Nyoman Nuarta: Filosofi Desain Istana Garuda Simbol Penyatuan 1.300 Suku di Indonesia

: Suasana Istana Negara dan Istana Garuda difoto dari Sumbu Kebangsaan di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat (9/8/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.


Oleh Untung Sutomo, Minggu, 11 Agustus 2024 | 07:44 WIB - Redaktur: Untung S - 636


Jakarta, InfoPublik – Desainer utama Istana Garuda di Ibu Kota Nusantara (IKN), Nyoman Nuarta, mengungkapkan bahwa esensi dasar dari desain istana tersebut adalah penyatuan lebih dari 1.300 suku yang ada di Indonesia. Filosofi itu diwujudkan melalui pilihan bentuk Garuda sebagai representasi bangunan, yang dianggap mampu merangkul keberagaman suku di Indonesia tanpa menimbulkan kecemburuan antardaerah.

Nyoman, yang dihubungi ANTARA di Jakarta pada Sabtu (10/8/2024), menjelaskan bahwa Garuda dipilih sebagai ide dasar karena sudah dikenal luas oleh seluruh suku di Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat kaya, ia merasa bahwa memilih satu identitas suku sebagai representasi istana akan kurang adil dan dapat menimbulkan kecemburuan.

"Saya memilih Garuda sebagai ide dasar karena semua suku di Indonesia sudah mengenalnya. Tidak mungkin semua identitas suku terserap dalam satu bangunan," ujar Nyoman, dikutip dari ANTARA, Minggu (11/8/2024).

Ia menjelaskan bahwa bentuk Garuda menjadi pilihan dasar dari desain Istana karena Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku, masing-masing dengan budaya yang khas, termasuk rumah adat, kerajinan, dan tekstilnya. Oleh karena itu, Nyoman merasa tidak adil jika hanya satu identitas suku yang diwakili dalam desain Istana Garuda.

"Untuk menghindari kecemburuan, saya menghindari penggunaan identitas salah satu suku dalam membangun Istana. Pilihan Garuda sebagai ide dasar adalah solusi yang adil," tambahnya.

Menurut Nyoman, Garuda sudah sangat dikenal oleh semua suku di Indonesia sebagai lambang negara. Konsep ini digunakan untuk memperkuat rasa persatuan dalam desain Istana Garuda di IKN.

Lebih lanjut, Nyoman juga menekankan bahwa Lambang Garuda Pancasila diciptakan oleh Sultan Hamid II yang berasal dari Kalimantan, menepis anggapan bahwa Garuda berasal dari budaya Hindu.

"Tidak ada satu pun dari ribuan suku yang memprotes pilihan desain ini. Yang protes justru dari kalangan arsitek yang kalah berkompetisi. Ini adalah hasil dari kompetisi desain, dan konsep saya bertujuan untuk mencegah perpecahan akibat desain yang tidak tepat," jelas Nyoman.

Menanggapi kesan mistis yang mungkin muncul terkait desain Istana Garuda, Nyoman mempersilakan setiap orang untuk memiliki persepsi masing-masing, yang menurutnya dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman pribadi mereka.

Ia juga menjelaskan tentang warna Istana Garuda, di mana bagian muka yang berwarna kuningan akan mengalami perubahan secara perlahan menjadi hijau kebiruan, proses yang dikenal dengan nama patina. Sementara itu, struktur bilah yang terbuat dari baja tahan cuaca akan berubah dari kemerahan menjadi gelap dalam waktu 1-2 tahun.

"Garuda tampak gagah dengan kepala yang menengok ke depan. Terserah bagaimana orang menafsirkannya," tutup Nyoman.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Jumat, 6 September 2024 | 05:54 WIB
Rektor UIN Jakarta Perkenalkan Pancasila kepada Muslim Rusia