- Oleh MC KOTA TIDORE
- Senin, 25 November 2024 | 20:02 WIB
: Ketua Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) DPC Maluku Utara, Much Hidayah Marasabessy
Oleh MC KOTA TIDORE, Kamis, 1 Agustus 2024 | 12:35 WIB - Redaktur: Inda Susanti - 165
Ternate, InfoPublik - Keunikan ekologis Kepulauan Maluku Utara dihadapkan pada tantangan perubahan ekologis. Hal ini perlu mendapat perhatian serius agar tidak berdampak negatif di masa mendatang.
Hal itu dikemukakan Ketua Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) DPC Maluku Utara, Much Hidayah Marasabessy, Selasa (30/7/2024).
Dia menjelaskan, wilayah Maluku Utara yang didominasi oleh pulau-pulau kecil terletak di area cincin api atau ring of fire dan world coral triangle, menjadikannya bagian dari ruang biodiversitas Wallacea yang sangat penting.
"Keunikan geografis ini memberikan dampak besar jika terjadi perubahan lanskap, terutama karena karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang relatif kecil hingga mikro," jelasnya.
Banyak wilayah di Maluku Utara hanya memiliki hulu-hilir DAS tanpa area tengah yang biasanya terdapat di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Keberadaan sungai episodik dan ephemeral menjadi salah satu ciri utama wilayah ini, bukan sungai permanen atau periodik.
"Daerah tangkapan air (catchment area) rata-rata memiliki kedalaman solum tanah yang pendek. Di beberapa pulau seperti Hiri dan Maitara, serta di area tambang di Halmahera, bahan batuan induk bisa ditemukan pada kedalaman tanah yang dangkal, hanya sekitar 1-2 meter," terang dia.
Curah hujan yang hampir sepanjang tahun membantu menjaga ketersediaan air tanah di wilayah ini, meskipun daya tampung air tanah tidak besar.
Namun, dampak erosi dan sedimentasi akibat limpasan air hujan membawa material tanah yang terdampak pembukaan lahan, menyebabkan sedimentasi di muara DAS.
"Fenomena ini terlihat di Halmahera Tengah dan telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, terutama di DAS Kobe dan Sagea serta DAS di Halmahera Barat-Utara seperti Kao, Kali Jodoh, dan Kobok," ujarnya, sembari berharap perubahan ekologis ini mendapat perhatian serius.
Perubahan lanskap yang terjadi di Maluku Utara memerlukan langkah-langkah penanganan yang tepat agar dapat menjaga keseimbangan ekologis dan mencegah dampak negatif yang lebih besar di masa depan. (Sf/MC Tidore)