Dua Ekor Orang Utan Dikembalikan ke Habitatnya di TNBKDS Kalbar

: Orangutan dilepasliarkan (Biro Humas KLHK)


Oleh Wahyu Sudoyo, Sabtu, 3 Agustus 2024 | 11:41 WIB - Redaktur: Untung S - 231


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melepasliarkan dua ekor Orang Utan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) berusia delapan tahun hasil rehabilitasi di Sungai Jepala Lala, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS), Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

”Apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bekerja keras dalam membantu upaya pelepasliaran kedua orang utan ini mulai dari penyelamatan, rehabilitasi sampai dengan pelepasliaran sehingga berjalan dengan lancar dan sesuai prosedur,” kata Kepala BKSDA Kalimantan Barat, RM. Wiwied Widodo, dalam keterangannya di Kalimantan Barat, seperti dikutip pada Jumat (2/8/2024).

Wiwied menjelaskan, satu ekor orang utan berjenis kelamin betina dievakuasi dari masyarakat Kabupaten Mempawah pada 2020 dan satu ekor orang utan lainnya berjenis kelamin jantan berasal dari Kabupaten Melawi.

“Dalam rangka pemulihan kondisi dan sifat liarnya, kedua Orangutan telah menjalani proses rehabiltasi di Sekolah Hutan Tembak oleh Yayasan Penyelamatan Orang Utan Sintang,” jelasnya.

Menurut Wiwied, pelepasliaran itu merupakan tahapan ke-14 kalinya dilaksanakan semenjak 2017, setelah sebelumnya berhasil melepasliarkan sejumlah 30 individu orang utan di kawasan Sub Das Mendalam Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum. 

Penentuan lokasi pelepasliaran dilakukan setelah melalui kajian habitat ditinjau dari kesesuaian dengan preferensi habitat orang utan, baik dari segi pakan, ruang, sumber air dan tutupan hutan serta jauh dari lokasi pemukiman masyarakat.

“Keduanya (orang utan) telah memiliki kemampuan lokomosi yang baik, pengenalan berbagai jenis pakan dan memiliki keterampilan membuat sarang dan merenovasi sarang lama,” imbuh dia.

Kepala BBTNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, menambahkan, pelibatan pemangku kepentingan (stakeholder) dan elemen masyarakat dalam pelepasliaran orang utan kali ini bertujuan untuk membangkitkan dan menanamkan nilai-nilai konservasi serta menimbulkan rasa kepedulian masyarakat menjadi bagian dalam upaya pelestarian alam.

Konsep Konservasi Inklusif diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga alam serta kelestarian satwa liar termasuk orang utan.

“Beri panggung kepada para pihak serta masyarakat dalam kegiatan pelepasliaran seperti ini. Dengan demikian, di bawah alam sadar mereka akan menerima hal baik ini sebagai tugas dan tanggung jawabnya untuk terus berperan dalam menjaga alam. Menjaga alam, menjaga ekosistem, menjaga satwa (orang utan) bukan hanya tugas pemerintah atau mitra konservasi tetapi merupakan tugas bersama,“ tutur Sadtata.

Dia menambahkan, setelah pelepasliaran, kedua satwa dilindungi ini terus dipantau untuk memastikan mereka bisa beradaptasi dan bertahan hidup di alam liar.  

Pemantauan dengan metode nest to nest dengan mengikuti orang utan mulai dari bangun di pagi hari hingga tidur di sore hari selama tiga bulan.

“Kegiatan pelepasliaran ini dapat terlaksana melalui kolaborasi multipihak antara Balai KSDA Kalimantan Barat bersama Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS) didukung oleh Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS),” tutup Kepala BBTNBKDS.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB WONOSOBO
  • Rabu, 18 September 2024 | 11:54 WIB
Wonosobo akan Miliki Dua Embung Baru, Diharap Mampu Cegah Kekeringan
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:59 WIB
Pertamina Percepat Dukungan Perhutanan Sosial dengan 13 Perjanjian Kerja Sama Baru
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Jumat, 6 September 2024 | 15:43 WIB
ISF 2024 Tegaskan Mangrove sebagai Kunci Kehidupan dan Keberlanjutan Lingkungan
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Kamis, 5 September 2024 | 23:02 WIB
Penyidik KLHK Tahan Kapten Kapal Pengangkut Kayu Ilegal di Laut Banda