Indonesia-Sri Lanka Perkuat Kerja Sama Perlindungan Pekerja Migran

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 1 September 2016 | 11:05 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri mengapresiasi capaian kerja sama negara-negara anggota Colombo Process (CP) yang telah dihasilkan di bawah kepemimpinan Republik Demokratik Sosialis Sri Lanka, dan kontribusinya selama kegiatan Colombo Process.

Kerja sama yang lebih erat diantara negara-negara pengirim pekerja migran yang tergabung dalam CP ini diharapkan dapat meningkat aspek perindungan dan penempatan para pekerja migran yang berasal dari berbagai negara.

Kami apresiasi atas kemajuan Migrant Resources Centre yang berada di Daerah Tangalle, Republik Demokratik Sosialis Sri Lanka di bawah pembinaan Biro Pekerja Asing (Bureau of Foreign Employment), yang membina dan melatih calon-calon pekerja migran sebelum ditempatkan ke negara penempatan, khususnya di bidang house keeping, kata Hanif di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Rabu (31/8).

Hal ini disampaikan Hanif saat menerima Dharshana M Perera, selaku Duta Besar Republik Demokratik Sosialis Sri Lanka di kantor Kementerian Ketenagakerjaan.

Tema kerja sama CP saat ini “Migration for Prosperity” kiranya sejalan dan mendukung komitmen kami dalam menyediakan perlindungan terbaik untuk menjamin kerja layak dan kesejahteraan bagi TKI di luar negeri. Dalam kaitan ini, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan peran aktifnya pada berbagai kerja sama CP, beber Hanif.

Hanif juga menyambut baik dua hal penting yang dihasilkan dari Colombo Process, yakni disepakatinya Deklarasi Colombo yang menitikberatkan lima thematic area, dan disepakatinya Kamboja sebagai negara ke-12 dalam Colombo Process.

Pada kesempatan tersebut, Hanif juga menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan dan meningkatkan kerja sama CP baik dalam lima Thematic Area yang mulai dilakukan, maupun Thematic Area yang baru disepakati.

Kami berharap pentingnya kesamaan pandangan negara CP terhadap definisi ethical recruitment, recruitment fees, perlunya transparansi, penegakan hukum dan informasi pasar kerja, kata Hanif.

Negara-negara anggota CP, lanjut Menaker, umumnya telah memiliki legislasi dan kebijakan manajemen migrasi namun belum memiliki kesamaan posisi dan kebijakan vis-a-vis dengan kebijakan negara penerima.

Kami mengusulkan peningkatan dialog negara pengirim dan penerima mengenai, sharing informasi pasar kerja, pemajuan pengakuan keahlian, dan pembentukan jejaring kerja antar pengawas ketenagakerjaan, imbuh dia.