Indonesia Dukung ILO Organisir SDGs Alliance 8.7

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 7 September 2016 | 21:59 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Indonesia mengapresiasi inisiatif yang diambil International Labour Organization (ILO) dalam mengorganisir Sub-Regional Consultation on Sustainable Development Goals (SDGs) Alliance 8.7 pada 14-15 September 2016 di Bangkok, Thailand.

Menurut Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri, pembangunan berkelanjutan menjadi tantangan global, sehingga dalam konteks ini, keterlibatan tripartit serta mitra sosial, khususnya ILO dan Badan PBB lainnya sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi  dan untuk mencapai pekerjaan yang layak.

Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen untuk memajukan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dari Sustainable Development (pembangunan berkelanjutan), Indonesia sangat banyak terlibat dalam diskusi tentang tujuan pembangunan berkelanjutan, ungkap Hanif di Jakarta, Rabu (7/9).

Sustainable Development Goals (SDGs) Alliance 8.7  akan membahas permasalahan penghapusan pekerja anak dan perbudakan modern selama dua hari. Para Peserta dari 11 negara akan berbagi informasi dan praktik terbaik yang berkaitan dengan penghapusan pekerja anak dan perdagangan manusia dari berbagai perspektif, termasuk dari konstituen tripartit, sejauh mana implementasi dan tantangan SDGs Alliance 8.7 di wilayah Asia.

Hanif menjelaskan, dalam kaitan dengan masalah pekerja anak, Indonesia akan berbagi pengalaman dalam upaya menghilangkan pekerja anak.

Sejak Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tahun 1999 dan Nomor 182 tahun 2000, Indonesia telah menerapkan kebijakan dan program yang telah mengakibatkan pengurangan jumlah pekerja anak secara bertahap, jelas Hanif.

Hanif berkomitmen, untuk mencapai pekerja nol anak tahun 2022, melalui beberapa inisiatif. Salahsatunya adalah menetapkan rencana aksi nasional tentang penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak pada tahun 2002 serta pencanganan Program Keluarga Harapan (PKH).

Kegiatan PKH ini diarahkan dengan sasaran utama anak bekerja dan putus sekolah yang berasal dari Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang berusia antara 7 sampai 15 tahun. Lebih lanjut, skala prioritas pemerintah saat ini terfokus pada 24 provinsi dan 138 kabupaten/kota yang masih tinggi mempekerjakan anak, terutama kawasan industrial, kata Hanif.

Pemerintah, lanjut Hanif, juga telah menargetkan Indonesia Bebas Pekerja Anak pada 2022 dengan mendeklarasikan program “Zona Bebas Pekerja Anak.

Selanjutnya, dalam konteks perbudakan modern yang berkaitan erat dengan masalah trafficking, Indonesia telah membentuk gugus tugas tentang pemberantasan perdagangan manusia, khususnya terkait dengan migrasi tenaga kerja.

Sejalan dengan ini, pemerintah juga telah melakukan manajemen pasar tenaga kerja, mulai dari pelaksanaan pasar tenaga kerja keterbukaan informasi, keterampilan dan pengembangan produktivitas, termasuk pengakuan keterampilan, mekanisme penempatan yang tepat dan penegakan hukum, ujar Hanif.

Hanif juga meminta bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat, International Labour Organization (ILO), serikatpekerja/serikat buruh dan asosiasi pengusaha.

Aksi kolektif di tingkat regional dan multilateral seperti melalui ASEAN, Colombo Procces, Abu Dhabi Dialogue serta lintas sektor kerja sama antar ILO, harus diperkuat untuk mendapatkan hasil yang optimal, tukas Hanif.