Menpora Ingin Indonesia Segera Miliki Lab Doping

:


Oleh Astra Desita, Jumat, 17 Februari 2017 | 18:29 WIB - Redaktur: Juli - 491


Jakarta, InfoPublik - Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi berharap di tahun yang akan datang Indonesia dapat memiliki lab doping sendiri guna mencegah kasus doping kembali terjadi.

"Diharapkan di tahun yang akan datang Indonesia dapat memulai agar memiliki lab doping sendiri terlebih Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018, dan hendaknya momentum PON di Jawa barat dapat dijadikan pembelajaran terkait doping," kata Menpora saat menerima audiensi Ketua Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) Zaini Kadhafi Saragih di Jakarta, Jumat (17/2).

Menurut Menpora upaya ini akan dimaksimalkan dengan koordinasi melalui Corcom, lewat OCA dan lain sebagainya. "Kita harus memanfaatkan peluang harus punya lab, saya akan support, baik sarana dan prasarananya khusususnya saat Asian Games 2018, Presiden juga berulang-ulang mengatakan hal semacam itu," ungkapnya.

Sementara itu, terkait penyelesaian ke empat belas atlet yang diduga menggunakan doping. Jika dari lab hasilnya positif doping maka ada dua efek yakni status juaranya dan bonus akan langsung di cabut, terkecuali jika di pemeriksaan kedua negatif.

"Hukuman selanjutnya maksimal dua tahun tidak boleh mengikuti kejuaraan resmi bukan seumur hidup, seumur hidup jika dokter timnya ikut terlibat, ke depannya setiap atlet dan pelatih harus di warning dari awal agar tidak mengonsumsi obat apapun, atau jamu apapun kecuali atas rekomendasi dokter di semua multi even dan single even," tutur Menpora.

Ketua LADI Zaini Kadhafi Saragih menyampaikan sebanyak 14 atlet PON XIX dan Peparnas XV Jawa Barat positif mengkonsumsi doping.

"Dua dari Peparnas dan dua belas dari atlet PON, berdasarkan hasil temuan di lab dan wawancara atlet Peparnas bersangkutan sepertinya mereka minum jamu dan bukan disengaja untuk doping tetapi di dalam jamunya ada unsur yang termasuk di kategori doping," kata Zaini.

Zaini menambahkan dari empat atlet positif doping, tujuh diantaranya siap mengakui, ketujuh sisanya meminta untuk periksa sampel kedua (sample B). Kedua sample itu (sample A dan B) langsung dikirim ke India untuk di cek, biaya ditanggung atlet sekitar Rp3 juta.

LADI mengakui hal ini terjadi karena masih kurangnya sosialisasi tentang doping, dan karena banyaknya atlet yang keluar masuk baru (berganti). "Di LADI itu sebenarnya memang harus terus sosialisasi dan edukasi disamping daftar obat setiap tahun berubah, jadi setiap akhir tahun Badan Antidoping Dunia (WADA) mengeluarkan list baru dan kita harusnya terus sosialisasi," ujarnya.