Menag: Jangan Jadikan Agama Alat Justifikasi Untuk Berkonflik

:


Oleh H. A. Azwar, Senin, 7 November 2016 | 23:52 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 733


Bogor, InfoPublik - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, tidak ada agama yang membolehkan untuk berkonflik. Semua agama selalu dilindungi dan dihormati, serta memanusiakan manusia.

Logika kita, mereka yang beragama tidak mungkin berkonflik. Kalau pun ada, yakinlah saat itu agama dijadikan alat justifikasi kompetisi untuk benarkan kepentingan masing-masing, kata Lukman dalam sambutannya saat membuka Kemah Pemuda Lintas Agama 2016 di Perkemahan Citra Alam, Cisarua, Kabupaten Bogor, Senin (7/11).

Kepada para pemuda, Lukman mengingatkan di tengah kuatnya arus informasi, tak punya waktu mencerna informasi yang datang seperti air bah.

Ini era dimana kehidupan beragama menghadapi tantangan besar. Bila dulu kebajikan agama dari orangtua atau guru sebagai mediator kebajikan agama sehingga jika ada persoalan anak-anak dan pemuda punya tempat bertanya, pesan Lukman.

Sekarang, menurut Lukman, anak muda tak punya itu. Guru dan majelis mereka adalah media sosial. “Majelis anak-anak muda sekarang itu Al-Fesbukiyah, gurunya Kanjeng Google,” canda Lukman.

Lukman menambahkan, alat komunikasi selalu ada di tangan dan segala informasi agama dari sana. Padahal tidak diketahui apakah yang memberi informasi adalah mereka yang punya otoritas atau tidak. Pun motif mereka yang menyebarkan informasi yang begitu hitam putih tanpa ada ruang klarifikasi. Generasi muda harus teredukasi dalam menggunakan media sosial.

Jangan mudah meneruskan informasi yang tidak jelas sumbernya, tidak bisa dikonfirmasi dan diverifikasi. Apalagi kalau isinya saling hujat dan memisahkan kuta sebagai bangsa. Jadi hal seperti itu jangan mudah memperdaya kita, beber Lukman.

Lukman mengatakan, ada pergeseran di tengah globalisasi yang membuat kompetisi hidup yang makin ketat. “Persaingan hidup makin keras dan tajam karena Tuhan tidak lagi menciptakan tempat hidup baru bagi manusia. Bahkan tempat hidup manusia berkurang karena ulah manusia sendiri sementara jumlah manusia terus bertambah,” kata Lukman.

Ditambah revolusi teknologi informasi dan pasar bebas, Lukman menyatakan, kompetisi hidup makin keras. Eksesnya, agama yang semula sebagai alat pemersatu dijadikan alat bagi mereka yang berkompetisi, tak hanya politik tapi juga ekonomi, sosial, dan budaya.

Masing-masing ingin menunjukkan kepentingannya. Sekarang di tengah semua itu, agama jadi alat justifikasi untuk pembenaran kepentingan masing-masing. Lalu, umat beragama jadi makin terbuka potensi konfliknya, tukas Lukman.