Pemilihan Rektor Secara Internal Membuat PT Mandiri

:


Oleh Tri Antoro, Jumat, 2 Juni 2017 | 15:31 WIB - Redaktur: Juli - 238


Jakarta, InfoPublik - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai adanya wacana pengangkatan rektor perguruan tinggi dipilih oleh presiden  diduga akan membuat institusi pendidikan tidak mandiri.

"Beri kepercayaan perguruan tinggi agar lebih mandiri, dan agar bisa terus mengonsolidasikan kehidupan demokrasi di kampus," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih melalui siaran pers, Jumat (2/5).

Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat memberikan urusan berdemokrasi pemilihan rektor tersebut ke internal perguruan tinggi. Sebagai penerapan ilmu demokrasi yang menjadi sistem pemerintahan dalam negeri. "Tidak hanya pada tataran teori, namun menjadi ajang untuk menerapkan ilmu mereka,” jelas Fikri.

Di sisi lain, Fikri mengakui sejauh ini ada persoalan terkait dengan konsolidasi kehidupan praktik berdemokrasi di kalangan civitas akademika di perguruan tinggi, yaitu, terkait dengan regulasi pemilihan rektor, dimana 30 persen dalam proses pemilihan menjadi hak Menristekdikti.

Dampaknya, orang yang terpilih secara demokrasi dengan perolehan suara tertinggi di ajang pemilihan rektor secara internal, menjadi tidak terpilih karena tidak mendapat dukungan menteri.

"Dengan diambil alihnya pemilihan rektor oleh presiden, alih-alih menghentikan kemelut di internal perguruan tinggi, bisa menjadi semakin runyam. Sebab, birokrasi menjadi semakin panjang sampai ke presiden,” ujar legislator dapil Jawa Tengah IX ini.

Padahal menurutnya, selama ini kemelut pemilihan rektor yang hanya ditangani menristekdikti saja berlarut sangat lama. Apalagi, jika sekarang hendak ditentukan langsung oleh presiden yang memiliki banyak urusan, maka diprediksi akan semakin menambah panjang polemik tersebut.

“Sebagai contoh, untuk setingkat PP saja sebagai mandat dari UU yang sudah ditetapkan DPR bahkan sudah sangat lama diundangkan oleh Mensesneg, banyak ratusan jumlahnya yang tak kunjung terbit karena harus disetujui dan ditandatangani oleh presiden. Ini tentu birokrasi yang sangat tidak praktis, tidak modern,” tegas Fikri.