- Oleh Putri
- Jumat, 22 November 2024 | 22:31 WIB
:
Oleh MC KAB SUMBAWA BARAT, Jumat, 1 Desember 2023 | 09:01 WIB - Redaktur: Kusnadi - 121
Sumbawa Barat, InfoPublik — Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meraih dua penghargaan sekaligus di bidang kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dua penghargaan itu masing-masing Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Award kategori Paripurna dan Kabupaten/Kota Sehat (KKS) kategori Padapa Swasti Saba.
‘’Penghargaan ini menjadi penyemangat kita untuk terus muwujudkan dan meningkatkan derajat pelayanan kesehatan masyarakat Sumbawa Barat,’’ kata Bupati Sumbawa Barat, H. W. Musyafirin, usai menerima penghargaan dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin pada malam anugerah STBM Award dan KKS yang berlangsung di Jakarta, Selasa (28/11/2023) malam.
Tahun 2023 ada 6 Provinsi ditetapkan sebagi pembina terbaik, 1 Provinsi 100 persen Open Defecation Free (ODF) di seluruh Kabupaten/Kota. Swasti Saba Tahun 2023 diraih 136 Kabupaten/Kota. 27 kategori Wistara, 34 Wiwerda dan 75 Padapa. Untuk STBM Award total 33 Kabupaten/Kota. 20 kategori pratama, 9 madya dan 4 paripurna.
KSB menjadi satu-satunya Kabupaten/Kota di Provinsi NTB berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus tahun ini. STBM Award merupakan bentuk apresiasi pemerintah pusat kepada Kabupaten/Kota yang secara konsisten, memiliki komitmen dan partisipasi tinggi dalam pemicuan dan partisipasi masyarakat di bidang higiene dan sanitasi. Ajang ini dilaksanakan sekali dalam dua tahun.
‘’Untuk STBM kita sudah Paripurna, ini menjadi kebanggaan tersendiri. Tapi kita tidak boleh puas sampai disitu, ke depan bagaimana kita mempertahankan dan meningkatkan status menjadi yang terbaik pertama melalui kerja kolaboratif dan gotong royong,’’ harapnya.
Padapa Swasti Saba diharapkan menjadi pemicu sekaligus penyemangat bagi Pemda KSB untuk terus melakukan perbaikan ke depan.
‘’Ini menjadi langkah awal bagaimana ke depan kita bisa lebih baik lagi,’’ harapnya.
Swasti Saba merupakan program kolaborasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Program ini mengadopsi program World Health Organisation (WHO), organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah kendali Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Di Indonesia, program ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 1998 untuk enam kota. Baru pada tahun 2005 diterbitkan regulasi bersama oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Kota/Kabupaten yang berhasil melaksanakan Program Swasti Saba diberikan penghargaan setiap dua tahun sekali dan terbagi dalam tiga kategori, yaitu Papada, Wiwerda dan Wistara dan STBM Award kategori Paripurna, Madya dan Pratama.
‘’Saat ini baru 364 dari 515 Kabupaten/Kota berhasil meraih penghargaan tersebut untuk masing-masing kategori,’’ jelas Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhajir Effendy.
Pemerintah Pusat mengapresiasi Kabupaten/Kota yang tahun ini berhasil meraih penghargaan tersebut. Termasuk apresiasi kepada daerah yang berhasil menaikkan kategori untuk masing-masing penghargaan.
‘’Apresiasi kita berikan kepada daerah yang telah menunjukkan kesungguhan dalam memberikan pelayanan, tanpa membedakan, tanpa diskriminasi kepada masyarakat. Baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi,’’ katanya.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) menambahkan, STBM Award maupun Swasti Saba merupakan gagasan besar yang saat ini sedang dibangun Kementerian Kesehatan. Indonesia saat ini dituntut harus bertransformasi terutama di bidang kesehatan.
‘’Kalau mau membangun Indonesia utuh, kesehatan harus merata. Ini harus disiapkan sungguh-sungguh. Termasuk harus ada transfer teknologi dari kota-kota besar ke daerah terpencil. Tanpa pemerataan, tidak akan sama penanganan kesehatan di kabupaten pedalaman dengan pelayan kesehatan di Jakarta,’’ ingatnya.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menegaskan, STBM Award maupun Swasti Saba yang digelar Kementerian Kesehatan bersama Kemendagri merupakan upaya pemerataan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
‘’Selamat kepada Gubernur, Bupati dan Walikota yang sudah berhasil lebih baik dari yang lain, menyehatkan warganya dan menciptakan kota lebih sehat,’’ katanya.
Menteri Kesehatan (Menkes) mengakui saat ini ada kecenderungan masyarakat bermigrasi ke kota, sehingga menjadikan daerah tersebut lebih padat sehingga memunculkan banyak masalah kesehatan.
‘’Orang hidup di kota sekarang lebih banyak. Migrasi ini hal yang tidak bisa terelakan. Saat ini saja ada sekitar 180 juta penduduk Indonesia tinggal di kota, kita perkirakan pada tahun 2030 mendatang ada sekitar 227 juta penduduk kita bermigrasi ke kota,’’ katanya.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro. Ia berharap Gubernur, Bupati/Walikota terus mendekatkan layanan kesehatan primer kepada masyarakat.
‘’Saat ini total puskesmas di Indonesia ada sekitar 8.000 lebih, layanan kesehatan primer ini harus kita dekatkan lagi sampai ke Posyandu artinya menjangkau sampai wilayah terpencil,’’ harapnya.
Kemendagri maupun Menkes juga mendorong rumah sakit Provinsi, Kabupaten/Kota menangani penyakit berat yang selama ini tak mampu ditangani di daerah. Untuk mendukung program itu, Kementerian Kesehatan telah melakukan pengadaan alat kesehatan yang dikirim ke rumah sakit Provinsi, Kabupaten/Kota se Indonesia termasuk pendidikan spesialis untuk dokter umum.
‘’Bupati/Walikota tolong bangun infrastruktur untuk layanan jantung. Alat kesehatan dan tenaga spesialis nanti pemerintah pusat bantu. Operasi yang selama ini tak dapat ditangani rumah sakit daerah bisa segera tertangani,’’ pintanya.
Ia pun menyampaikan pesan Mendagri Tito Karnavian. Program ini harus didukung semua pihak, sebab alokasi anggaran yang diberikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Kabupaten/Kota cukup besar mencapai Rp1.300 triliun. Untuk urusan kesehatan dialokasikan sekitar Rp197 triliun. Dana ini harus bisa dimanfaatkan, dipetakan penggunaannya.
‘’20 persen untuk belanja alat kesehatan, 30 persen untuk jasa kesehatan dan 30 persen untuk iuran kesehatan. Sisa dari dana itu seharusnya dapat dialokasi untuk memberikan insentif yang cukup bagi tenaga kesehatana di tempat-tempat terpencil,’’ tutupnya. (MC Sumbawa Barat)