Kemenkes Luncurkan Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba 2025-2029

: Foto: Kemenkes


Oleh Putri, Kamis, 29 Agustus 2024 | 22:01 WIB - Redaktur: Untung S - 193


Jakarta, InfoPublik – Kehadiran Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (Stranas AMR) Sektor Kesehatan 2025-2029 di Indonesia diharapkan dapat semakin meningkatkan deteksi dan pengendalian resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR). Hal ini sejalan dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menekankan pentingnya pengawasan dan pemantauan resistensi antimikroba.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, dalam keterangannya pada Kamis (29/8/2024), menjelaskan bahwa Stranas AMR ini terdiri atas paket inti yang mencakup tiga landasan, empat pilar, 14 intervensi, 41 tindakan prioritas, dan 103 kegiatan.

“Semua ini bermuara pada tujuan utama, yaitu menurunkan dan memperlambat munculnya AMR serta menurunkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) akibat infeksi AMR di Indonesia,” ujar Azhar.

Stranas AMR bertujuan untuk mencapai beberapa hal utama:

  1. Mengembangkan sistem pemantauan yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk mendeteksi dan melaporkan kejadian resistensi antimikroba di rumah sakit dan komunitas.
  2. Mendorong penggunaan antibiotik yang lebih rasional di rumah sakit dan masyarakat, serta menurunkan angka resep antibiotik yang tidak tepat.
  3. Mengurangi kasus resistensi antimikroba melalui penerapan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).
  4. Meningkatkan pemahaman pasien dan masyarakat tentang pentingnya penggunaan antibiotik yang sesuai.

Stranas AMR Sektor Kesehatan 2025-2029 tidak hanya berisi pengaturan sebagaimana regulasi yang ada saat ini, tetapi merupakan pendekatan komprehensif untuk pengendalian AMR di sektor kesehatan manusia, yang dirancang oleh Kementerian Kesehatan bersama kementerian/lembaga lain.

“Stranas ini mengarahkan berbagai tindakan untuk mengatasi isu global AMR secara sistematis pada tingkat nasional yang akan dilaksanakan pada 2025-2029," tambah Azhar.

Pelibatan kementerian/lembaga lain dalam penyusunan Stranas AMR ini tidak dapat dipisahkan karena pengendalian AMR pada sektor manusia memerlukan pendekatan lintas sektor.

Pendekatan One Health dan Edukasi

Stranas AMR Sektor Kesehatan 2025-2029 disusun berdasarkan pedoman WHO berjudul “People-centred approach to addressing antimicrobial resistance in human health” atau pendekatan berbasis masyarakat untuk mengatasi resistensi antimikroba pada manusia, yang diterbitkan pada 2023. Stranas ini dimodifikasi dengan penambahan sistem evaluasi eksternal sebagai landasan dalam pengendalian resistensi antimikroba.

"Tingkat implementasi pendekatan People-centred approach melibatkan intervensi berbasis bukti mulai dari tingkat masyarakat, layanan primer, hingga layanan rujukan," jelas Azhar.

Poin-poin utama dalam Stranas AMR Sektor Kesehatan 2025-2029 adalah: a. Pendekatan One Health, yang meskipun fokus pada sektor kesehatan manusia, juga mencakup kesehatan hewan dan lingkungan untuk mengatasi resistensi antimikroba secara holistik. b. Penguatan Kapasitas Laboratorium untuk mendeteksi dan memantau resistensi antimikroba lebih efektif di seluruh Indonesia. c. Promosi Penggunaan Antibiotik yang Bijak di semua sektor, termasuk pengendalian penggunaan antibiotik pada hewan ternak dan perikanan. d. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Publik untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya resistensi antimikroba. e. Keterlibatan Aktif Pemangku Kepentingan terkait, termasuk sektor swasta, akademisi, dan masyarakat dalam pengendalian AMR.

Azhar menambahkan bahwa regulasi pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia sudah cukup baik dan komprehensif, khususnya kebijakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Namun, dibutuhkan pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat dalam implementasinya.

“Tahapan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap implementasi PPRA telah masuk dalam kegiatan Stranas AMR 2025-2029," ujar Azhar.

Menurut laporan “Global antimicrobial resistance and use surveillance system (GLASS)” yang diterbitkan WHO pada 2022, diperkirakan terdapat 4,95 juta kematian terkait resistensi antibiotik bakteri pada 2019. Penyalahgunaan antibiotik adalah penyebab utama AMR, dengan tingkat kejadian yang lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan negara-negara berpenghasilan tinggi.

Selain dampak pada kesehatan, World Bank memperkirakan bahwa AMR dapat menyebabkan tambahan biaya layanan kesehatan sebesar 1 triliun dolar AS pada 2050 dan kerugian produk domestik bruto (PDB) sebesar 1 hingga 3,4 triliun dolar AS per tahun pada 2030.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 20 September 2024 | 17:11 WIB
Satu Dekade JKN: KPK Tegaskan Pentingnya Tata Kelola Akuntabel untuk Cegah Fraud
  • Oleh Putri
  • Jumat, 20 September 2024 | 06:00 WIB
Cegah Bunuh Diri, Kemenkes Ajak Remaja Bicara soal Kesehatan Mental
  • Oleh Putri
  • Kamis, 19 September 2024 | 21:47 WIB
Pentingnya Meningkatkan Ketepatan Diagnosis demi Keselamatan Pasien
  • Oleh Putri
  • Kamis, 19 September 2024 | 21:46 WIB
Kemenkes Imbau Masyarakat Bijak Konsumsi Antibiotik