- Oleh Fatkhurrohim
- Rabu, 20 November 2024 | 10:20 WIB
:
Oleh MC PROV RIAU, Rabu, 9 Oktober 2024 | 21:01 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 153
Pekanbaru, InfoPublik – Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema “Menentukan Platform Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Industri Kelapa Sawit Indonesia yang Terpercaya dan Diakui di Tingkat Nasional dan Internasional”.
Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas, Reni Mayerni, menekankan pentingnya FGD ini karena industri minyak kelapa sawit memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional.
Namun, di sisi lain, industri ini sering kali diasosiasikan sebagai penyumbang emisi karbon yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan platform yang akurat dan dapat diakui secara nasional maupun internasional untuk menghitung emisi gas rumah kaca dari industri kelapa sawit.
“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada tahun 2023 mencapai 30.380 kilo ton atau senilai USD25.070 juta. Selain dalam bentuk CPO, minyak kelapa sawit juga diolah menjadi Oleofood dan Oleokimia yang diekspor ke berbagai negara,” kata Reni dalam sambutannya di Hotel Aryaduta, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Rabu (9/10/2024).
Reni menambahkan bahwa penghitungan emisi gas rumah kaca di sektor kelapa sawit saat ini masih dilakukan oleh berbagai institusi dengan metode yang berbeda, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), dan GHG Protocol. Namun, meskipun dasar perhitungannya sama, hasilnya sering kali berbeda.
“Perbedaan ini menimbulkan kebingungan dan ketidakseragaman dalam data emisi. Oleh karena itu, perlu ada kesepakatan platform perhitungan emisi yang tepat dan sesuai dengan kondisi Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, perwakilan Bidang Sustainability Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Bandung Sahari, menekankan perlunya Indonesia memiliki pedoman sendiri dalam menghitung emisi gas rumah kaca dari sektor kelapa sawit. Hal ini agar data yang digunakan lebih akurat dan dapat diterima oleh semua pihak, baik nasional maupun internasional.
“Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang menyusun draft Pedoman Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) untuk perkebunan dan industri sawit di Indonesia. Diharapkan, pedoman ini dapat menjadi acuan yang jelas bagi semua pihak,” ujar Bandung Sahari.
FGD ini diharapkan mampu merumuskan solusi terkait perhitungan emisi di perkebunan kelapa sawit dan menghasilkan platform yang terpercaya serta dapat diakui di tingkat nasional dan internasional.
(Mediacenter Riau/mrs)