:
Oleh G. Suranto, Senin, 17 Oktober 2022 | 11:40 WIB - Redaktur: Untung S - 358
Jakarta, InfoPublik - Akumulasi jejak karbon di seluruh dunia kemudian diklaim sebagai salah satu penyebab fenomena pemanasan global. Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haznan Abimanyu mengatakan, di tengah krisis global dan krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan, diperlukan transisi dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sidang Umum PBB pada September 2015 menyepakati Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Salah satu tujuan utama SGDs adalah energi yang terjangkau dan bersih (SDGs No 7 Affordable and Clean Energy). Kurangnya akses energi akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan, kualitas hidup, dan melambatnya pembangunan. Upaya pencapaian target SDGs memerlukan sinergi kebijakan perencanaan dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat,” ungkap Haznan, seperti dikutip dalam rilis BRIN di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Negara sebagai sektor publik dan industri sebagai sektor swasta, tutur Haznan, merupakan aktor penting dalam pelaksanaan keberlanjutan energi. “Negara-negara dengan dukungan swasta dapat mempercepat keberlanjutan energi dengan beralih ke sistem energi yang terjangkau, andal, dan berkelanjutan,” tambahnya.
Sejalan dengan tujuan SDGs, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar forum ilmiah yang mengangkat tema ‘Indonesia-Korea Sustainable Industry and Regional Development Research & Innovation Strategy and Project Cooperation’.
Forum itu bertujuan berdiskusi mengenai industri berkelanjutan dan kebijakan regional, strategi dan belajar dengan praktik terbaik, membahas potensi program atau proyek kerja sama, dan umpan balik serta pengembangan catatan konsep mengenai Kerja Sama Teknologi Net-Zero Climate antara Indonesia dan Korea.
Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Nugroho Adi Sasongko, menambahkan kepemimpinan Indonesia dalam Presidensi G20 dapat mendorong para pemimpin negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia, mendukung langkah institusi-institusi dunia yang memiliki kemampuan dalam membantu negara-negara yang menghadapi krisis ekonomi dunia.
Transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, di samping dua topik lainnya, yakni Sistem Kesehatan Dunia serta Transformasi Ekonomi dan Digital.
“Melalui Forum Kerja Sama Indonesia-Korea Net-Zero Technology Cooperation 2022 itu, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia dalam mewujudkan kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia pun memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, dukungan penuh terhadap transisi energi global melalui Strategi Riset dan Inovasi serta Kerja Sama Proyek dalam mendukung Industri Berkelanjutan dan Pembangunan Kewilayahan (Sustainable Industries and Regional Development),” kata Nugroho.
“Kami mengusulkan Program Kerja Sama Green Productive Cities and Region yang dimana merupakan kerja sama pilot project hasil riset dan inovasi yang diimplementasikan di sejumlah daerah di Indonesia. Masukan dan dukungan diharapkan dari semua pihak agar tercipta sinergi dan keberhasilan implementasi kerja sama yang bermanfaat positif dan berkelanjutan bagi Indonesia dan Korea,” tandasnya.
Sumber Foto: Screemshot dari Zoom BRIN