:
Oleh MC KAB PESISIR SELATAN, Selasa, 16 Juni 2020 | 11:15 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 776
Painan, InfoPublik - Masih tingginya minat masyarakat untuk mengonsumsi daging sapi lokal, membuat masyarakat peternak di Kabupaten Pesisir Selatan makin bergairah.
Kondisi itu membuat para peternak di daerah itu tetap berupaya untuk mempertahankan sapi lokal yang dikenal dengan sapi pasisia di sepanjang tahun.
Hal itu diakui Jamiral 49, salah sorang peternak di Nagari Lakitan, Kecamatan Lengayang, Selasa (16/6/2020).
Dikatakanya bahwa hingga saat ini masih bisa dikatakan peminat sapi pasisia yang merupakan flasmanufta asli daerah itu masih tinggi.
"Karena tinggi, sehingga motivasi masyarakat untuk tetap mempertahankan jenis sapi lokal ini semakin tinggi pula. Saya katakan demikian, sebab menjelang memasuki hari raya kurban tahun ini, permintaan sapi jenis lokal ini bisa dikatakan mencapai 80 persen dari pedagang," katanya.
Hal itu memang disebabkan oleh beberapa faktor. Selain karena rasa dagingnya yang gurih dan memiliki serat yang lembut, harga sapi jenis lokal ini juga sangat terjangkau untuk kebutuhan kelompok kurban kecil.
"Rata-rata peserta kurban di daerah ini menjadikan sapi lokal untuk disembelih. Sebab selain harganya lebih terjangkau, rasa dagingnya juga gurih. Selain itu juga berserat lembut, dan rendah kolesterol," ungkapnya.
Diungkapkanya bahwa harga satu ekor sapi lokal untuk kebutuhan kurban hanya pada kisaran Rp10 juta hingga Rp12 juta.
"Beda bila mengurbankan sapi jenis lain seperti bali, limosin, brahman, dan simental. Harga jenis sapi itu kisaranya diatas Rp 17 juta. Karena keterbatatasan daya jangkau masyarakat, sehingga mereka lebih memilih sapi lokal. Sedangkan untuk jenis lain lebih banyak diekspor ke luar daerah," ungkapnya.
Hal itu juga diakui Doni Bombom 36, pedagang sapi di Pasar Ternak Nagari Lakitan Timur Kecamatan Lengayang.
"Walau peminat sapi lokal tinggi untuk kebutuhan kurban, namun bukan berarti pula sapi jenis lain tidak diminati oleh masyarakat untuk dibudidayakan. Sebab pada hari-hari biasa, jenis lain ini juga cukup laris," katanya.
Hal itu diungkapkannya, sebab pada hari biasa itu harga pembelian atau penjualan sapi berpatokan pada berat tubuh atau jumlah dagingnya, bukan berdasarkan bentuk tubuh dan cukup umur sebagaimana persyaratan untuk dijadikan hewan kurban.
"Saat ini rata-rata dalam satu pekan saya mengirim sapi ke lur daerah sudah mencapai sepuluh ekor. Dari jumlah itu yang jenis lokal atau sapi pasisia tujuh hingga delapan ekor. Sisanya sapi jenis lain," ujarnya.
Dia menyampaikan bahwa sebagai pedagang sapi selalu menghimbau kepada peternak agar terus berupaya untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas sapi di daerah itu.
"Ini saya ingatkan agar sebagai daerah yang tercatat sebagai salah satu sentra daging sapi di Sumatera Barat (Sumbar), tetap mendapat kepercayaan dari konsumen," ujarnya.
Dijelaskan lagi bahwa sebagai pedagang sapi untuk kebutuhan kurban luar daerah, sudah dilakoninya sejak tujuh lalu.
"Saya sudah melakoni dagang sapi untuk memenuhi kebutuhan kurban luar daerah, sudah mencapai tujuh tahun. Saat ini kesadaran masyarakat untuk tidak melepas sapi secara liar sudah cukup bagus. Saya katakan demikian, karena tidak ditemui lagi ada plastik di dalam ususnya,"lanjut Doni lagi.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pesisir Selatan, Efrianto ketika dihubungi mengatakan bahwa untuk menjamin kualitas dan kesehatan sapi yang akan dikirim ke luar daerah, termasuk untuk kebutuhan lokal, pihaknya menerjunkan 21 pertugas kesehatan hewan (Keswan)
"Kita memang sengaja menurunkan petugas Keswan ke lapangan untuk mengawasi kondisi kesehatan hewan. Pengawasan dan pemeriksaan hewan ternak ini, sebenarnya bukan saja dilakukan disaat memasuki bulan puasa, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha, tapi setiap hari. Upaya ini dilakukan agar kualitas daging sapi yang dipasok dari daerah ini, benar-benar berkualitas dan juga terjamin dari segi kesehatan,"imbuhnya.