Cegah Dampak Negatif, Perubahan Ekologis Harus Disikapi Serius

: Ketua Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) DPC Maluku Utara, Much Hidayah Marasabessy


Oleh MC KOTA TIDORE, Kamis, 1 Agustus 2024 | 12:35 WIB - Redaktur: Inda Susanti - 145


Ternate, InfoPublik - Keunikan ekologis Kepulauan Maluku Utara dihadapkan pada tantangan perubahan ekologis. Hal ini perlu mendapat perhatian serius agar tidak berdampak negatif di masa mendatang.

Hal itu dikemukakan Ketua Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) DPC Maluku Utara, Much Hidayah Marasabessy, Selasa (30/7/2024).

Dia menjelaskan, wilayah Maluku Utara yang didominasi oleh pulau-pulau kecil terletak di area cincin api atau ring of fire dan world coral triangle, menjadikannya bagian dari ruang biodiversitas Wallacea yang sangat penting.

"Keunikan geografis ini memberikan dampak besar jika terjadi perubahan lanskap, terutama karena karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang relatif kecil hingga mikro," jelasnya.

Banyak wilayah di Maluku Utara hanya memiliki hulu-hilir DAS tanpa area tengah yang biasanya terdapat di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Keberadaan sungai episodik dan ephemeral menjadi salah satu ciri utama wilayah ini, bukan sungai permanen atau periodik.

"Daerah tangkapan air (catchment area) rata-rata memiliki kedalaman solum tanah yang pendek. Di beberapa pulau seperti Hiri dan Maitara, serta di area tambang di Halmahera, bahan batuan induk bisa ditemukan pada kedalaman tanah yang dangkal, hanya sekitar 1-2 meter," terang dia.

Curah hujan yang hampir sepanjang tahun membantu menjaga ketersediaan air tanah di wilayah ini, meskipun daya tampung air tanah tidak besar.

Namun, dampak erosi dan sedimentasi akibat limpasan air hujan membawa material tanah yang terdampak pembukaan lahan, menyebabkan sedimentasi di muara DAS.

"Fenomena ini terlihat di Halmahera Tengah dan telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, terutama di DAS Kobe dan Sagea serta DAS di Halmahera Barat-Utara seperti Kao, Kali Jodoh, dan Kobok," ujarnya, sembari berharap perubahan ekologis ini mendapat perhatian serius.

Perubahan lanskap yang terjadi di Maluku Utara memerlukan langkah-langkah penanganan yang tepat agar dapat menjaga keseimbangan ekologis dan mencegah dampak negatif yang lebih besar di masa depan. (Sf/MC Tidore)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Senin, 16 September 2024 | 12:10 WIB
PON XXI 2024 Aceh-Sumut : Jakarta Masih Di Pucuk Klasemen dengan 282 Medali
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Minggu, 15 September 2024 | 23:57 WIB
94 Tahanan Rutan Ternate Telah Terdaftar dalam DPT Pilkada 2024
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Jumat, 13 September 2024 | 07:32 WIB
BMKG Peringatkan Peningkatan Kecepatan Angin dan Gelombang Tinggi di Maluku Utara
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Sabtu, 14 September 2024 | 08:54 WIB
20 Anggota DPRD Halmahera Tengah Periode 2024-2029 Resmi Dilantik
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Jumat, 13 September 2024 | 07:27 WIB
Tingkatkan Kualitas Layanan Kesehatan, Dinkes Halmahera Barat Gelar Kick Off ILP
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Jumat, 13 September 2024 | 07:17 WIB
Cabor Sepatu Roda Tutup Kans Medali Maluku Utara pada PON XXI Aceh-Sumut 2024
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Sabtu, 14 September 2024 | 09:04 WIB
LP3H Dorong Sertifikasi Halal Bagi UMKM di Maluku Utara
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Kamis, 12 September 2024 | 14:35 WIB
Sekolah Lansia Tangguh Nusa Indah Bantu Pemberdayaan Manula di Halmahera Tengah