:
Oleh MC Kota Subulussalam, Selasa, 19 September 2017 | 19:54 WIB - Redaktur: Tobari - 2K
Subulussalam, InfoPublik - Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Subulussalam, Aceh, mengadakan pagelaran adat budaya Kota Subulussalam untuk pertama kalinya di lapangan beringin Subulussalam dengan tema "Melalui MAA kita lestarikan adat istiadat dan seni budaya Kota Subulussalam ", yang berlangsung, Selasa (19/9).
Sebanyak 200 peserta dari lima kecamatan dalam wilayah Kota Subulussalam ikut serta meramaikan gelaran tersebut, dengan membawa peralatan adat istiadat, budaya, artefak dan lainnya dalam kontingennya masing-masing.
Ketua MAA Kota Subulussalam Anharudin, SH dalam laporannya mengungkapkan, pagelaran seni budaya Kota Subulussalam bertujuan untuk mengumpulkan tokoh dan pemerhati adat budaya yang ada di Kota Subulussalam.
Dengan berkumpulnya para tokoh dan pemerhati budaya, bisa bertukar pikiran demi menjaga dan melestarikan adat dan budaya yang semakin hari semakin pudar. Kita juga ingin melihat adat dan budaya yang masih eksis termasuk peninggalannya.
Dalam pagelaran ini kita akan dilombakan penampilan jenis kebudayaan di antaranya adat perkawinan, mengantar ke sekolah, tata cara peradilan adat, penampilan seni musik, martonjong, seni bela diri, menampilkan artefak, dan berbalas pantun.
Ada pepatah Aceh “Adat Bak Po Teumeureuhom Hukom Bak Syiah Kualo, Qanun Bak Putro Phang, Reusam Bak Laksamana, yangartinya hukum umum di tangan pemerintah dan hukum syari’at ditangan ulama.” Kita semua bertanggungjawab untuk melestarikan adat dan budaya, kata Anhrudin.
“ Ucapan terima kasih kepada MAA Kota Subulussalam yang melakukan pagelaran ini “ ungkap Sekretaris Daerah Kota Subulussalam H. Damhuri, SP. MM mengawali sambutannya.
Pagelaran ini adalah yang perdana dilaksanakan oleh MAA Kota Subulussalam, kita khawatir dengan adat budaya yang semakin lama tergerus akibat asimilasi dan pengaruh lainnya. Kita bertanggungjawab terhadap eksisnya budaya dan adat istiadat yang ada di Kota Subulussalam.
Menurutnya, 8 Etnis yang ada di Aceh adalah Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Kelud, Simeulue, Tamiang, dan Singkil. Untuk etnis Singkil, penuturnya berada di Aceh Singkil, Kota Subulussalam dan Aceh Tenggara. “Apabila penuturnya kurang dari 100.000 maka dikhawatirkan adat dan budaya akan punah,“ katanya.
Dalam kontek pengembangan dan pelestarian budaya haruslah memperhatikan objek pengembangan di suatu wilayah. Kita tidak menafikan terhadap adat istiadat, suku, bahasa yang ada di Kota Subulussalam, yang penting walaupun berbeda kita tetap satu “ Bhinneka Tunggal Ika “.
Objek yang perlu dijaga, dikembangkan dan dilestarikan adalah bahasa, adat istiadat, tari, kuliner dan rumah adat. Untuk melestarikan adat istiadat kita harus memiliki komitmen, pertama adalah cinta akan budaya kita, dan kedua kita harus mengimplementasikannya dalam berbagai bentuk kegiatan baik formal dan informal.
“Kepada semua kepala desa agar memperhatikan adat dan budaya yang dominan di daerahnya, kalau dominannya suku jawa atau sunda atau pakpak atau lainnya maka itulah yang dikembangkan,” pintanya.
Ada harapan yang sangat besar apabila adat istiadat dan budaya kita eksis maka pariwisata kita akan maju sebagaimana Bali, sebagai destinasi wisata nasional dan internasional karena mereka kuat dengan adat dan budayanya.
“Pagelaran seperti ini harus dilakukan setiap tahun, tahun depan pagelaran ini harus lebih besar dan dipublikasikan,” tutur Sekda.
Pantauan jurnalis, masyarakat sangat antusias menyaksikan gelaran tersebut terutama performa Kecamatan Penanggalan. Peserta dari Penanggalan bisa menghadirkan dan melibatkan beberapa etnis yang ada di wilayahnya seperti pakpak, karo, toba, nias dan jawa dengan mengenakan kostumnya masing-masing.
Sementara kecamatan lain hanya menghadairkan salah satu etnis saja. Padahal etnis yang ada di wilayahnya banyak sebagaimana Kecamatan Penanggalan.
Menurut Deni Bancin Kepala Desa Penanggalan Barat katakan, keikutsertaan semua tokoh dan pemerhati adat yang ada dalam wilayah Kecamatan Penanggalan karena terjalin koordinasi dan komunikasi yang baik antar mereka, sehingga semua bisa hadir, semua merasa memiliki dan mencintai Penanggalan. (MC Kota Subulussalam/toeb)