Sila Botutihe Pj Bupati Gorontalo Utara yang Gigih Gaungkan Sulaman Karawo untuk Bangkitkan Budaya dan Ekonomi

: Sila N Botutihe penjabat Bupati Gorontalo Utara (kiri) dan suami. Keduanya mengenakan busana sulaman karawo, kerajinan khas Gorontalo.


Oleh MC PROV GORONTALO, Sabtu, 3 Februari 2024 | 06:23 WIB - Redaktur: Kusnadi - 79


Kota Gorontalo, InfoPublik – Untaian pulau-pulau kecil yang menghias lepas pantai pesisir utara Gorontalo menjadi mutu manikam di birunya Laut Sulawesi, pasir putih, matahari dan segarnya air laut menjadi sajian yang selalu memesona. Di sisi selatannya, gugusan pergunungan dan bukit berkelok menjadi benteng alam yang kokoh, membujur sepanjang perbatasan Provinsi Sulawesi Tengah di sisi barat hingga di perbatasan utara dengan Provinsi Sulawesi Utara.

Pesona Kabupaten Gorontalo Utara ini menjadi peneguh kedamaian kehidupan masyarakatnya yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan petani.

Sebagai daerah pemekaran yang relatif baru, Pemerintah dan masyarakat Gorontalo Utara berpacu meningkatkan taraf hidup dan segera bangkit setara dengan daerah-daerah lain yang lebih maju. Semua potensi dikerahkan untuk mencapai tujuan ini.

Salah satu potensinya adalah sulaman karawo. Sulaman tradisional Gorontalo ini tidak sekadar sebagai komoditas ekonomi yang memiliki nilai tinggi, juga sebagai identitas budaya Gorontalo yang membanggakan.

Sulam karawo inilah yang menjadi penggerak ekonomi dan memberi harapan lebih baik dalam penghidupan masyarakat perajin. Upaya pemajuan sulaman karawo ini dilakukan oleh penjabat bupati Gorontalo Utara Sila N Botutihe, wanita tangguh yang tak kenal lelah mengunjungi masyarakatkan dari pelosok desa hingga yang mendiami pulau-pulau kecil di yang bertaburan di lepas Pantai Gorontalo.

Sila Botutihe mengatakan bagi masyarakat Gorontalo sulaman karawo sudah sangat familiar dengan warganya, karawo adalah kebanggaan.

Sulaman karawo dikenal sebagai kerajinan yang memiliki tingkat kerumitan tinggi. Pekerjaan ini dilakukan para Perempuan Gorontalo dengan cara mengiris serat kain yang vertikal dan horisontal sesuai pola, hanya orang yang berpengalaman saja yang berani melakukannya, setelah membentuk bidang dengan pola strimin tahap berikutnya adalah menyulam dengan benang sesuai pola motif yang dinginkan.

Rumitnya pengerjaan sulaman ini menjadikannya sulaman karawo sebagai karya wastra paling rumit di dunia, pengerjaannya penuh ketelatenan dan kesabaran. Inilah yang menjadikan sulaman karawo bernilai ekonomi tinggi, hingga kini belum ada mesin atau alat yang mampu menggantikan kerajinan khas Gorontalo ini.

Karawo telah diwariskan dari generasi ke generasi yang menjadi identitas budaya Gorontalo. Kebanggaan inilah yang memberi nilai budaya pada kerajinan sulam karawo.

Dua entitas ini yang didorong oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang juga berfungsi sebagai penegas identitas kebudayaan Gorontalo.

Untuk menguatkan dua kepentingan ini Penjabat Bupati Gorontalo Utara Sila N Botutihe telah mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN) dan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sulaman karawo.

“Dengan mengajak warga dan ASN mengenakan karawo, para perajin karawo dan pelaku industri rumah tangga ini tumbuh. Sejak 3 hari terakhir ini kami mengenalkan Gorontalo Utara Berkarawo,” kata Sila N Botutihe, Sabtu (3/2/2024).

Momentum ajakan ini berbarengan dengan Hari karawo pada 23 Januari. Hari karawo ini menjadi momentum yang tepat untuk menggelorakan semangat wirausaha para perajin karawo yang tersebar di desa-desa.

Upaya memasyarakatkan sulaman ini juga dilaksanakan melalui apel besar yang melibatkan para pegawai yang di pemerintahan Kabupaten Gorontalo Utara. Resonansi ajakan Sila Botutihe bahkan menjangkau hingga kepada para guru dan aparat kelurahan yang tersebar di seluruh pelosok Gorontalo Utara.

Sila Botutihe memiliki keyakinan dengan menggerakkan sulaman karawo ini akan mendorong geliat dan tumbuh kembangnya subsektor ekonomi kreatif daerah, perajin sulam, hingga pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Gaung bersambut, ajakan Sila Botutihe direspon positif banyak pihak. Salah satunya adalah sekolah yang “menyisipkan” sulaman karawo sederhana pada baju seragam. Ini cukup menjadi identitas awal kecintaan pada sulaman karawo.

Selain itu sudah lazim para pegawai atau warga memiliki koleksi baju sulaman karawo, terutama baju formal yang digunakan dalam seragam, jas, hingga hiasan dinding yang tergantung di rumah atau kantor.

“Kami sangat peduli dengan dunia UMKM, termasuk yang terkait usaha sulam karawo. Kami sudah membangun ruang pamer dan etalase untuk mengenalkan produk Masyarakat,” ujar Sila Botutihe.

Untuk meningkatkan rasa peduli dan bangga atas identitas budaya ini, Sila Botutihe tidak hanya sekadar duduk di kantor, ia sambangi kelompok-kelompok perajin di daerah, memotivasi kaum perempuan pedesaan yang bekerja sebagai pengiris serat kain dan penyulam.

Sebagai perempuan, Sila Botutihe tidak kesulitan untuk menjalin komunikasi dengan perajin karawo.

Posisi geografis Kabupaten Gorontalo Utara memang unik, memanjang dari perbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Provinsi Sulawesi Utara di sisi timur hingga ke barat yang berbatasan dengan Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Di utara menghadap laut Sulawesi dengan raburan pulau-pulau kecil yang eksotik, sementara di sisi Selatan merupakan gugusan pegunungan dan perbukitan yang berbatasan dengan 3 kabupaten lainnya, Boalemo, Gorontalo dan Bone Bolango.

“Yang menjadi fokus kami adalah meningkatkan kualitas sulaman agar nilai kerajinan mereka semakin berharga. Kami mengejar nilai tambah kerajinan ini,” tutur Sila Botutihe.

Meskipun hingga kini Gorontalo Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2007 pada 2 Januari 2007 belum memiliki pabrik kain, dalam proses pembuatannya sulaman karawo memiliki nilai tambah yang tinggi.

Tidak satupun sulaman karawo yang sama, karena setiap kain dikerjakan secara manual oleh kaum Perempuan. Poduk ini merupakan karya seni warga desa, sehingga layak untuk dikoleksi dan membuat bangga bagi para penggunannya. Produk ini berbeda dengan kerajinan lain yang diproduksi secara massal menggunakan mesin.

“Kami turun ke desa-desa, menyapa dan memotivasi setiap perajin perempuan dengan bahasa lokal  Gorontalo yang lebh dipahami masyarakat. Kami juga mendengarkan keluh kesah mereka dan mencarikan jalan keluarnya, termasuk ke desa-desa di pulau-pulau kecil,” kata Sila Botutihe.

Diakuinya tidak mudah menggerakkan potensi perajin di desa untuk memunculkan kelompok-kelompok perajin yang tangguh, dibutuhkan upaya terus-menerus dan kesabaran.

Dalam pembuatan sulaman karawo ini, proses awalnya dimulai dari pembuatan desain motif yang melibatkan seorang desainer, dia harus mampu menerjemahkan gambar dalam sebuah desain yang mampu dibaca oleh pengiris serat kain.

“Sekarang banyak desainer baru mengambil gambar dari aplikasi pinterest, yang penting gambarnya menarik,” ujar John Koraag salah seorang desainer pola sulam karawo kawakan.

Para desainer pola ini sangat menentukan perkembangan sulam karawo, pembuatan motif harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Jika dulu motif karawo sangat sederhana seperti pola geometris, bunga atau bentuk daun. Seiring perkembangan zaman pola desain ini merambah ke bentuk-bentuk kekinian dengan tema yang lebih dinamis.

Bagi John Koraag, karawo sebagai identitas budaya Gorontalo seharusnya menjadi sarana untuk mengenalkan nilai-nilai lokal, desain gambar harus memiliki makna yang mampu menguatkan narasi kegorontaloan.

John Koraag memisalkan desainnya yang menggambarkan alikusu atau gerbang adat Gorontalo, alikusu merupakan tempat masuk semua orang yang dibangun di depan rumah pembesar adat, rumah adat (dulohupa atau bantayo poboide) dan masjid.

“Gerbang adat ini menjadi simbol penghormatan kepada tamu yang datang ke Gorontalo,” ujar John Koraag.

Pada masa pemerintahan Sultan Botutihe (1710-1757) alikusu dibangun bukan hanya terbatas pada para pejabat negeri tetapi merata sampai depan rumah penduduk tepatnya di depan pintu pagar sepanjang jalan besar yang dilalui raja. Alikusu ini didirikan untuk meramaikan malam pasang lampu atau tumbilotohe, juga untuk memperingati hari besar.

Melalui desain karawo yang memiliki nilai lokal inilah John Koraag ingin mengabarkan tentang Gorontalo kepada dunia. Ia memulai mendesain karawo sejak tahun 1976, sampai saat ini ia terus menekuni dunia desain sulam karawo.

“Dulu sulaman karawo hanya untuk hiasan taplak dan sapu tangan, sekarang sudah menjadi busana yang indah dengan ragam kain dan benang yang memukau,” tutur John Koraag.

Sebagai warisan budaya Gorontalo, kelahiran sulaman karawo ini memiliki beberapa versi. Ada yang menyebut sulaman ini sejak era tahun 1600 atau abat XVII. Namun pendapat logis dilontarkan oleh I Wayan Sudana seorang peneliti karawo yang juga Ketua Jurusan Pendidikan Desain dan Seni Rupa Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo.

Menurut Wayan Sudana, berdasar literatur, sulaman karawo muncul pada tahun 1917 saat para istri pembesar Pemerintah Hindia Belanda yang bertugas di Gorontalo mengenalkan kerajinan kristik. Kerajinan kristik ini kemudian diadaptasi oleh para perempuan Gorontalo dari kalangan atas melalui selembar kain, mereka mengiris serat kain dan menyulamnya sebagaimana kerajinan karawo saat ini. Bedanyam, saat itu benang yang disulam adalah serat yang diiris dari kain sehingga warnanya sama.

Sejarah kemunculan sulaman karawo ini pernah ditulis oleh Hamzah Neu, seorang mantan Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Gorontalo sekitar tahun 1980-an.

Kini sulaman karawo telah menjadi bagian penting penghidupan masyarakat, sulaman ini ditekuni para wanita di pedesaan yang jumlahnya ribuan orang. Mereka mengiris serat kain dan menyulam seusai melaksanakan kegiatan rumah tangga di dapur. Sambil beristirahat di samping rumah atau di teras, kaum wanita Gorontalo Utara bekerja dalam senyap, memproduksi sulaman indah, sulaman paling rumit di dunia. (mcgorontaloprov/raa)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 1 Juli 2024 | 17:51 WIB
BPK XVII Umumkan Sejumlah Juara di Acara Kumpul Komunitas Karawo
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 1 Juli 2024 | 14:06 WIB
Desa Tabongo Barat Raih Predikat Sebagai Desa Rintisan Lumbung Karawo
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Minggu, 30 Juni 2024 | 18:12 WIB
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII Gelar Acara Kumpul Komunitas Karawo
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 5 Februari 2024 | 05:33 WIB
Pelatihan Sulaman Karawo Diharapkan Jadi Bekal Warga Lapas Gorontalo
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 24 Januari 2024 | 19:30 WIB
Kasatpol PP Provinsi Gorontalo Ingin Populerkan Karawo Melalui Seragam
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 24 Januari 2024 | 06:09 WIB
Dekranasda Gorontalo Sukses Gelar Hari Karawo 2024
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Rabu, 24 Januari 2024 | 06:07 WIB
Malam Puncak Hari Karawo 2024 Berlangsung Meriah
  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Senin, 22 Januari 2024 | 05:08 WIB
Ramaikan Car Free Day Badan Penghubung Promosikan Karawo di Makassar