukan inovasi terhadap formulasi obat dan vaksin guna meningkatkan kelarutan, ketahanan, dan bioavailabilitasnya.
Solusi tersebut adalah penggunaan senyawa amfifilik. Senyawa ini memiliki dua bagian dalam molekulnya, yaitu bagian hidrofilik yang menyukai air dan hidrofobik yang tidak menyukai air. Konsep ini mengacu pada kemampuan molekul untuk berinteraksi dengan senyawa aktif sehingga dapat berinteraksi dengan air dan lipid (lemak).
Karakteristik ini selanjutnya menciptakan sistem penghantaran obat dan vaksin yang efektif untuk melewati hambatan biologis serta meningkatkan efek terapi. “Hal ini relevan dengan formulasi obat dan vaksin sebab karakteristik tersebut dapat meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, stabilitas, dan efektivitas produk farmasi,” papar Prof Helmy.
Dalam obat, senyawa amfifilik mampu memfasilitasi pelarutan obat, melindungi obat dari degradasi lingkungan, serta menghantarkan obat ke target area yang diinginkan. Sementara pada vaksin, senyawa ini terbukti dapat menstabilkan antigen, berfungsi sebagai adjuvan sekaligus pembawa, dan membantu pelepasan antigen berkelanjutan sekaligus meningkatkan respon imun. “Seluruh indikator menunjukkan bahwa bahan amfifilik terbukti meningkatkan kemampuan penetrasi dan imunogenitas dari vaksin,” ringkas Prof Helmy.
Selanjutnya, guna mengatasi permasalahan masa simpan pada vaksin cair yang relatif pendek dan memerlukan perlakukan khusus, Prof Helmy mencetuskan solusi berupa vaksin kering dalam bentuk sediaan padat. Dalam pembuatannya, vaksin disolidifikasi dalam bentuk beku-kering (liofilisasi).
“Harapannya tidak diperlukan lagi fasilitas rantai dingin untuk menjaga stabilitas antigen dan memperpanjang masa simpan vaksin. Sehingga dapat memangkas biaya operasional imunisasi vaksin secara keseluruhan,” ucapnya.
Vaksin berbentuk tablet sublingual juga mudah dikonsumsi. Vaksin cukup diletakkan di bawah lidah dan akan larut dengan sendirinya, tanpa memerlukan bantuan jarum suntik. Dengan begitu, mekanisme pemberian vaksin kedepannya akan mengalami perubahan pesat, bahkan menjadi terobosan solusi bagi individu yang memiliki fobia terhadap jarum. (MC Prov Jatim /hjr-mad/eyv)