- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Rabu, 20 November 2024 | 20:42 WIB
: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonogi (Kemendikbudristek) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) telah menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim (Foto: Dok Kemendikbudristek)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 15 Oktober 2024 | 06:56 WIB - Redaktur: Untung S - 255
Jakarta, InfoPublik — Dalam upaya menanggapi isu perubahan iklim yang kian mendesak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) telah menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim. Panduan ini merupakan salah satu langkah prioritas untuk mengintegrasikan isu perubahan iklim ke dalam kurikulum nasional.
Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Senin (14/10/2024), Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Yogi Anggraena, menjelaskan bahwa materi perubahan iklim tidak akan menjadi mata pelajaran baru. Sebaliknya, isu ini akan diintegrasikan ke dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Yogi menjelaskan lebih lanjut, kegiatan intrakurikuler adalah pembelajaran yang sudah berjalan di kelas. Sementara itu, kegiatan kokurikuler memperkuat intrakurikuler melalui kegiatan seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi. Ekstrakurikuler, di sisi lain, lebih fokus pada pengembangan minat siswa, seperti olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
“Pada tahap awal, kami memetakan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dari fase pondasi di PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Kemampuan tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler,” jelas Yogi.
Tema perubahan iklim, lanjut Yogi, sudah diintegrasikan ke dalam beberapa mata pelajaran. "Melalui kokurikuler, seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), materi ini diperkuat dengan tema gaya hidup berkelanjutan, serta melalui ekstrakurikuler seperti pramuka," tambahnya.
Kemendikbudristek juga telah menyusun panduan yang berisi contoh praktik baik untuk membantu satuan pendidikan menerapkan pendidikan perubahan iklim. Tujuannya adalah agar pendidikan ini menjadi gerakan bersama di seluruh Indonesia.
Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari, memberikan apresiasi atas panduan yang disusun Kemendikbudristek. Menurutnya, panduan ini akan menjadi alat yang sangat dibutuhkan, tidak hanya saat ini tetapi juga di masa depan.
“Saat ini, kita menghadapi tiga krisis lingkungan utama: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran limbah serta sampah. Ketiga krisis ini saling berkaitan. Oleh karena itu, KLHK mendukung gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah untuk menghadapi tantangan ini,” ujar Luckmi.
Luckmi menambahkan, melalui pendidikan perubahan iklim, siswa akan mendapatkan pengetahuan tentang potensi bahaya dan risiko perubahan iklim, serta memahami potensi di daerah masing-masing. “Perubahan iklim di setiap daerah berbeda-beda, sehingga diharapkan siswa dan guru memahami fenomena tersebut dan dapat mengambil langkah yang tepat,” jelasnya.
Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Ali Mukodas, juga menyampaikan dukungannya. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan surat edaran mengenai implementasi kurikulum yang memasukkan isu-isu aktual, termasuk perubahan iklim.
"Pemprov DKI Jakarta telah mendukung pendidikan perubahan iklim sejak 2016 melalui Pergub tentang sekolah rawan bencana. Kami mengapresiasi sekolah-sekolah yang meraih penghargaan Adiwiyata Nasional, menerapkan sekolah hijau, dan menjalankan kegiatan terkait perubahan iklim," ujar Ali.
Ali menambahkan bahwa Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertamanan, untuk memastikan siswa memahami perubahan iklim dan langkah-langkah yang harus diambil.
Kepala SMP Strada Slamet Riyadi Kota Tangerang, Lusia Yefin Bertiana Winarno, menjelaskan bahwa sekolahnya telah mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke dalam kegiatan sehari-hari. “Kami memasukkan topik perubahan iklim ke beberapa mata pelajaran seperti IPA, IPS, seni, dan matematika. Dengan menggunakan Kurikulum Merdeka, guru didorong untuk berinovasi, termasuk melalui proyek berbasis lingkungan seperti pengolahan sampah dan pengamatan tanaman di sekolah,” katanya.
Lusia juga menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler seperti Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan pramuka turut melibatkan siswa dalam proyek lingkungan, seperti penanaman pohon, daur ulang sampah, dan pembuatan hand sanitizer berbasis tanaman.
Dengan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, diharapkan pendidikan perubahan iklim dapat menjadi gerakan bersama yang tidak hanya berdasarkan instruksi, tetapi juga karena manfaat nyata yang dirasakan oleh masyarakat, terutama bagi generasi mendatang.