Masih Banyak Pembakaran Hutan dan Lahan Secara Sengaja

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 15 September 2016 | 16:44 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Meskipun musim kemarau basah akibat adanya anomali cuaca dan La Nina lemah, tidak serta merta kebakaran hutan dan lahan dapat ditiadakan di Sumatera dan Kalimantan.

Pasalnya, pembakaran dengan sengaja untuk pembukaan kebun dan pertanian masih banyak dilakukan, baik lahan di konsensi maupun lahan milik masyarakat.

Hal inilah yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan masih berlangsung, kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (15/9).

Menurutnya, satelit MODIS dengan sensor Terra Aqua milik NASA telah mendeteksi 260 hotspot di Indonesia, dimana 80 hotspot di Kalimantan Barat dan 66 hotspot di Kalimantan Tengah.

Jumlah hotspot ini jauh lebih sedikit dibandingkan pola hotspot normal. Memang tidak mungkin menihilkan hotspot di seluruh wilayah Indonesia selama setahun karena terkait dengan perilaku dan kebiasaan membakar, baik di lahan gambut maupun mineral, ujarnya.

Sutopo menambahkan, strategi untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan dilakukan melalui operasi darat dan operasi udara. Operasi pemadaman di darat dikerahkan 22.107 personel gabungan dari TNI, Polri, BNPB, BPBD, Manggala Agni, Damkar dan Masyarakat Peduli Api. Sebaran personel satgas darat ini adalah Riau (3.849 personel), Jambi 5.209 personel, Sumatera Selatan 5.619 personel, Kalimantan Barat 2.492 personel, Kalimantan Tengah 2.363 personel dan Kalimantan Selatan 2.575 personel.

Untuk operasi udara BNPB mengerahkan 24 helikopter dan pesawat untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan dari udara. Heli dan pesawat tersebut untuk water bombing dan hujan buatan, imbuhnya.

Adapun sebaran 24 armada udara tersebut adalah Riau 10 heli dan pesawat yaitu tujuh heli, dua pesawat water bombing dan satu pesawat Casa untuk hujan buatan. Di Jambi hanya dioperasikan satu heli water bombing karena pencegahan dapat dilakukan dengan baik. Di Sumatera Selatan tiga heli water bombing jenis MI-8 buatan Rusia dikerahkan yang mampu membawa 4.000 liter sekali terbang.

Di Kalimantan Barat dikerahkan empat heli dan satu pesawat hujan buatan. Di Kalimantan Tengah ada empat heli dan di Kalimantan Selatan satu heli Bolco.

BNPB menyiapkan tambahan tiga heli jika ada peningkatan luas kebakaran hutan dan lahan yaitu dua heli jenis Sikorsky dan MI-172 untuk Jambi dan 1 heli MI-172 untuk Kalimantan Barat, jelas Sutopo.

Sutopo menyatakan, September adalah puncak musim kemarau yang umumnya diikuti dengan meningkatnya jumlah hotspot. “Cuaca yang kering menyebabkan hutan dan lahan mudah dibakar,” kata Sutopo.

Menurut Sutopo, secara umum jumlah hotspot hingga September 2016 ada penurunan 60 persen dibandingkan jumlah hotspot tahun 2015.

Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 adalah bencana asap yang paling besar karena membakar 2,61 juta hektar hutan dan lahan serta menyebabkan kerugian ekonomi Rp221 triliun rupiah. Luas hutan dan lahan yang terbakar serta dampak kerugian ekonomi yang terjadi pada tahun 2016 ini belum dilakukan perhitungan. Yang pasti luas dan kerugian ekonomi jauh lebih kecil dibandingkan 2015 lalu, tukas Sutopo.