- Oleh Wahyu Sudoyo
- Senin, 2 Desember 2024 | 23:23 WIB
: Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG), T. Aznal Zahri. (Foto: MC Aceh)
Oleh MC PROV ACEH, Minggu, 8 Desember 2024 | 15:05 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 132
Banda Aceh, InfoPublik - Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh menyebut jumlah desa atau gampong dengan status sangat tertinggal di provinsi paling barat Indonesia itu terus berkurang dalam beberapa tahun terakhir, dan ditargetkan Aceh terbebas dari status tersebut pada 2025.
Penurunan tersebut berdasarkan data indeks desa membangun (IDM), yang merupakan salah satu pengukuran terhadap tingkat kemajuan dan pembangunan desa di Indonesia. “Di Aceh khususnya, tentunya kita bersyukur setiap tahunnya ada pengurangan status gampong sangat tertinggal,” Kepala DPMG Aceh, T. Aznal Zahri.
Ia menjelaskan, tujuan dari pembangunan gampong berdasarkan amanat undang-undang desa yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat gampong, sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan desa melalui peningkatan kualitas hidup manusia, dan penanggulangan kemiskinan.
Hal tersebut, kata Aznal, dapat terpenuhi melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana gampong, pengembangan potensi ekonomi lokal, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
“Dalam meningkatkan pembangunan gampong ini terdapat tantangan, salah satunya tantangan di Aceh adalah terdapat gampong sangat tertinggal berjumlah 33 gampong dan gampong tertinggal sebanyak 593 gampong,” ujarnya.
Ia menambahkan, jumlah gampong sangat tertinggal tersebut jauh berkurang dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, jumlah status gampong sangat tertinggal di Aceh sebanyak 193 gampong. Kemudian pada 2022 berkurang menjadi 77 gampong, selanjutnya berkurang menjadi 49 gampong pada 2023, dan survei terakhir dilakukan pada Juli 2024 tercatat berjumlah 33 gampong.
Jumlah gampong sangat tertinggal ini tersebar di beberapa kabupaten/kota, di antaranya 14 gampong di Aceh Utara, dua gampong di Aceh Timur, lima gampong di Aceh Singkil, dan dua gampong di Aceh Selatan. Kemudian ada tiga gampong di Aceh Tenggara, dua gampong di Pidie Jaya, satu gampong di Bener Meriah, dua gampong di Aceh Jaya, satu gampong di Aceh Barat, dan satu gampong di Kota Subulussalam.
Menyikapi data itu, DPMG Aceh juga telah melaksanakan rapat koordinasi gampong tertinggal dengan mengundang seluruh kepada desa (keuchik) dan unsur pemerintah daerah untuk mencari akar permasalahan yang menyebabkan lambatnya perubahan status gampong.
Selama ini, menurut Aznal, sebagian masyarakat masih beranggapan apabila status gampong sangat tertinggal atau tertinggal maka akan memungkinkan penambahan dana desa, namun apabila status gampong meningkat lebih baik maka alokasi Dana Desa akan menurun, sehingga banyak perangkat gampong tidak meningkatkan status gampong.
Hal tersebut, kata Aznal, adalah kesalahpahaman sehingga menyebabkan status gampong di Aceh lamban dalam dalam meningkatkan status gampong. Padahal dengan meningkat status gampong maka pemerintah akan memberikan penghargaan kepada gampong.
“Untuk itu mari bersama untuk bersinergi meningkatkan status gampong yang masih sangat tertinggal menjadi gampong berkembang atau maju bahkan menjadi gampong yang mandiri,” ujarnya. (mc aceh/01)