- Oleh Jhon Rico
- Rabu, 12 Maret 2025 | 19:56 WIB
: Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan, Januanto dan Dirjen PDASRH Kemenhut Dyah Murtiningsih dallam keterangankepada wartawan di kantor Kemenhut, Jakarta (Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kemenhut)
Oleh Wahyu Sudoyo, Jumat, 21 Maret 2025 | 06:48 WIB - Redaktur: Untung S - 359
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersinergi dengan para pemangku kepentingan, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan dengan menertibkan alih fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan hutan.
Langkah tegas itu merupakan bagian dari upaya penanggulangan bencana banjir yang melanda berbagai wilayah, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) beberapa waktu lalu.
“Kawasan hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan justru berubah fungsi menjadi pemukiman dan bangunan komersial sehingga meningkatkan risiko banjir dan longsor," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan, Januanto, dalam keterangannya di kantor Kementerian Kehutanan di Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).
Januanto menjelaskan bahwa pihaknya menemukan alih fungsi lahan kawasan hutan yang tidak terkendali di hulu DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, DAS Cisadane, dan lainnya, yang turut memicu kekritisan kawasan dalam fungsinya untuk pengendalian tata air.
Sebagai langkah konkret, Kemenhut telah bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan kegiatan penertiban kawasan hutan dalam penyelamatan DAS. Kegiatan ini diarahkan di wilayah hulu DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, dan lainnya.
"Giat operasi dilakukan pada 9-11 Maret 2025, di seputaran wilayah Kabupaten Bogor, meliputi Kecamatan Cisarua, kawasan Sentul, dan Jonggol. Giat operasi dilanjutkan pada 17-19 Maret 2025 di sepanjang DAS Cisadane,” jelasnya.
Dari hasil giat operasi penertiban kawasan hutan ini, Januanto melanjutkan, dilakukan pendalaman terkait banyaknya bangunan tanpa izin atau ilegal yang masuk di dalam kawasan hutan produksi, bahkan di kawasan hutan lindung dan konservasi. “Kami telah memasang papan pengawasan serta meminta keterangan dari para pemilik bangunan maupun pelaku usaha yang diduga melanggar aturan. Selama proses penertiban dan penyelamatan kawasan hutan DAS, tim gabungan telah melakukan pemasangan papan pengawasan di 50 titik,” terangnya.
Ia juga menegaskan komitmen Kemenhut dalam melakukan perlindungan hutan untuk meminimalkan berbagai bentuk pelanggaran dan tindak perusakan kawasan hutan. Menurutnya, perlu dilakukan sinergitas program mitigasi bencana oleh Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah di sepanjang DAS sebagai upaya lanjutan untuk mengantisipasi kejadian bencana hidrometeorologi ke depan.
Dirjen Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), Dyah Murtiningsih, menambahkan bahwa kajian menunjukkan penyebab banjir ini adalah alih fungsi lahan yang seharusnya kawasan lindung, khususnya di Areal Penggunaan Lain (APL), menjadi kawasan terbangun. “Dengan begitu, lokasi yang seharusnya berfungsi sebagai resapan kini menjadi kedap air sehingga terjadi limpasan air ketika curah hujan tinggi,” jelasnya.
Penyebab banjir lainnya adalah fungsi drainase dan resapan air di empat DAS, yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Kali Bekasi, dan DAS Angke Pesanggrahan, yang sangat minim. “Kami menemukan ada alur sungai yang harusnya 11 meter, menyempit menjadi tiga meter di DAS Ciliwung, dan di atasnya sudah banyak pemukiman. Ini juga menyebabkan air melimpah,” katanya.
Oleh karena itu, Kemenhut akan segera menggelar langkah-langkah penanganan untuk mencegah banjir kembali terjadi. Untuk kawasan hutan, Kemenhut akan melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dalam bentuk penanaman serta menerapkan teknik konservasi tanah dan air berupa DAM pengendali dan DAM penahan pada lokasi-lokasi tertentu.
Penanganan pada lokasi di Areal Penggunaan Lain (APL) juga akan dilakukan, khususnya yang topografinya miring, dengan RHL menggunakan tanaman vegetatif dan bangunan sipil teknis. “Tentu saja hal ini tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak. Kita akan intensif ke depan melakukan penanaman. Kami akan mendukung dengan penyediaan bibit-bibit dari Persemaian Rumpin untuk penanaman baik di dalam maupun luar kawasan hutan,” tambah Dyah.
Di samping itu, Kemenhut mengusulkan perbaikan sistem drainase yang ada di sekitar pemukiman, pembuatan sumur resapan, biopori hingga review tata ruang, khususnya pada kondisi topografi yang miring agar fungsinya tetap lindung meski di APL. “Ini momen yang baik untuk semua pihak saling sinergi mengatasi bencana hidrometeorologi dan mengambil langkah-langkah ke depan,” tutup Dyah.