- Oleh MC KAB LUMAJANG
- Selasa, 15 April 2025 | 08:57 WIB
:
Oleh MC KAB LUMAJANG, Selasa, 8 April 2025 | 10:15 WIB - Redaktur: Juli - 2K
Lumajang, InfoPublik – Aroma ketupat dan sayur opor masih menggantung di udara. Di hari ke-7 pasca-Idulfitri, ribuan warga Lumajang dan sekitarnya tumpah ruah ke Pantai Mbah Drajid, Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun.
Tradisi Lebaran Ketupat, yang telah mengakar kuat di masyarakat pesisir selatan, kembali hidup dalam kegembiraan dan kekhidmatan yang berpadu harmonis.
Sejak pagi, jalan menuju pantai dipadati kendaraan pribadi, pick-up penuh rombongan keluarga, hingga motor yang membawa tikar, bekal makanan, dan tentu saja... ketupat. Anak-anak tertawa riang, orang dewasa bercengkerama, dan para ibu sibuk menata nasi dan lauk-pauk di atas tikar. Suasana seperti pesta besar rakyat, namun dengan nuansa spiritual dan budaya yang kental.
Tak sekadar liburan biasa, mandi di laut Pantai Mbah Drajid saat Lebaran Ketupat dipercaya membawa keberkahan. Masyarakat meyakini, air laut di hari itu menjadi media tolak balak membersihkan tubuh dan batin dari segala kesialan.
“Kalau belum mandi di sini, rasanya lebarannya belum lengkap. Ini sudah jadi tradisi keluarga kami sejak dulu,” ujar Pak Warno, warga Lumajang yang datang bersama tiga anak dan istrinya
Bupati Lumajang, Indah Amperawati (Bunda Indah), bersama Wakil Bupati Yudha Adji Kusuma, Forkopimda, dan sejumlah kepala PD, turut hadir dalam tradisi tahunan ini, Senin (7/4/2025). Kunjungan tersebut tak hanya sebagai bentuk dukungan terhadap sektor pariwisata, namun juga untuk memastikan keselamatan pengunjung di tengah ramainya pantai.
“Setiap hari raya ketupat, Pantai Wotgalih ini ramai. Masyarakat datang dari berbagai daerah untuk menikmati suasana pascalebaran bersama keluarga,” ujar Bunda Indah di sela kunjungannya.
Ia juga menegaskan pentingnya kewaspadaan. Meski suasana penuh suka cita, keselamatan tetap menjadi prioritas. “Arus ombak di Pantai Mbah Drajid cukup besar. Saya sudah mengimbau agar masyarakat berhati-hati, jangan sampai hanyut,” pesannya.
Meski begitu, kekuatan tradisi seakan menyatukan seluruh pengunjung dalam satu gelombang kebahagiaan. Tidak ada sekat status sosial, semua larut dalam ritual khas pesisir selatan. Dari keluarga muda, kakek-nenek, hingga pemuda-pemudi, semua melebur dalam satu tujuan: merayakan hidup dengan cara yang telah diwariskan turun-temurun.
Di balik riuh suara deburan ombak, Pantai Mbah Drajid tak sekadar menyajikan panorama alam. Ia menjadi panggung budaya, ruang spiritual, dan titik temu rindu pada kampung halaman. (MC Kab. Lumajang/Ad/An-m)