:
Oleh Wahyu Sudoyo, Rabu, 5 Oktober 2022 | 13:41 WIB - Redaktur: Untung S - 633
Jakarta, InfoPublik – Enhanced National Determined Contribution (NDC), yakni peta jalan mitigasi dan adaptasi dan strategi Jangka Panjang untuk Perjanjian Rendah Karbon dan Kompatibel dengan Paris untuk 2050 (LTS-LCCR 2050) Indonesia yang ditingkatkan, diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, dalam sidang The Committee on Forestry (COFO)-26 di Roma, Italia.
"Minggu lalu kami menyerahkan Enhanced NDC Indonesia dengan meningkatkan pengurangan emisi negara target, dari 29 persen menjadi 31,89 persen tanpa syarat, menggunakan sumber daya dan kemampuan negara sendiri, dan meningkat dari sebelumnya 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional," kata Menteri LHK dalam keterangan resmi yang diterima InfoPublik terkait sidang COFO-26, di Roma, Italia, pada Selasa (4/10/2022).
Menteri Siti mengatakan, Enhanced NDC merupakan komitmen Indonesia dalam menerapkan kebijakan membumi terkait hutan, dengan aksi iklim di tingkat global, nasional, dan lokal.
Dalam NDC, skenario penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan Lain atau Forest and Land Use (FoLU) diproyeksikan berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi tersebut.
Oleh karena itu, peran sektor kehutanan sangat penting bagi Indonesia, yang akan berkontribusi pada aksi iklim global.
"Indonesia juga berkomitmen untuk mengarusutamakan dan meningkatkan komplementaritas dalam mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, degradasi lahan, penurunan kesehatan laut dan laut itu sendiri, deforestasi, polusi, limbah, dan kerawanan pangan, serta keamanan, ketersediaan, dan aksesibilitas air," jelasnya.
Menurut Menteri Siti, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah korektif untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan.
Langkah ini dirumuskan dengan menggunakan bukti ilmiah dan dilaksanakan dalam perspektif politik negara.
"Hasil dari langkah-langkah tersebut sekarang dirangkum dan diintegrasikan ke dalam program nasional pengurangan emisi GRK, yang disebut Indonesia's Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yang secara resmi digunakan sebagai rencana operasional untuk aksi iklim di kehutanan dan lainnya sektor penggunaan lahan," imbuhnya.
Lebih lanjut Menteri Siti mengatakan, FOLU Net Sink 2030 Indonesia dibangun di atas kinerja pengurangan emisi yang luar biasa di lapangan, yang ditentukan melalui beberapa faktor antara lain upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, moratorium permanen hutan primer dan lahan gambut, pengembangan teknik modifikasi cuaca, upaya rehabilitasi dan reboisasi, keberhasilan rehabilitasi lahan gambut, rehabilitasi dan konservasi mangrove.
Kinerja tersebut juga ditentukan melalui replikasi ekosistem dan eko-riparian, pengembangan ruang hijau perkotaan, demarkasi kawasan lindung dan Utan konservasi bernilai tinggi atau High Conservation Value Forest (HCVF) di dalam kawasan konsesi, upaya mengatasi fragmentasi habitat, dan upaya penguatan penegakan hukum.
"Semua langkah gabungan itu secara signifikan mengurangi deforestasi dan menjadi tingkat terendah 114 ribu hectare (ha) per tahun selama dua puluh tahun pada 2019-2020 dan 2020-2021," pungkasnya.
Foto: Biro Humas KLHK