- Oleh MC KOTA PADANG
- Minggu, 24 November 2024 | 08:56 WIB
: Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik (TKKKP) Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Hasyim Gautama/Foto : InfoPublik/Farizzy Adhy
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Kamis, 21 November 2024 | 17:15 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 123
Jakarta, InfoPublik – Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Hasyim Gautama, mengungkapkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia menurun pada 2024.
Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional (SNPHAR) 2024 Kementerian PPPA, angka kekerasan menurun signifikan dibandingkan survei sebelumnya pada 2016.
Hal itu diungkapkan di sela-sela kegiatan Forum Tematik Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang diselenggarakan di Gedung BJ Habibie, Kantor BRIN, Jakarta pada Kamis (21/11/2024).
"Prevalensi kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun dari 9 persen menjadi 6 persen. Sedangkan pada anak laki-laki, angkanya turun dari 60 persen ke 51 persen, dan pada anak perempuan turun sekitar 50 persen," ungkap Hasyim kepada InfoPublik.
Dalam forum bertajuk “Diseminasi SPHPN dan SNPHAR 2024”, Direktur TKKP Komdigi itu menilai penurunan ini tidak lepas dari keberhasilan intervensi pemerintah, serta kontribusi aktif masyarakat.
“Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam mendorong penurunan angka kekerasan. Pemerintah daerah, melalui Dinas Komdigi, perlu memanfaatkan kanal komunikasi untuk terus mengedukasi masyarakat,” tambahnya.
Namun, meski terjadi penurunan prevalensi kekerasan fisik, Hasyim mencatat adanya kenaikan kekerasan emosional, yang sebagian besar dipicu oleh interaksi di ruang digital. "Banyak pengaruh buruk di ruang digital, terutama dari konten atau aplikasi yang tidak mendukung perlindungan anak. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi Digital menyusun aturan-aturan terkait perlindungan di ruang digital," jelasnya.
Regulasi yang dibuat pemerintah ini mencakup pengawasan terhadap aplikasi dan konten digital, peningkatan literasi digital untuk anak-anak, serta penguatan peran masyarakat dalam mengawasi penggunaan perangkat digital di kalangan anak dan remaja. "Kami ingin memastikan bahwa ruang digital menjadi lingkungan yang aman, mendukung pembelajaran, dan bebas dari konten merugikan," katanya.
Maraknya judi online yang banyak dilakukan masyarakat belakangan ini, dapat menjadi pemicu kekerasan domestik akibat masalah ekonomi di keluarga. "Kasus judi online menjadi salah satu faktor yang memicu tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini menjadi perhatian khusus kami untuk diseminasi informasi dan regulasi lebih lanjut," ujarnya.
Di akhir paparannya, Hasyim juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pembuat teknologi, pemerintah, dan masyarakat untuk mengatasi berbagai bentuk kekerasan di ruang digital. "Kanal komunikasi yang dimiliki kementerian/lembaga harus digunakan secara efektif untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan edukatif kepada masyarakat," pungkasnya.