:
Oleh G. Suranto, Sabtu, 6 Mei 2023 | 18:41 WIB - Redaktur: Untung S - 216
Jakarta, InfoPublik - Permasalahan lingkungan saat ini salah satunya penurunan kualitas udara dikarenakan adanya polusi oleh partikulat. Partikulat (PM2.5) adalah partikel udara yang ukurannya lebih kecil dari 2.5 mikron.
Adanya paparan partikulat yang menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia dan dapat menembus sistem jantung yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, hingga kematian. Hal tersebut yang menjadi latar belakang penelitian yang dilakukan oleh Novita Ambarsari, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dengan judul Partikulat Udara (PM2.5): Karakteristik Fisik Kimia dan Teknis Analisisnya.
Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Albertus Sulaiman pada Kolokium PRIMA secara daring, Kamis (4/5/2023) lalu menyampaikan bahwa dulu orang hanya menganal PM 30, tetapi sekarang orang sudah mulai mengenal PM2.5. “Orang sekarang sudah mulai peduli dengan lingkungan dan ada yang meneliti PM2.5 secara real time. Harapan ke depan kelompok riset yang ada di PRIMA bisa memonitor PM2.5 secara real time,” kata Albertus Sulaiman, seperti dikutip dalam laman BRIN di Jakarta, Sabtu (6/5/2023).
Novita menjelaskan bahwa monitoring menjadi aspek penting dalam manajemen kualitas udara. Studi mengenai karakteristik fisik (morfologi) dan komposisi kimia partikulat udara menjadi perhatian terkait dengan pengaruh partikulat terhadap kesehatan dan iklim. Sumber emisi yang berbeda di lokasi dengan karakter yang berbeda menghasilkan perbedaan variabilitas dan karakteristik PM2.5.
“Pengendalian pencemaran lingkungan (udara) mencakup masalah deteksi dan pengukuran polutan, manajemen sistem control dan pengawasan jangka panjang dan berlakunya aturan tentang batas maksimum yang diijinkan untuk polutan,” ungkap Novita.
Novita menambahkan analisis komponen lingkungan (udara, air, tanah) secara ground based laboratory melibatkan penggunaan yang tepat teknik pengambilan sampel, metode analisis/pengukuran yang terverifikasi dan interpretasi hasil yang baik.
“Penelitian dan monitoring karateristik PM2.5 yang komprehensif meliputi morfologi, struktur dan komposisi kimia serta pengamruh sumber emisi dan faktor lainnya di Indonesia perlu dilakukan sebagai salah satu langkah pengelolaan kualitas udara,” katanya.
Penelitian komposisi kimia PM2,5 yang sudah dilakukan di Indonesia yaitu oleh Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir BRIN dengan alat XRF.
Alat lain untuk deteksi ion logam dalam konsentrasi renik digunakan ICP-MS yang mampu mendeteksi konsentrasi ion logam hingga range ppt (part per triliun), tetapi keberadaan di Indonesia tidak banyak karena biaya operasional dan pemeliharaan yang sangat tinggi sehingga banyak yang tidak bertahan.
“Teknik prakonsentrasi bisa dilakukan untuk mengoptimalkan alat yang umum tersedia untuk deteksi ion logam seperti Flame Atomic Absorption Spectrophotometer (FAAS) dan harus dilakukan menggunakan material-material baru yaitu material polimer bercetakan ion di dalam sampel lingkungan yang kadarnya sangat kecil,” ucap Novita.
Salah satu teknik prakonsentrasi yang powerfull adalah analisis injeksi alir. Novita menjelaskan juga disertasinya terkait partikulat dengan judul Prakonsentrasi Ion Timbal (II) dalam Partikulat Udara (PM2.5) dengan Polimer Bercetakan Ion Menggunakan Metode Analisis Injeksi Alir-Spektrofotometri Serapan Atom. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan konsentrasi timbal dalam PM2.5 di lokasi sampling Jl. Dr. Djunjunan No. 133 Bandung untuk periode sampling 24 jam pada bulan November 2021 masih di bawah ambang batas.
Sumber Foto: Humas BRIN