OPSI Apresiasi MoU Kemnaker Kadin Tingkatkan Kompetensi Pekerja

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 26 April 2016 | 22:46 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 957


Jakarta, InfoPublik - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia memberi apresiasi kepada Kemnaker dan Kadin yang telah menandatangani MoU tentang Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja melalui Program Pelatihan Terpadu.

Upaya ini adalah suatu hal yang sangat strategis dan penting dalam meningkatkan kualitas angkatan kerja Indonesia yang masih banyak berpendidikan rendah yakni lebih 50 persen lulusan SD dan SMP ataupun berpendidikan tinggi tetapi sulit mendapatkan pekerjaan, kata Timboel Siregar, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) di Jakarta, Selasa (26/4).

Menurut Timboel, tentu hal ini sepertinya linear dengan komitmen Presiden Jokowi yang ingin membangun sejumlah besar sekolah kejuruan dan fokus pada pendidikan kejuruan.

Dalam MoU tersebut, tugas dan tanggung jawab Kemnaker dan Kadin saling melengkapi. Pertama, penyusunan program, kurikulum, silabus, materi ajar pelatihan berbasis kompetensi.

Kedua, melakukan monitoring dan evaluasi atas penyelenggaraan pelatihan terpadu secara berkala, dan ketiga, bersama sama mendorong terbangunnya sistem informasi pasar kerja. “Tentunya hal baik ini akan juga didukung oleh SP/SB,” ujar Timboel.

Timboel menilai, hal tersebut sudah baik, namun ada beberapa hal yang perlu juga didorong yaitu untuk lebih memastikan bahwa MoU tersebut berkontribusi signifikan dalam me-link and match kan antara ketersediaan angkatan kerja kita dengan dunia industri, serta dunia pendidikan dengan dunia industri saat ini, yaitu :

Pertama, biaya pelatihan bagi calon tenaga kerja yang ikut pelatihan. Selama ini biaya masih menjadi kendala bagi angkatan kerja kita untuk ikut pelatihan. Seharusnya pemerintah pusat dan daerah bisa membantu menyelesaikan kendala tersebut dengan mengalokasikan dana pelatihan bagi calon tenaga kerja tersebut.

Pemerintah bisa menyediakan dana, misalnya dana pinjaman bagi calon peserta dari KUR (kredit usaha rakyat) atau alokasi APBN lainnya via Kemnaker. Tahun ini Pemerintah komit menggelontorkan Rp4 Triliun bagi TKI untuk mengurus ijin dan proses pelatihan sebelum kerja ke LN. Kalau untuk TKI bisa tentunya KUR pun bisa dilibatkan dalam pembiayaan pelatihan tersebut, kata Timboel.

Kedua, ketersediaan BLK dan infrastruktur pelatihan yang berbasis teknologi seperti alat-alat pelatihan juga harus dipastikan keberadaannya guna menunjang proses pelatihan tersebut.

“Pemerintah harus terus membangun BLK dan fasilitas pelatihan yang berkualitas untuk bisa memenuhi demand dari dunia usaha. Jangan sampai pelatihan-pelatihan tersebut masih menggunakan fasilitas lama yang tidak ter up date degan kebutuhan industri,” ujar Timboel.

Ketiga, terkait sistem informasi pasar kerja, memang  hal tersebut baik adanya, tetapi yang lebih penting adalah komitmen dunia usaha untuk merekrut orang-orang yang sudah lulus dari pelatihan tersebut.

“Menurut saya seharusnya pemerintah dan dunia usaha juga dapat melakukan MoU untuk memastikan komitmen dunia usaha untuk merekrut lulusan pelatihan tersebut di suatu daerah,” kata Timboel.

Simultan dengan MoU tersebut memang sekolah kejuruan seharusnya menjadi fokus utama dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri-industri saat ini. Antara sekolah kejuruan dan BLK harus secara simultan ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Anggaran 20 persen APBN harus difokuskan pada hal-hal tersebut. Semoga kualitas tenaga kerja kita ke depan akan semakin mampu memenuhi kebutuhan dunia industri saat ini, pungkas Timboel.